Sunday, March 8, 2015

PP DISAHKAN, ACEH TERLENA, INDONESIA BERPESTA!

PP Disahkan, Ini Kewenangan Pemerintah Bersifat Nasional di Aceh

Ini adalah pengkhinatan yang kesekian atas perjuangan dan pengorbanan rakyat Aceh selama puluhan tahun, dengan korban nyawa yang tak terhitung, belum lagi dihitung korban harta, tenaga dan “kesempatan generasi Aceh” untuk hidup normal.
Memang Indonesia begitu licik dalam memainkan strategi politik dalam menghadapi “kelengahan” Aceh,  Akhirnya RPP yang ditunggu tunggu rakyat Acehpun jadi PP ini ditanda tangani oleh Presiden Indonesia, sepintas ini adalah jawaban dari penantian lama yang membutuhkan waktu sepuluh tahun setelah berakhirnya  perjuangan bersenjata selama tiga decade lebih. Namun apa dinyana, pemerintah Indonesia ternyata sangat mahair dalam memainkan strategi untuk memenangkan dan mengamankan kepentingan Indonesia di Aceh. Bagaimana tidak, dari “begitu besar” harapan yang digantungkan rakyat Aceh untuk dapat menerima secepatnya pengesahan PP tersebut sisa-sisa, butuh waktu sepersepuluh Abad untuk menaanti regulasi yang masih digantung oleh pemerintah Indonesia untuk mengimplementasikan semua hasil kesepakatan atau MoU antara para pihak yang berunding di Helsingki 2005 silam, ternyata hanya pepesan kosong malah bisa dikatakan sama sekali tidak bisa diharapkan memberikan dampak bagi perubahan “besar” di Aceh, hal ini salah satunya bisa dilihat  Pasal 2 PP itu menegaskan, pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan di Aceh. Hampir tidak ada yang bisa dikatakan Aceh istimewa atau Aceh mendapatkan sesuatu yang lebih disbanding provinsi lain di Indonesia.
Sebagaimana diberitakan republika.co.id  Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) 3/2015 tentang kewenangan pemerintah yang bersifat nasional di Aceh pada 12 Februari 2015.
PP tersebut dikeluarkan dengan pertimbangan untuk memberikan kepastian, kejelasan, dan landasan hukum dalam menyelenggarakan kewenangan Pemerintah yang bersifat nasional di Aceh. PP itu juga untuk melaksanakan ketentuan Pasal 270 Ayat (1) UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Dikutip dari laman setkab.go.id, Pasal 2 PP itu menegaskan, pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan di Aceh. Hal itu meliputi; urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, dan fiskal nasional; Urusan tertentu dalam bidang agama; dan urusan pemerintahan yang bersifat nasional di Aceh.
“Kewenangan pemerintah khusus untuk urusan keamanan menyangkut pengangkatan Pejabat Kepala Kepolisian Daerah, dan urusan yustisi menyangkut pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi di Aceh dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 3 PP tersebut.
Sedangkan kewenangan Pemerintah yang bersifat nasional meliputi; Pendidikan; Kesehatan; Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang; Perumahan dan Permukiman; Keamanan dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat; Sosial; Tenaga kerja; Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; Pangan; Pertanahan; Lingkungan hidup; Kependudukan dan catatan sipil.
Selain itu, kewenangan pemerintah lainnya meliputi; Pemberdayaan masyarakat dan gampong; Pengendalian penduduk dan keluarga berencana; Perhubungan; Komunikasi dan informatika; Koperasi dan usaha kecil dam menengah; Penanaman modal; Kepemudaan dan keolahragaan; Statistik; Persandian; Kebudayaan; Perpustakaan; Kearsipan; Kelautan dan perikanan; Pariwisata; Pertanian; Kehutanan; Energi dan sumber daya mineral; Perdagangan; Perindustrian; dan Transmigrasi.
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2015 itu menegaskan, kewenangan Pemerintah yang bersifat nasional dalam urusan energi dan sumber daya mineral pada sub bidang minyak dan gas bumi hanya untuk kegiatan usaha hilir.
Adapun kewenangan Pemerintah dalam urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral pada sub bidang minyak dan gas bumi untuk kegiatan usaha hulu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) tersendiri mengenai pengelolaan bersama minyak dan gas bumi di Aceh.
Sumber: republika.co.id

Memang benar pernyataan Muzakkir Manaf bahwa Perjuangan ini belum selesai, tapi sayangnya sebahagian pihak mulai terlena untuk menikmati hasil “minim” berupa jabatan dan sedikit kekayaan yang merupakan hasil dari perjuangan yang begitu melelahkan dengan pengorbanan yang tak terhitung. Lebih tragis lagi ada pihak yang seperti tanpa beban melenggang dengan begitu santai atas kecolongan ini, bahkan dengan segala dalih manipulative mereka terus berspekulasi bahwa “kita telah” memenangkan setengah apa yang kita [erjuangkan, dan perjuangan harus dilanjutkan, sementara nyatanya mereka hanya mencoba mememfaatkan keadaan!
Pertanyaannya apakah para pihak di Aceh telah mencermati isi PP ini? Kemudian apakah sesuai dengan MoU yang telah ditandatangani? Lantas jika tidak sesuai langkah apa yang akan ditempuh? Jika tidak ini sama artinya dengan “mengangkat” bendera putih!

No comments:

Post a Comment