Showing posts with label POLITIK INTERNASIONAL. Show all posts
Showing posts with label POLITIK INTERNASIONAL. Show all posts

Saturday, November 14, 2015

Tragiss,150 Orang tewas menjelang peringatan 10 tahun MoU Helsinki

ACEH, menjelang puncak perayaan 10 tahun MoU Helsinki yang telah di geser ke 15 November 2015, meskipun sejatinya harus diperingati pada tanggal 15 Agustus karena bertepatan dengan penanda tanganan Nota Kesepahaman antara GAM dengan Pemerintah RI pada 15 Agustus 2005  silam, dari Perancis dilaporkan Sejumlah 150 orang lebih dilaporkan tewas dalam insiden penyerangan di gedung pusat kesenian Bataclan, Jumat 13 November. Lainnya menderita luka serius.

Konologinya Serangan
Insiden itu bermula dari penyanderaan pada pukul 23:35 waktu setempat di gedung pusat seni Bataclan, sebelah timur Paris. Menurut laporan, seorang pria menembaki penonton konser rock band Eagles of Death Metal satu per satu. 

Seorang saksi mengatakan, seorang penembak berteriak "Allahu akbar" kemudian melepaskan tembakan di keramaian penonton. (FOTO: Serangan 13 November di Paris)

Kemudian polisi datang ke lokasi. Paris langsung mengirimkan setidaknya 1.500 tentara setelah serangan di Bataclan yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari bekas kantor Charlie Hebdo, yang pernah menjadi target teroris. 

PERIHNYA HIDUPAN DI ANTARA RUDAL DAN DOLAR DALAM ALIRAN MINYAK DIPERUT BUMI

Kalau ada tentara asing baik dari Eropa maupun Amerika masuk dengan segala perangkat keangkuhannja ke Timur Tengah itu dikatakan tentara Penjaga Perdamaian dunia padahal di sana mereka yang menabuh genderang perang sampai kenjaman dan hak hidup rakyat di negara terkait tidak lebih berharga dari aliran minjak di perut bumi.

Lantas ketika ada satu dua atau beberapa korban "penjajahan" yang melakukan perlawanan atas penindasan dengan menjerang kepentingan para penjajah dari Eropa maupun dari Amerika langsung tanpa proses peradilan disebut Kelompok teroris.

#Dunia semakin Edan

(Kalo orang Aceh bilang : #Pungo)


Tuesday, June 2, 2015

JEJAK PERLAWANAN HASAN TIRO

Mengupas Jejak Perjuangan Hasan Tiro

“...Saya akan merasa gagal jika tidak mampu mewujudkan hal ini, harta dan kekuasaan bukanlah tujuan hidup saya dan bukan pula tujuan perjuangan ini. Saya hanya ingin rakyat Aceh makmur sejahtera dan bisa mengatur dirinya sendiri...” - The Price of Freedom: The Unifinished of Diary -

Buku setebal 266 halaman itu ditulis Hasan Tiro selama enam tahun bergerilya di rimba Aceh. Pertama kali ia pulang ke Aceh pada Sabtu, 30 Oktober 1976. Hari itu ia tiba di Kuala Tari, Pasi Lhok, Sebuah desa nelayan, Kabupaten Pidie sekitar pukul 08.30 pagi, setelah 25 tahun menetap di Amerika.

Dari tempat itu dia melanjutkan perjalanan ke arah timur.Sekitar pukul 6.00 sore Hasan Tiro tiba di Kuala Tari. Sekelompok laki-laki yang dipimpin M. Daud Husin telah menunggu kehadirannya. Malam itu juga mereka berangkat menuju Gunung Halimon, Pidie.“Itu adalah malam pertama di tanah airku setelah selama 25 tahun aku tinggal di pengasingan di Amerika Serikat,” tulis Hasan Tiro dalam bukunya The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Tengku Hasan Di Tiro yang diterbitkan tahun 1984.

Itu adalah kunjungan rahasia dengan misi tunggal, yakni “Memerdekakan Aceh”.“Tak ada seorang pun di negeri ini yang mengetahui kedatanganku,” tulis Hasan Tiro."Hanya orang gila dan dungu yang percaya bahwa aku tak akan kembali lagi". Itulah sebuah penegasan Hasan Tiro pada 28 Maret 1979 silam dalam The Prince of Freedom: The Unfinished Diary.

Satu bulan berada di hutan, Hasan Tiro mulai menyusun segala strategi gerilya. Puncaknya pada tanggal 4 Desember 1976, saat ia mendeklarasikan Gerakan Aceh Merdeka di Gunung Halimon, Pidie.Hasan Tiro punya alasan dalam memilih tanggal 4 Desember sebagai hari deklarasi.

Menurutnya, tanggal tersebut punya landasan historis dan simbolis. Pada tanggal 3 Desember 1911 Tengku Chik Maat di Tiro sebagai pemimpin pejuang Aceh melawan Belanda syahid dalam peperangan dengan Belanda di Alue Bhot, Tangse, Pidie.Dengan terbunuhnya Maat di Tiro, Belanda mengklaim Aceh telah kalah dan menetapkan tanggal 4 Desember sebagai hari runtuhnya Aceh.

Tiro membantah anggapan itu. Dia mengatakan, perjuangan Maat di Tiro diteruskan kembali oleh orang-orang yang selamat dalam pertempuran di Alue Bhot. Tengku Chik Maat di Tiro adalah paman Hasan Tiro. “Saya sudah lama memutuskan bahwa Deklarasi Kemerdekaan Aceh Sumatera harus dilakukan pada tanggal 4 Desember dengan alasan simbolis dan historis.
Itu adalah hari dimana Belanda menembak dan membunuh Kepala Negara Aceh Sumatera, Tengku Cik Mat di Tiro dalam pertempuran di Alue Bhot, tanggal 3 Desember 1911. Belanda karenanya mencatat bahwa 4 Desember 1911 adalah hari akhir Aceh sebagai entitas yang berdaulat, dan hari kemenangan Belanda atas Kerajaan Aceh Sumatera.” The Price of Freedom: The Unifinished of Diary

Maka begitulah, di Bukit Cokan dia menuliskan Deklarasi Kemerdekaan Aceh, melanjutkan perjuangan Tengku Cik di Tiro dan para leluhurnya.Tahun pertama GAM, pengikut-pengikut Hasan Tiro kebanyakan dari keluarga Tiro sendiri dan beberapa mantan pengikut Teungku Daud Beureueh. Angkatan pertama seperti Teungku M Daud Husin (Daud Paneuk), Teungku Taleb, Usman Lampoh Awe, Zaini Abdullah dan Ilyas Leubee. Dari bekas pengikut Daud Beureueh, ada Malik Mahmud Al-Haytar, anak dari pengikut setia Abu Daud Bereueh, Mahmud Al-Haytar. Malik mau bergabung dengan Aceh Merdeka karena punya ikatan sejarah dan emosional.

Hasan Tiro pernah memberikan ceramah kepada pengikutnya pada tanggal 11 Februari 1977. Di hadapan pengikut GAM di sebuah bukit, Hasan Tiro membakar semangat para pejuang dengan ceramahnya tentang tanah Aceh. Ia menyebut Aceh sebagai warisan leluhur yang harus dipertahankan, tanpa mengakui nama lain. 

Dan tanggal 4 Desember 1976 deklarasi kemerdekaan itu pun dibacakan..“Kami, rakyat Aceh, Sumatera, menggunakan hak kami untuk menentukan nasib sendiri dan melindungi hak sejarah kami akan tanahair kami, dengan ini menyatakan bahwa kami merdeka dan independen dari kontrol politik rejim asing Jakarta dan orang asing dari Pulau Jawa. Tanah Air kami, Aceh, Sumatra, selalu merdeka dan independen sebagai Negara yang Berdaulat sejak dunia diciptakan…” The Price of Freedom: The Unifinished of Diary.

Catatan: Teks di atas merupakan paragraph pertama dari Deklarasi Kemerdekaan Aceh yang di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari buku The Price of Freedom: TheUnfinished Diary of Tengku Hasan Di Tiro. Teks asli adalah sebagai berikut:“We, the people of Acheh, Sumatra, exercising our right of 
self-determination, and protecting our historic right of eminent 
domain to our fatherland, do hereby declare ourselves free and 
independent from all political control of the foreign regime of 
Jakarta and the alien people of the island of Java. Our 
fatherland, Acheh, Sumatra, had always been a free and independent 
Sovereign State since the world begun…” The Price of Freedom: The Unifinished of Diary.

Siapakah Hasan Tiro?
Anak kedua pasangan Tengku Muhammad Hasan dan Pocut Fatimah ini lahir di desa tanjong Bungong, Tiro 25 September 1925. Pada tahun 1945 ia kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Ia Mendapat beasiswa melanjutkan kuliah pada fakultas hukum, Universitas Columbia.Sambil kuliah bekerja pada Dinas Penerangan Delegasi Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dia memperoleh gelar doktor di bidang hukum internasional dari Colombia University.  Di masa-masa itu pula Hasan Tiro pernah bekerja di KBRI dan membangun jaringan bisnis di bidang petrokimia, pengapalan, penerbangan, dan manufaktur hingga ke Eropa dan Afrika.
Hasan Tiro juga menjelaskan hal ini dalam bukunya The Price of Freedom.

Dan pada tahun 1973, Dia diangkat oleh Raja Feisal dari Arab Saudi sebagai penasehat agung Muktamar Islam se-Dunia.Pada tanggal 1 September 1954 ia mengirim surat terbuka kepada Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamidjojo memprotes tindakan militer pemerintah pusat menangani pemberontakan DI/TII di Aceh dan sejumlah provinsi lain di Indonesia, Dan Memprotes tragedi pembunuhan massal di Pulot-Cot Jeumpa Februari 1955. Bulan Maret 1955 dia Mengirim surat kepada 12 negara Islam di dunia meminta untuk memboikot Konferensi Asia Afrika (KAA) yang akan dilaksanakan di Bandung pada April 1955. 

Pengalaman Organisasi
-Pernah aktif dalam Pemuda Republik Indonesia (PRI)Pernah menjabat Ketua Muda PRI di Pidie pada 1945
-Staf Wakil Perdana Menteri II dijabat Syafruddin Prawiranegara
-Staf penerangan Kedutaan Besar Indonesia di PBB
-Presiden National Liberation Front of Aceh Sumatra
-Dinas Penerangan Delegasi Indonesia di PBB,AS, 1950-1954
-Ketua Mutabakh, Lembaga Nonstruktural Departemen Dalam Negeri Libya
-Dianugerahi gelar Doktor Ilmu Hukum University of Plano,Texas Lulusan University Columbia dan Fordam University di New York

Karya-karya
-Mendirikan "Institut Aceh" di AS
-Dirut dari Doral International Ltd di New York
-Punya andil di Eropa, Arab dan Afrika dalam bisnis pelayaran dan penerbangan
-Artikel berjudul The Legal Status of Acheh Sumatra under International Law 1980
-The Price of Freedom: The Unfinished Diary
-Atjeh Bak Mata Donya (Aceh di Mata Dunia)
-Terlibat sebuah "federasi" 10 daerah di Sulawesi, Sumatra, dan Maluku melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Soekarno.

Pandangan Politik Hasan Tiro
Jika dilihat dari riwayat pendidikannya, Hasan Tiro awalnya adalah seorang yang aktif dan sangat Nasionalis pro-Indonesia. Namun, pandangan politik Hasan mulai berbalik 180 derajat ketika pemerintah Indonesia di masa Perdana Menteri Ali Sastroamidjo (1953-1955) mengejar dan membunuh massal pasukan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) hingga ke pedalaman Aceh.

Hasan Tiro memprotes tindakan itu. Bulan September 1954 dia mengirimkan sepucuk surat kepada sang perdana menteri.Kecewa dengan sikap pemerintah Indonesia, Hasan Tiro kemudian meninggalkan KBRI. Dia bergabung dengan DI/TII Aceh yang dideklarasikan mantan Gubernur Militer Aceh (1948-1951) Daud Beureuh tanggal 20 September 1953 sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) yang dideklrasikan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Tasikmalaya, 7 Agustus 1949.

Di DI/TII Aceh Hasan Tiro menjabat sebagai menteri luar negeri, dan karena jaringannya yang dianggap luas di Amerika Serikat dia pun mendapat tugas tambahan sebagai “dutabesar” di PBB.

Penyebab perlawanan DI/TII
Setidaknya ada beberapa sebab praktis yang ikut mendorong pemberontakan DI/TII yang secara bersamaan terjadi di tiga propinsi, Aceh, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.

Pertama berkaitan dengan rasionalisasi tentara. Banyak tentara dan laskar rakyat yang ikut berjuang dalam perang revolusi tidak dapat diakomodasi sebagai tentara reguler. Kedua, pemberontakan ini juga merupakan ekspresi kekecewaan terhadap hubungan pemerintahan Sukarno yang ketika itu semakin dekat dengan kubu komunis.
Di tahun 1961 Daud Beureuh mengubah Aceh menjadi Republik Islam Aceh (RIA). Tetapi di saat bersamaan, gerakannya mulai melemah setelah SM Kartosoewirjo dilumpuhkah. Adapun Kahar Muzakar dinyatakan tewas dalam sebuah pertempuran di belantara Sulawesi tahun 1965.

Adalah Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M. Jassin, yang berhasil meyakinkan Daud Beureuh untuk kembali bergabung dengan Republik Indonesia. Tanggal 9 Mei 1962 Daud Beureuh ditemani antara lain komandan pasukannya yang setia, Tengku Ilyas Leube, pun turun gunung.

Bulan Desember perdamaian dirumuskan dalam Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh.

Menurut Serambi Indonesia (25/9) setelah pemberontakan DI/TII melemah, Hasan Tiro ikut melunak. Pertengahan 1974 dia kembali ke Aceh. Dalam pertemuan dengan gubernur Aceh saat itu, Muzakir Walad, Hasan Tiro meminta agar perusahaannya bisa menjadi kontraktor pembangunan tambang gas di Arun.Tapi Muzakkir Walad tak dapat memenuhi permintaan ini. Bechtel Inc., sebuah perusahaan dari California, Amerika Serikat, telah ditunjuk pemerintahan Orde Baru Soeharto sebagai kontraktor pembangunan pabrik gas Arun.

Hasan Tiro kembali kecewa. Baginya, ini adalah bukti bahwa janji otonomi daerah dan hak daerah mengelola sumber alam hanya bohong belaka. Kekecewaannya pun semakin memuncak setelah Syariat Islam yang dibicarakan dalam konsep “Prinsipil Bijaksana” antara Daud Beureueh dan pemerintah pusat tak kunjung dilaksanakan.Hasan Tiro kembali menggalang kekuatan, mengambil alih posisi puncak dari tangan Daud Beureuh yang saat itu sudah turun dari panggung politik Aceh. Dia menghubungi tokoh penting mantan anggota DI/TII seperti Teungku Ilyas Leube, yang dikenal sebagai salah satu pengikut setia Daud Beureueh. Juga Daud Paneuk.

Tak lama manuver Hasan Tiro tercium oleh tentara. Operasi militer disiapkan untuk menangkapnya. Tetapi Tiro berhasil melarikan diri, pulang ke Amerika Serikat.Sebelum meninggalkan Aceh dia berjanji akan kembali datang untuk menyusun kekuatan yang jauh lebih besar. Dan begitulah, akhirnya kaki Hasan Tiro kembali menginjak Aceh, 11 Oktober 2008 silam. Allah (swt) mengabulkan doanya menghembuskan nafas yang terakhir di tanah kelahirannya sendiri.Selamat jalan Wali

sumber: http://www.atjehcyber.net/2012/08/membongkar-jejak-perjuangan-hasan-tiro.html

Sunday, May 31, 2015

TRIK LICIK JADI PENGUASA TANGGUH ALA MACHIAVELLl

Dicintai atau dibenci adalah pilihan yang sama-sama memungkinkan bagi seorang penguasa.
Namun Machiavelli telah membuktikan bahwa dengan cara sebrutal apapun seorang penguasa tetap ada yang mencintai setidaknja dirinya sendiri dan orang-orang yang terberkati oleh kekuasaannya.

Tergantung penguasa mau yang mana?

Whel...
Pada tangal 3 Desember 1469, di Florence, sebuah kota di Italia, lahirlah seorang bayi mungil yang diberi nama Niccolo Machiavelli.

Dalam perkembangannya, ia tumbuh menjadi seorang politikus dan memegang peranan penting pada pemerintahan Florence. Namun karena peralihan kekuasaan, ia disingkirkan dari publik dan kemudian berkonsentrasi di bidang penulisan sejarah, filsafat politik, dan drama.

Namun bagi orang-orang setelahnya dan sampai hari ini ia lebih dikenal dengan filosof, terutama dalam bidang politik dan pemerintahan. Salah satu karyanya yang terkenal adalah The Princeatau Sang Pangeran dalam terjemahan Indonesianya, memuat masalah politik dan pemerintahan.Ia terkenal karena nasihatnya yang blak-blakan dalam bidang politk dan pemerintahan. 

Menurutnya, seorang penguasa yang ingin tetap berkuasa dan memperkuat kekuasaannya haruslah menggunakan tipu muslihat, licik dan dusta, digabung dengan penggunaan kekejamandan penggunaan kekuatan.Satu sisi ia dikutuk oleh banyak orang sebagai bajingan yang tak bermoral. Namun di sisi lain, ia dipuja oleh sebagian orang karena realis tulennya yang berani memaparkan keadaan dunia apa adanya.

 Dia menjadi salah satu dari sedikit penulis yang hasil karyanya begitu dekat dengan studi, baik filosof maupun politikus.

Secara garis besar, benang merah yang dapat ditarik dari teori politik dan pemerintahan yang ia tulis dalam The Prince (Sang Pangeran) adalah bagi seorang pemimpin atau raja hendaklah:

Pertama, perlu diadakan tindakan-tindakan yang keras pada rakyat sehingga menimbulkan penderitaan yang besar bagi rakyat tersebut dengan tujuan agar rakyat tidak melawan kepada penguasa.

Kedua, apabila suatu negara yang baru saja direbut, dan rakyatnya sudah terbiasa hidup bebas dan mengikuti hukum, maka cara yang lebih baik untuk mempertahankan kekuasaan adalah menghancurkan kota itu. Karena kalau tidak maka sang penguasa akan mengalami kesulitan dan bukan tanpa disadari ia akan hancur sendiri.

Ketiga, ada dua cara untuk menjadi penguasa di wilayah baru, yaitu melalui kemampuan sendiri dan karena faktor nasib mujur. Dalam usaha sendiri, langkah yang bisa ditempuh adalah menciptakan kerusuhan, membuat negara berontak sehingga ia memperoleh kekuasaan dengan aman dari sebagian negara yang sudah dikuasai penguasa lain.

Keempat, dalam hal persekutuan dengan penguasa lain terutama dalam rangka mencapai suatu tujuan, maka sah-sah saja menggunakan tipu muslihat karena itu dapat dibenarkan untuk melanggengkan jalan menuju kekuasaan.

Kelima, ketika penguasa menggunakan kekuatan perang asing atau bayaran, maka setelah perang usai maka seharusnya pasukan bayaran itu dibantai habis. Kejahatan itu diperlukan demi keselamatan negara, karena jika ia menampakkan kebaikan, justru akan membahayakan dan membawa kehancuran.

Keenam, seorang raja tidak perlu bermurah hati untuk membuat dirinya tersohor, kecuali kalau ia mempertaruhkan dirinya. Karena jika itu dilakukan maka ia akan menjadi rakus dan menghindari dirinya dari kemiskinan, sehingga ia dibenci oleh rakyatnya. (Machiavelli:2008)

Machiavellism 

Konon, dalam sejarah dunia, ada begitu banyak penguasa yang mengikuti teori kepemimpinan ala Machiavelli. Seperti Napoleon, Stalin, Hitler, Benito Mussolini, Slobodan Milosevic, Pinochet, hingga Pol Pot, merupakan tokoh-tokoh yang mengambil langkah radikal dalam kepemimpinannya untuk bertahan pada tampuk kekuasaan.

Mussolini memuji-muji Machievalli di depan umum sebagai tokoh inspirator  dan memilih subjek thesis untuk memperoleh gelar doktornya. 

Sementara Napoleon sendiri menyimpan bukuThe Prince di bawah bantalnya agar dapat dibaca dengan berulang-ulang. (Trijaji: 3: 2008).  Hingga nantinya mengilhaminya untuk melancarkan serangan ke berbagai negeri yang membuat Perancis menjadi salah satu negara paling ditakuti. Untung saja Napoleon lebih bijak dan selektif dalam penerapannya sehingga ia tidak menjadi pemimpin yang brutal.

Namun sayang, empat Abad kemudian, buku ini menjadi pegangan Hitler, Musolini dan Stalin. Kita sudah tahu akibatnya. Hitler mempelopori PD II yang membunuh puluhan juta orang. Musolini berkoalisi dengan Hitler, sementara Stalin membunuh jutaan rakyatnya.

“Machiavelli” Ala Soeharto, Khadafy, Husni Mubarok, Zainal Abidin Bin Ali

Teori kepemimpinan yang diusung oleh Machievelli merupakan salah satu model kepemimpinan yang banyak digunakan oleh para pemimpin diktator, yang nantinya menginspirasikan penyebutan untuk para diktator oleh publik dengan istilah “Machiavellis”.

Menurut Machiavelli, penguasa itu mepunyai dua pilihan, yaitu pilihan untuk dicintai atau ditakuti. Tapi kedua pilihan itu tidak boleh disandang sekaligus, karena lebih mudah bagi seorang penguasa adalah ditakuti, bukan dicintai.

 Apabila penguasa memilih untuk dicintai maka ia harus siap-siap untuk mengorbankan kepentingan demi rakyat yang mencintainya.Dalam sejarah modern indonesia, Presiden kedua bangsa ini, Soeharto,  memegang tampuk kekuasaan selama 32 tahun (1968-1998) setelah Partai Komunis Indonesia gagal melakukan kudeta di negeri ini. 

Bagi rakyat Indonesia, sosok Soeharto merupakan tokoh dan pemimpin yang dicintai sekaligus dibenci rakyatnya sebagaimana pemikiran Machiavelli. Tokoh-tokoh oposisi tidak diberikan ruang gerak demi melanggengkan jabatannya.

Beberapa tahun setelah lengsernya kekusaan Soeharto, pada kawasan Afrika Utara lengser pula sosok semacam Khadafy, Mantan Presiden Libya yang memerintah selama 41 tahun, Husni Mubarok, mantan Presiden Mesir yang memerintah selama 30 tahun, dan Zainal Abidin Bin Ali, mantan Presiden Tunisia yang telah memerintah selama 23 tahun.

Jika dalam sejarah bangsa Indonesia, Soeharto dilengserkan secara paksa oleh rakyatnya sendiri yang sudah muak dengan gaya kediktatorannya. Sementara Khadafy juga diturunkan secara paksa dan dibunuh oleh rakyatnya sendiri setelah membantai ribuan rakyatnya dengan tank-tank, bom-bom, dan peluru-peluru. Husni Mubarok dan Zainal Abidin Bin Ali juga dilengserkan secara paksa oleh rakyatnya sendiri yang juga karena sudah muak atas kediktatorannya.

Namun apakah Soeharto, Khadafy, Husni Mubarok, dan Zainal Abidin Ali pernah mempelajari Filsafat yang dibangun Machiavelli? Jawaban yang pasti penulis sendiri tidak dapat menyakini, namun tindak tanduk beliau semasa kepemimpinannya dapat kita lihat dan sebagaimana yang telah Machiavelli jelaskan dalam beberapa point di atas.

Saturday, May 23, 2015

PETISI RAKYAT ACEH UNTUK SELAMATKAN ROHINGYA

ACEH,  Aliansi Masyarakat Aceh Peduli Rohingya, Jumat (22/5/2015) mengeluarkan petisi menekan masyarakat internasional peduli terhadap nasib bangsa Rohingya yang terusir dari negaranya.

Sebagaimana di beritakan SERAMBINEWS.COM, Koordinator Aliansi Masyarakat Aceh Peduli Rohingya, Basri Effendi kepada Serambinews.com, Jumat malam mengatakan, kondisi saat ini mewajibkan komunitas internasional, terutama para pemimpin negara- negara ASEAN dapat menekan Pemerintah Myanmar untuk menghentikan tindakan brutal terhadap bangsa Rohingya.
Menurutnya, bangsa Rohingya telah mendiami wilayah Arakan sejak abad ke 15 Masehi. Namun sejak kemerdekaan Myanmar pada 1948, Pemerintah menolak Rohingya sebagai bagian dari negara dan memarjinalisasi mereka secara sistematik.
"Teror ini mendorong ratusan ribuan etnis Rohingya lari dari tanah airnya atas alasan keamanan diri dan berusaha meminta pertolongan kepada masyarakat internasional, terutama negara-negara ASEAN, termasuk ke negeri kami di Aceh, " ujar Basri.
Berikut Petisi Masyarakat Aceh Peduli Rohingya:
1. Masyarakat internasional dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) harus lebih berperan aktif dalam menghentikan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya, dan melaksanakan mekanisme hukum internasional untuk menindak para aktor dibelakang krisis kemanusiaan ini.
2. Pemerintah negara-negara ASEAN harus berdiri bersama-sama menentang pelanggaran HAM terhadap minoritas muslim Rohingya di Myanmar.
3. PBB dan ASEAN harus memberikan sanksi tegas terhadap siapapun yang melakukan pelanggaran HAM bagi etnis Rohingya
4. Pemerintah negara-negara ASEAN harus menekan Pemerintah Myanmar untuk menghentikan segala tindakan yang menyebabkan krisis kemanusiaan ini dan menghormati hak-hak etnis Rohingya atas tanah/properti serta akses pelayanan publik yang adil. Jika tidak, maka Pemerintah negara-negara ASEAN akan menghentikan segala agenda investasi dan ekonomi dengan Myanmar.
5. Dalam jangka pendek, bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh Pemerintah dan masyarakat Aceh dalam penanganan pengungsi Rohingya harus mendapat dukungan dari segala pihak. Tidak seorang pun pengungsi Rohingya yang ditemukan dalam wilayah negara-negara ASEAN akan ditolak. Kehadiran organisasi kemanusiaan internasional harus didukung oleh segenap pihak untuk membantu para pengungsi dalam koordinasi yang erat antara Pemerintah Aceh dan Aliansi Masyarakat Aceh untuk Rohingya.
6. Dalam jangka panjang, Pemerintah Myanmar harus memberikan izin bagi organisasi kemanusiaan, terutama yang berasal dari negara- negara ASEAN untuk: (i) memberi bantuan kemanusiaan bagi etnis Rohingya untuk mendapatkan kembali tanah dan properti mereka; (ii) mengizinkan organisasi kemanusiaan internasional untuk membantu reintegrasi etnis Rohingya dengan etnis lainnya di Myanmar; (iii) mengizinkan organisasi kemanusiaan dalam memberikan perlindungan sipil untuk memitigasi segala risiko terhadap krisis kemanusiaan di masa mendatang; (iv) menyediakan akses kepada organisasi internasional yang relevan, dalam mengambil tindakan untuk menghentikan segala aksi kekerasan dan militer yang dapat melanggar Hak azasi manusia, dan; (v) menuntut Pemerintah Myanmar agar memberikan hak kewarganegaraan dan keadilan bagi etnis Rohingya sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan demokrasi.
Tertanda, yang berkumpul di Aliansi :
 Pemerintahan Aceh,  KAMMI Aceh, PAHAM Aceh, MAPESA, Aceh Fulbright Association, PII, HMI, PUKAT, Aceh Love Rohingya, KWPSI, IMM, FPMPA, HIMMAH, BKPRMI Aceh, Dema UIN Ar Raniry, BEM Unsyiah, FSLDK Aceh, DDII Aceh, KSDA, Himapalsa, The Globe Journal, Serambi Indonesia, Portal Satu, OZ Radio, @Acehinfo, @iloveaceh, Komunitas Blogger, IKAT-Aceh, Darah Untuk Aceh, PKPU, Remaja Mesjid Raya Baiturrahman, Kaukus Pemuda Peduli Aceh, IKAPDA, KNSR, Aceh People's Forum (APF).

Friday, May 22, 2015

RAMADHAN CS, SERUKAN PENOLAKAN TERHADAP DUBES MYANMAR


            Terkait wacana kedatangan Dubes Myanmar yang akan mengunjungi para pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh setelah melarikan diri dari negerinya karena mendapatkan penindasan dari kelompok teroris Budha dan tidak mendapatkan perlindungan dari negaranya yang dikuasai oleh "pengecut" Militer, para netizen di Aceh dengan lantang menyerukan untuk menolak kedatangan Dubes Myamar tersebut, berbagai tanggapan yang bernada kecamanpun menyeruak, misalnya Muhammad Ramadhan Al-Faruq Aceh melalui laman Master Ramadhan  menuliskan "Saya menduga kunjungan dubes Myanmar ke Aceh malah akan membuat pengungsi Rohingya tersakiti.
Betapa tidak? Jelas-jelas dalam kasus Rohingya pemerintah myanmar melakukan pembiaran dan bahkan "juga" ikut membantai warga negaranya sendiri (yang ditolak untuk diakui)".
sementara Menurut Mantan Wali Kota Sabang Munawar Liza Zainal "Pendatang Rohingya yang terdampar ke Aceh, diduga keras melarikan diri untuk menyelamatkan nyawa mereka yang terancam di Myanmar, dan di sana negara berdiam bahkan turut terlibat dalam pembantaian atas etnis tersebut, Ada berita, pemerintah Myanmar yang pengecut itu mau mengirimkan duta besarnya untuk Indonesia untuk mengunjungi pengungsi Rohingya, Munawar Liza melanjutkan "Saya yakin, kunjungan dubes tersebut sangat berbahaya kepada pengungsi, membuat mereka trauma dan justru membahayakan saudara-saudara para pengungsi yang mungkin masih tinggal di sana
Saya dulu pernah menolak permintaan kedubes Myanmar yang hendak mengunjungi pengungsi di Sabang, dan hanya membolehkan UNHCR dan IOM serta lembaga-lembaga internasional untuk bertemu dengan pengungsi. Hanya dubes Amerika Serikat yang kami bolehkan, sebab waktu itu mendukung agar pengungsi tidak dipulangkan"
Senada dengan itu Menurut Nur Djuli "Bahkan kalau bisa Rakyat Aceh sambut dubes Myanmar dengan demo besar dan jangan biarkan menginjak tanah Aceh. Dr. Zaini agak pelupa orangnya. Beliau bahkan sudah minta PemRi, ketika jumpa Pak Murdoko, supaya pengungsi Myanmar segera dipulangkan. Kalau Dr. Z dulu di Semenyih,Malaysiakini, bukan di Singapore sebelum ke Sweden, mungkin beliau akan merasa bagaimana "pemberontak" diperlakukan ketika dipulangkan. Beliau harus baca Rumah Gedung (Karya istri Dr. Otto Syamsuddin Ishak) supaya bisa teringat kembali sedikit.

SOLUSI UNTUK ROHINGYA!
KINI kita kedatangan lagi tamu istimewa, warga etnis Rohingya yang teraniaya dan terusir dari negara Myanmar. Mereka tidak pandai berpolitik, miskin sumber daya manusia dan sumber daya alam. Ini adalah persoalan yang sangat menyulitkan kita semua, karena menyangkut hubungan antar-bangsa, problem internasional dan etika kemanusiaan. Meskipun demikian kita patut curahkan pikiran untuk mengatasi persoalan ini.
Opsi lokalisasi penduduk etnis Rohingya atau hidup berbaur dengan orang Aceh, saya pikir tidak akan menyelesaikan masalah, karena akan terjadi perpindahan penduduk Rohingya dalam skala besar. Selain itu juga akan menghapuskan legislasi status kependudukan etnis Rohingya di Myanmar. Tapi mengajak duek pakat atau menggelar konferensi internasional membicarakan persoalan ini adalah efektif untuk dilakukan, dan Aceh akan bertindak sebagai fasilitator.
Selain itu kita perlu mendesak Myanmar untuk menyelesaikan persoalan ini, karena di tangan merekalah masalah akan terselesaikan. Mendesak Myanmar bisa dilakukan dengan cara kerja sama ASEAN, memberikan sanksi tegas kepada Myanmar, memutuskan hubungan bilateral dan mengeluarkannya dari keanggotaan ASEAN.
Para mahasiswa, Ormas dan Pegiat HAM di Aceh harus menggalang kekuatan untuk melakukan usaha di atas, membuat konferensi internasional dan melakukan unjuk rasa. Sejujurnya persoalan ini perlu langkah tegas dan praktis, karena kalau hanya memberikan tempat tinggal sementara, lalu memulangkan kembali mereka ke Myanmar, tanpa kepastian, tahun selanjutnya mereka akan terdampar lagi.
Saya pikir, saat ini Aceh telah menjadi tuan rumah untuk melakukan agenda ini, kita perlu berkontribusi langsung kepada dunia. Jangan hanya bersikap apatis dan menunggu uluran tangan internasional saja, seperti selama ini terjadi. Persoalan ini adalah jangka panjang. Jika saja kita mampu menyelesaikan persoalan ini, maka ke depan Aceh akan berwarna lebih cerah lagi di mata internasional. Semoga pemerintah Aceh mengambil sikap tegas dan futuristik. Hal ini diutarakan oleh Syamsul Bahri Al-Mardawy yang dikenal peduli terhadap perkembangan social di Aceh.

Sumber: MASTERRAMADHAN

Tuesday, May 19, 2015

TERKAIT ROHINGYA CUT NYAK DHIEN PUNYA GIGI, KARTINI PUNYA NAMA, ACEH MENERIMA, INDONESIA MENOLAK.

ACEH PUNYA SUSU INDONESIA PUNYA NAMA (TERKAIT ROHINGYA)
ACEH MENERIMA, INDONESIA MENOLAK.

Sebagaimana diberitakan REPUBLIKA.CO Jumlah pengungsi Rohingya yang berada di Indonesia hingga kini telah mencapai 11.941 jiwa. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsoedi mengatakan, karena hal itu Indonesia dipuji oleh Deputi Sekjen PBB Jan Eliason. "Ini mendapatkan apresiasi dari deputi sekjen PBB yang melakukan komunikasi dengan Kemenlu pada hari Minggu sekitar pukul 9.30-10.00 WIB pagi hari," ujarnya usai mengikuti sidang kabinet di Kantor Presiden, Selasa (19/5).
Retno menilai, bantuan yang telah diberikan Indonesia terhadap hampir 12 juta pengungsi Rohingya itu sebenarnya telah melebihi dari apa yang seharusnya dilakukan. Sebab, Indonesia bukan negara yang menjadi bagian dari Convention of Refugee tahun 1951. Terlebih, tragedi kemanusiaan Rohingya ini bukanlah tanggung jawab Indonesia semata. Retno mengatakan, pengungsi Rohingya merupakan isu internasional sehingga membutuhkan kerjasama semua pihak untuk penyelesaiannya. Dalam penyelesaian kasus ini, sambung Retno, Indonesia menginisiasi adanya prinsip berbagi tugas dan tanggung jawab antara negara asal, negara transit dan negara yang menjadi tujuan para pengungsi. "Tentunya kita melibatkan organisasi internasional seperti UNHCR dan IOM untuk membantu kita menyelesaikan isu ini," kata Retno.
ACEH MENERIMA, INDONESIA MENOLAK.
Ini jelas-jelas Indonesia hanya carai muka, padahal realitas dilapangan menunjukkan bahwa INDONESIA terang-terangan menolak menerima dan membantu para pengungsi dari Rohingya tersebut.
Sebagaimana diberitakan situs Acehcyber.com Angkatan Laut TNI-AL perketat patroli di kawasan laut di Sumatera untuk menghadang kedatangan imigran Rohingya, sebaliknya para sesepuh di Aceh meminta nelayan untuk terus menyelamatkan mereka yang butuh pertolongan di laut. Juru bicara TNI Fuad Basya menjelaskan lansir BBC Indonesia, kalau patroli diperketat sebagai tanggapan atas peningkatan gelombang pengungsi asal Myanmar dan Bangladesh ke Indonesia. Fuad mengatakan peningkatan patroli dilakukan dengan tiga kapal dan pesawat pengintai.
“Kami meningkatkan patroli tapi kemudian mereka menggunakan modus baru dengan menurunkan para penumpang di laut seperti yang terjadi di Langsa itu,” jelas Fuad.
Dia mengatakan sikap TNI masih tetap menolak kedatangan pendatang illegal yang akan memasuki perairan Indonesia, tetapi juga tak mengabaikan sisi kemanusiaan jika ada yang membutuhkan pertolongan di laut
Sesepuh serukan bantuan
Bagaimanapun nelayan Aceh merasa terpanggil untuk membantu para pengungsi yang sebagian merupakan umat Islam Rohingya dari Myanmar. “Kami mendengarkan teriakan Allahu Akbar dan sebagian laki-laki terjun ke laut, untuk mencapai kapal kami,” jelas Ar Rahman salah seorang nelayan Dia mengatakan ratusan pengungsi berada di kapal yang oleng ketika dia dan nelayan lainnya mencapai lokasi setelah menerima informasi dari radio komunikasi antar pelaut.
Hampir 700 pengungsi ini merupakan kelompok kedua yang terdampar di Indonesia, setelah sebelumnya hampir 600 orang Rohingya Myanmar dan Bangladesh diselamatkan nelayan di Aceh Utara. Salah seseorang sesepuh nelayan Aceh -yang dijuluki Panglima Laut- Yahya Hanafiah mengatakan meminta para nelayan Aceh untuk menyelamatkan para pengungsi yang terdampar di laut.
“Kami meminta nelayan di Aceh untuk menyelamatkan mereka demi kamanusiaan, karena hidup kita berputar, nanti kita yang membutuhkan (bantuan),” jelas Yahya.
Ratusan pengungsi yang ditempatkan di gudang Pelabuhan Kuala Langsa Aceh ini berasal dari kapal yang terombang ambing di laut setelah ditolak masuk ke Indonesia dan Malaysia oleh Angkatan Laut kedua negara.

HEHE…

Sunday, May 17, 2015

PROYEK MINYAK DAN TERUSIRNYA ROHINGYA DAN BERKIBARNYA BINTANG BULAN

Mencermati “Tragedi Kemanusiaan” di Myanmar dari Perspektif Geopolitik
Penulis : M Arief Pranoto, Research Associate Global Future Institute
Memotret tragedi di Arakan, Myanmar, sekali-kali jangan memakai cara pandang lazimnya. Apalagi disikapi sekedar “perang agama” (Islam versus Budha), atau konflik etnis semata (Rohingya versus Rakhine) di antara sesama warga Arakan sendiri.
Ya, menelaah cleansing (pembersihan) etnis ---istilah Hendrajit--- Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI), di sebuah negeri yang dulu bernama Birma itu, jangan pula dialihkan saling tuduh etnis mana yang kali pertama menyerang, atau didangkalkan karena dugaan pemerkosaan seorang wanita pemeluk Budha (suku Rakhine) oleh warga Rohingya (Muslim), dan lain-lain.  
Isyarat Hendrajit dari GFI, kasus Arakan mirip konflik di Ambon dulu. Pemicunya masalah kriminal kemudian dipolitisasi sehingga membesar menjadi konflik komunal. “Untuk itu harus dipahami skema besarnya”. Yang sesungguhnya terjadi adalah cleansing masyarakat.
Kalau melihat skema konflik mengarah pada konflik peradaban, selain mengorbankan warga masyarakat juga membenturkan peradaban. Dan kebetulan dalam konteks di Arakan ini yang memang kondusif adalah isu agama, kata Hendrajit ketika diwawancarai oleh IRIB, Iran (17/7/2012).
Merujuk uraian sekilas di atas, menurut hemat penulis titik tolak setiap telaah terhadap kasus ini mutlak harus diawali dari asumsi umum pada konstalasi politik, bahwa konflik lokal merupakan bagian dari konflik global. Rumor menyebut peristiwa di Arakan itu bukannya konflik biasa, tapi merupakan bencana atau tragedi kemanusiaan. Embrionya sudah terbenam lama. Di internal sendiri contohnya, meski ia bagian dari elemen bangsa Myanmar, Rohingya tidak diakui sebagaimana suku-suku lain. Berbeda dengan suku Bamar, Karken, Kayah, Arakan (disebut Rakhine), Mon, Kachin dan Chin yang hidup sebagaimana kelaziman warga negara. Entah kenapa, kebijakan pemerintah bertahun-tahun menolak kewarga-negaraan justru di tempat kelahirannya yang telah turun-temurun. Ia dianggap imigran ilegal asal Bangladesh. Adanya pembatasan gerak, tidak diberi kepemilikan hak atas tanah, perlakuan diskriminasi pendidikan serta layanan publik, dan lain-lain. Akhirnya Rohingya seperti kaum yang tidak memiliki negara atau stateless.
Dibuang pemerintah
Terkait gelombang pengungsi, sikap pemerintah malah membiarkan. Sontoloyo! Tengoklah statement Presiden Thein Sein seperti “membuang” warganya sendiri. “Myanmar akan mengirim kaum Rohingya pergi, jika ada negara ketiga yang mau menerima mereka, kami akan mengambil tanggung jawab atas suku-suku etnik kami, tapi tidak mungkin menerima orang-orang Rohingya yang masuk secara ilegal, yang bukan termasuk etnik Myanmar", kata Sein kepada Antonio Guterres, Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi (14/ 7/2012).
Kepala Komisi Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Nasional Majelis Iran, Alaeddin Boroujerdi mengatakan, kurangnya reaksi dari Dewan Keamanan (DK) PBB dan Organisasi Kerjasama Islam atas bencana tersebut tidak dapat diterima (21/7/2012).
Mundur sejenak dari catatan di atas, jika menyimak asymmetry strategy (strategi non militer) yang kini tengah gencar-gencarnya dikembangkan oleh Amerika Serikat (AS), kondisi masyarakat serta model kebijakan warga semacam Rohingya di Myanmar, tertandai sebagai archilles (akiles) atau disebut titik kritis yang dapat “diletuskan” sewaktu-waktu karena embrio konflik memang melekat pada sistem sosial. Ini yang mutlak dicermati bersama.  Tulisan sederhana ini mencoba menguak permasalahan di Arakan bukan dari “apa yang terjadi” melainkan menelusuri mengapa cleansing etnis tersebut terjadi dikala tunas-tunas HAM serta demokrasi konon bermekaran pasca bebasnya Aung San Suu Kyi, tokoh pro-demokrasi sekaligus penerima Nobel Perdamaian. Janggal rasanya ketika Suu Kyi telah bebas dari rumah tahanan selama 15 tahun, justru tragedi kemanusiaan terjadi di depan matanya.
Sekjen OKI, Ekmeleddin Ihsanoglu sampai melayangkan surat mendesak Suu Kyi agar memainkan peranan positif untuk membantu mengakhiri kekerasan terhadap komunitas Rohingya Muslim di negaranya. "Sebagai seorang Peraih Nobel Perdamaian, kami yakin bahwa langkah pertama dari perjalanan Anda dalam menciptakan perdamaian di dunia, dimulai dari negara anda terlebih dulu," ungkap Ihsanoglu dalam suratnya.
Sesuai judul di muka, kenapa geopolitik dipilih sebagai perspektif dalam rangka menganalisa kasus ini, oleh sebab selain tua dan merupakan takdir suatu negara, kajian geopolitik tidak sebatas membahas di atas permukaan (subsurface) namun menelusuri what lies beneath the surface, apa yang terkandung di bawah permukaan. Termasuk melihat hal tersirat dari yang tersurat.  Sebelum melangkah jauh, perlu dikenalkan dahulu tentang geopolitik walau secara sekilas. Menurut beberapa pakar seperti Prof Friedrich Ratzel (1844-19040), Prof Rudolf Kjellen (1864-1922) dan Sir Halford Mackinder (1861-1961), benang merah geopolitik memiliki kesamaan esensi yaitu:  “It must be regarded as a science bordering on geography, history, political science and international relations. The politican, the military planner and the diplomat can use geopolitic s as a method to analyze how geographical factors can be of importants when planning, geopolitics as the destiny”.Sebuah kombinasi dari faktor politik dan geografis yang memberikan ciri terhadap suatu negara atau wilayah tertentu (Purbo S. Suwondo, Teori Strategi, PKN UI, 30 Juni 2011).
Geopolitik adalah sebuah takdir. Dalam perspektif geopolitik, Pak Purbo mengisyaratkan perlu telaah secara cermat atas “ciri khas” berkenaan dengan geografis serta dinamika politik. Artinya geopolitik suatu negara bisa jadi kekuatan atau justru kelemahan, menjadi peluang atau malah menjadi ancaman. Tergantung bagaimana mengelola.Dan agaknya, dinamika politik di era globalisasi kini melahirkan realitas kembar yang tidak terpisahkan, yakni: geopolitik dan geo-ekonomi. Artinya bicara geopolitik tidak akan lepas dari bahasan geo-ekonomi pula. Sedang geo-ekonomi itu sendiri menurut Pak Purbo, adalah kombinasi faktor ekonomi dan geografis yang berkaitan dengan perdagangan internasional. Sesuatu yang ditandai oleh kondisi ekonomi atau politik yang dipengaruhi oleh faktor geografis dan eksis atau dilakukan di tingkat internasional.Oleh karena itu memahami “tragedi kemanusiaan” di Myanmar, mutlak harus dimulai dari penemuan gas bumi di Shwe (emas) Blok A1-Teluk Bengal sekitar dekade 2004. Inilah ciri menonjol sebagaimana isyarat Pak Purbo tadi, dimana ketiga pakar geopolitik manca negara (Ratzel, Kjellen dan Mackinder) pada abad ke-19 menyebutnya sebagai “takdir”. Myanmar itu kaya minyak dan gas bumi.  Tatkala prakiraan deposit gas mencapai 5,6 triliun kubik yang tidak akan habis dieksploitasi hingga 30-an tahun, maka semenjak itulah bentangan pantai sepanjang 1.500 km antara Teluk Bengal - batas laut Andaman, Thailand menarik perhatian negara-negara. Tercatat Cina, Jepang, India, Perancis, Singapura, Malaysia, Thailand, Korsel dan Rusia menyerbu Myanmar untuk eksplorasi serta eksploitasi penemuan tersebut, kecuali AS agak belakangan.
Tumben Uncle Sam lambat-lambat padahal biasanya sangat agresif. Tetapi akhirnya diketahui ia pun ikut sharing via Chevron (AS) dan Total, Perancis.Yang patut dicatat dalam “penyerbuan ke Myanmar” ialah geliat Cina. Tekadnya membangun pipa sepanjang 2.300 km dari pelabuhan Sittwe, Teluk Bengal sampai Kunming, Cina Selatan.
Luar biasa! Jika kelak pipanisasi seharga 3 miliar dolar AS itu selesai, niscaya seluruh impor minyak dari Timur Tengah dan Afrika cukup dipompa melalui Sittwe ke salah satu kilangnya di Kunming.
Lim Tai Wei, analisis dari Institute of International Affairs, Singapura mengatakan, apabila proyek itu selesai maka geopolitik di Asia Tenggara bakal berubah, terutama dalam hal distribusi minyak. Ibarat memangkas jarak pelayaran sejauh 1.820 mil laut (World Politics Review, 21/8/2006), bahkan lebih dari sekedar memangkas jarak, modal transportasi import minyak Cina dalam jalur sangat aman dan lebih murah.Pintarnya Cina, selain memanfaatkan pertemuan antar negara-negara di Tepian Sungai Mekong atau sering disebut Greater Subregion Mekong (GSM) di Viantine, Laos (30/3) tentang kerjasama ekonomi, sosial, infrastruktur, jalan, irigasi dan pembangkit tenaga listrik, ia juga membangun jalan raya trans-nasional menghubungkan Bangkok dan Yunan dengan dukungan Bank Pembangunan Asia. Mekong memang sungai lintas negara. Alirannya melewati Tibet, Yunnan, Cina - Myanmar - Thailand - Laos - Kamboja dan Vietnam sepanjang 795.000 km.
Pada pertemuan GSM sepakat membangun jalan darat sepanjang 1800 km dari Kunming, China menuju Bangkok, Thailand.
Secara geo-ekonomi, karena kedekatan geografis interaksi di forum GSM saling menguntungkan. Sedang aspek geopolitik di satu sisi, khususnya bagi Cina dan Rusia yang berkepentingan atas pasokan gas dan mineral dari Myanmar, walau Rusia sendiri sebenarnya negara net oil exporter, sementara di sisi lain, Junta Militer Myanmar membutuhkan persenjataan dari kedua negara.
Tak boleh dipungkiri, oil and arms interest di antara mereka ternyata sudah berjalan puluhan tahun. Ini persis “recycle petrodollar”-nya Henry Kisinger di Arab Saudi Cs. Kemiripan dua kebijakan dalam ujud riilnya bahwa Cina, (Rusia) dan AS membutuhkan minyak, sementara Myanmar dan Arab Saudi Cs memerlukan senjata guna menciptakan stabilitas dalam negeri serta menghadapi ancaman kawasan.
Dekade 1990-an, Cina memasok 100 tank ukuran sedang, 100 light tank, 24 unit pesawat tempur, 250 kendaraan militer, sistem peluncur roket, howitzer, senjata anti pesawat terbang, dan keperluan militer ke Myanmar lainnya. Empat tahun kemudian, Myanmar memesan lagi kapal perang, helikopter, senjata ringan dan artileri. Hal ini ditambah pengiriman 200 truk militer dan 5 kapal perang baru serta kerjasama program pelatihan militer tahun 2002. Dan tahun 2005, dikirim lagi 400 truk militer untuk melengkapi 1500 truk yang dipesan oleh Myanmar.
Rusia tak mau ketinggalan, ia juga penyuplai senjata ke Myanmar. Data terbaru menunjukkan tahun 2002, Myanmar memesan 8 unit pesawat MiG-29 B-12 serta menyewa pelatih pesawat tempur dengan total nilai US$ 130 juta. Dan sejak 2001, Departemen Pertahanan dan Departemen Ristek mengirimkan lebih dari 1500 teknisi mengikuti pelatihan di Rusia. Bahkan lebih dari itu, Myanmar menandatangani program penelitian kapasitas berbasis reaktor nuklir dengan Rusia.Dan pada bulan April 2004, mereka kembali melakukan kesepakatan selain minyak dan gas bumi, juga kerjasama penanggulangan obat-obat terlarang, trafficking, dan kesepakatan dalam hal menjaga informasi rahasia. Di samping kerjasama-kerjasama tersebut, perusahaan Rusia dan India (15 September 2006) menandatangani kontrak perjanjian bagi hasil dengan perusahaan nasional atau BUMN Myanmar untuk eksplorasi dan penambangan ekstraksi mineral di Mottama Offshore Block M-8.
Dua perusahaan Cina menandatangani kontrak mengelola eksplorasi minyak dan gas pada Blok M di Kyauk-Phru Township dan Blok A-4 di Arakan State. Selain itu telah pula ditandatangani MoU antara Petro Cina dengan junta militer Myanmar (7 Desember 2005) untuk membangun saluran pipa dari Arakan, Myanmar ke Provinsi Yunan di Cina. Ada kontrak bagi hasil eksplorasi antara Kementerian Energi Myanmar dengan perusahaan Cina di Blok No C-1 (Indaw-Yenan Region) dan Blok No C-2 (Shwebo-Monywa Region).
Selain Cina, memang ada perusahaan nasional Korea Selatan juga memiliki ijin eksplorasi minyak dan gas lepas pantai.
Pada mapping geopolitik dan geo-ekonomi di atas, terlihat bahwa Rusia dan Cina lebih unggul dalam segala hal bahkan mendominir dibandingkan negara-negara lain. Uncle Sam tertinggal dalam kompetisi ---perebutan--- ladang-ladang minyak dan gas alam di Myanmar. Selain gagal menerobos struktur domestik, ia kalah dalam mengakses ke Junta Militer. Kelompok Barat, dalam hal ini Perancis dan AS melalui Total hanya menguasai tambang di Adanna, sementara Cevron cuma memiliki 28% saham atas tambang tersebut. Betapa jauh konsesi yang diperoleh AS bila dibanding dengan negara-negara lain, terutama Cina dan Rusia.
AS Cs Vs China Cs
Mencermati pola hegemoni AS selama ini, tak boleh lepas dari kajian strategis Deep Stoat tentang penempatan aspek minyak sebagai Agenda Kepentingan Nasional: “If you would understand world geopolitics today, follow the OIL”.
Dalam beberapa hal, Cina merupakan rival berat AS sedang Beruang Merah belum dipersepsikan pesaing, dengan alasan selain Rusia itu net oil exporter, penyebab lain juga ---usai Perang Dingin--- ditandai runtuhnya Uni Sovyet, bahwa benturan ideologi (komunis versus kapitalis) telah dianggap masa lalu oleh Paman Sam sebab banyak negara kini menerima demokrasi sebagai nilai-nilai universal.
Kenapa Cina dianggap pesaing berat, selain konsumsi minyaknya sudah separuh di pasar internasional, juga dari waktu ke waktu kompetisi keduanya kerapkali berlangsung ketat dalam penguasaan sumber-sumber minyak di berbagai negara. Itulah penyebab utama.
Membuat perbandingan bangkitnya Beruang Merah dan Negeri Tirai Bambu dari prospektif ancaman hegemoni AS, sepertinya Cina dianggap lebih membahayakan Kepentingan Nasional (minyak) AS.
Sekali lagi, selain karena konsumsi minyak, banyak faktor lain dalam perkembangan Cina layak dianggap ancaman, seperti pertumbuhan ekonomi, militer, budaya dan lain-lain.
Dalam perspektif hegemoni AS memang, siapapun negara yang berpotensi menjadi pesaing harus dibendung dari luar serta dilemahkan dari sisi internal dengan segala cara.
Berbagai dokumen Pentagon menguak, bahwa persaingan antara Cina dan AS semakin kuat mengental. Project for The New American Century and Its Implications(PNAC) 2002 misalnya, memprediksi persaingan antara AS-Cina meruncing 2017 serta konfrontasi terbuka mungkin tak bisa dielakkan. Kemudian dokumen National Inteligent Council (NIC) 2004  bertajuk Mapping The Global Future, dimana salah satu ramalan adalah Dovod World: “Kebangkitan ekonomi Asia, dengan China dan India bakal menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia”, dan lain-lain.
Setidaknya sejak kejadian WTC 11 September 2001, AS dan sekutu mendorong militerisasi di Selat Malaka dengan menggandeng militer laut India, Australia, Singapura, Jepang, Thailand dan lain-lain untuk latihan perang-perangan, dengan alasan sebagai kesiapan menanggulangi terorisme global. Bahkan Leon Panetta, Menhan AS menegaskan terus memperkuat posisi di Asia Pasifik dengan cara mengerahkan sebagian besar kapal perangnya di wilayah ini hingga 2020. "Di 2020 Angkatan Laut akan menambah pasukannya dari hari ini pembagian sekitar 50-50% antara Pasifik dan Atlantik menjadi 60-40 antara kedua samudera itu," katanya. Sebanyak 60% armada tempur akan dikerahkan ke wilayah Asia Pasifik sesuai dengan strategi baru AS untuk menguasai Asia, selaras dengan statemen Barack Obama bahwa wilayah Asia Pasifik merupakan “priotitas utama” (2/7/2012).
Cina enteng berpendapat, bahwa militerisasi di Selat Malaka merupakan skenario AS dalam rangka membendung Cina.  
Dalam diskusi terbatas di Forum “Kepentingan Nasional RI” (KENARI) dimentori Dirgo D. Purbo, Ahli Geopolitik dan Geo-Ekonomi, ada asumsi berkembang bahwa conflict is protection oil flow and blockade somebody else oil flow.
Dengar kata lain, peristiwa konflik bagi wilayah yang memiliki “ciri” ---meminjam istilah Pak Purbo di atas--- terutama kawasan kaya minyak dan gas bumi, sering hanya bagian dari modus dan pola kolonialisme guna memasuki kedaulatan negara lain.
Ini mirip paket DHL (Demokrasi, HAM dan Lingkungan hidup). Artinya isu disebarkan dulu ke wilayah target kemudian disusul metode atau modus-modus lain.  
Di Tunisia, Mesir atau Yaman contohnya, isu kemiskinan dan korupsi ditebar duluan setelah itu timbul gerakan massa. Saat itu, kemiskinan dan korupsi adalah akiles atau titik kritis yang diolah menjadi tema gerakan para demonstran. Itulah sekilas tahapan strategi asimetris oleh AS di Jalur Sutra.  
Terkait tragedi kemanusian di Myanmar, Hendrajit, penulis buku Tangan-Tangan Amerika di Pelbagai Belahan Dunia, melihat ada semacam permainan korporasi tertentu berkolaborasi dengan Junta Militer.
Dalam skema global, masyarakat Birma-lah yang sejatinya menjadi korban, atau menjadi obyek semata. Artinya baik melalui HAM, atau berdalih pembiaran, maupun kelak bakal muncul stigma pelanggaran HAM, genosida dan lainnya. Skenario lanjutan kemungkinan memaksa Junta Militer melakukan negoisasi ulang atas berbagai kesepakatan minyak dan gas alam.
Atau dugaan penulis justru melalui Resolusi PBB menghadirkan pasukan asing. Itulah kemungkinan skenario yang bakal dijalankan.Secara substansi, tragedi Arakan hanyalah pemicu belaka, oleh karena skema besar telah dipersiapkan jauh hari.
Artinya bila skenario berjalan sukses, maka ibarat sodokan stick bilyar mengenai bola dua sekaligus.
Pertama, selain penguasaan pipanisasi dan “merebut” kawasan kaya minyak serta gas bumi, seolah-olah pula legal sebab melalui lembaga internasional (PBB);
Kedua ialah membendung Cina dari sisi perairan terutama melalui pelabuhan Sittwe, Teluk Bengal, terkait perebutan hegemoni para adidaya di Laut Cina Selatan.  
Ya, pada akhirnya semakin jelas terbaca bahwa konflik lokal (tragedi Rohingya) ialah bagian dari konflik global (AS versus Cina), sedang Myanmar hanya sebagaiproxy war atau lapangan tempur belaka.Silahkan saudara-saudara mencermatinya! 

BERKIBARNYA BINTANG BULAN

Allahuakbar luar bisa, saluth itulah kata-kata yang pantas terucap ketika melihat orang Aceh berbondong bonding membantu Etnis Rohingya yang terdampar dilaut bebas, ketika negara lain yang katanya sudah berdaulat justru menolak Aceh hadir dan mengulurkan tangan untuk membantu dan menunjukkan solidaritasnya untuk menyelamatkan kehidupan ratusan nyawa etnis Rohingya yang terusir dari tanah kelahirannya, saat Malaysia yang dikenal sudah mapan, Indonesia yang selalu bersuara ingin membela kemanusiaan, singapura yang dikenal sebagai salah satu Negara Asean yang mengalami perkembangan paling pesat bahkan Thailand yang lebih dekat juga menolak kehadiran minoritas yang tertindas tersebut justru Aceh yang masah hidupmorat marit, masih sangat jauh dari mapan dan sejahtera seakan dengan penuh cinta mengulurkan tangannya untuk dan atas nama kemanusiaan.
Tidak peduli aparat TNI (Indonesia) menolak, namun hati dan nurani orang Aceh telah menentukan jalannya sendiri untuk bergegas menyelamatkan kehidupan ratusan manusia lainnya, orang aceh yang sebelumnya sibuk bertikai dan saling menyalahkan antar sesama karena factor kesenjangan sejetahteraan seakan tiba-tiba merasa “merdeka” dan sejahtera, sehingga jiwa solidaritasnya keluar tanpa harus diperintah, Rakyat Aceh tanpa di arahkan dengan sendirinya bersatu, bahu membahu mengambil peran untuk membantu etnis rohingya yang tertindas. Mata Duniapun terbuka, Aceh yang sebelum ini hanya dilihat sebagai bangsa yang “sarat masalah” dan tidak layak dipandang sejajar dengan bangsa merdeka lainnya, tiba-tiba membuktikan bahwa Aceh jauh lebih merdeka dari negara-negara merdeka di belahan bumi manpun.
Betapa tidak? Di tengah jeratan masalah kemsikinan yang terus menghimpit kehidupannya sendiri Aceh dengan begoitu gagah dan semangat mengulurkan tangannya untuk orang lain yang jauh lebih menderita dari ketidak sejahteraan orang Aceh sendiri. Kenapa bisa demikian? Sebenarnya jika kita menilik pada sejarah panjang bangsa Aceh hal ini tidak perlu diherankan, karena Aceh selalu saja dan senantiasa menghadapi masalah demi masalah dalam perjalanan panjangnya, tidak sedikit orang Aceh yang pernah mengalami nasib serupa dengan orang Rohingya, dimana kehidupan mereka tidak “diharagai” hak hidup mereka di tanah airnya di cabut oleh penguasa negara, sebut saja semasa perang masih berkecamuk di Aceh yang membuat ribuan orang Aceh harus meninggalkan tanah airnya demi menyelamatkan hidup, bahkan nama-nama seperti Muzakkir Manaf, Zaini Abdullah hingga Malik Mahmud sekalipun yang peling berkuasa di aceh hari ini pernah “dicabut” hak hidupnya di tanah Aceh, mereka harus mencari perlindungan ke negara dan tanah air orang, bahkan lebih parah lagi Aceh pernah belajar solidaritas dan cara memaknai dan menghargai kehidupan manusia ketika Aceh di hantam Tsunami pada 2004 Silam, di mana tanpa diundang, tanpa mengenal sekat territorial atau bahkan sekat agama sekalipun selauh bangsa yang ada di penjuru dunia telah mengajarkan orang Aceh betapa “kehidupan’ itu sangat bernilai, untuk menyelamatkan kehidupan orang kita tidak harus mengetahui dulu bangsa aman? agama apa? warga negara apa? Hidup tetaplah hidup yang tidak bisa diganti dengan apapun, itulah yang pernah dialami dan dirasakan oleh orang Aceh dalam sejarah panjang penderitaannya, sehingga tidak perlu terkejut ketika nurani orang Aceh tidak dapat di Intervensi dengan kekuatan apapun untuk sebisa mungkin membantu Rohingya yang terancam kehidupannya.
DUA PEMILIK BINTANG BULAN BERGANDEGAN TANGAN
Whell…
Ternyata Aceh tidak sendirian, sebagaiman diberitakan situs Islamedia.com sebuah Lembaga Non Pemerintah atau  Non-Governmental Organization (NGO) Asal Turki İnsani Yardım Vakfı (IHH) telah memberikan bantuanya terhadap para pengungsi Rohingya yang berada di Aceh. Melalui Page Facebook resminya senin (18/5/2015), IHH menampilkan foto relawan yang mengenakan rompi dengan logo IHH yang sedang memberikan makanan terhadap para pengungsi Rohingya. IHH menyebutkan bahwa telah menyalurkan makanan dan dukungan medis terhadap pengungsi Rohingya yang berada di Aceh Indonesia, yang jumlahnya hampir 1000 orang.
Ntah kebetulan atau karena factor apa, yang jelas langkah baik Aceh yang ditentang banyak negara merdeka ternyata bisa menggugah Turkey untuk turut serta mengulurkan tangannya untuk bahu membahu dengan Aceh membantu etnis Rohingya, yang menarik di sini adalah adanya garis kesamaan yang sangat kental antara Turky dengan Aceh selain sama-sama mempunyai rasa solidaritas yang tinggi, Aceh dan turkey juga punya bendera yang sangat mirip yaitu BINTANG BULAN, meskipun di mata dunia Aceh dengan Turky dilihat berbeda namun hari ini dimata Rohingya Aceh dan Turky jauh lebih merdeka dan berdaya bahkan dari Amerika sekalipun, apa lagi dari Malaysia? Thailand? Singapur? Atau bahkan Indonesia? sekalipun.

Ketika BINTANG BULAN mulai menunjukkan eksistensinya di mata Dunia maka sudah barang tentu ada yang terjangkiti perasaan Gelisah, Galau dan Mendekati-Merana, siapakah dia?

ARTIKEL TERKAIT:
ROHINGYA ADALAH UJIAN RASA KEMANUSIAN ORANG ACEH
ABAIKAN PENGUSIRAN ROHINGYA, PBB "ANJING" AMERIKA?

Referensi Link dan Bacaan:
http://id.wikipedia.org/wiki/Myanmar
http://id.wikipedia.org/wiki/Mekong
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=8937&type=13
http://www.tempo.co/read/news/2012/07/04/118414649/Myanmar-Kembali-Bebaskan-Tahanan-Politik
http://www.bbc.co.uk/indonesia/multimedia/2010/06/100624_rohingyaphotos.shtml
http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/07/14/m74gmu-beginilah-nasib-pedih-muslim-rohingya
http://stevenpailah.blogspot.com/2008/04/bargain-china-di-sungai-mekong.html
http://stevenpailah.blogspot.com/2008/04/myanmar-ham-minyak-dan-senjata.html
http://geostrategicpassion.blogspot.com/2011/08/definisi-geopolitik-geostrategi-dan.html
http://forum35.wordpress.com/2007/10/08/minyak-bumi-sebagai-andalan-junta-myanmar-tidak-gentar/
http://www.analisadaily.com/news/read/2012/07/09/61818/oki_desak_suu_kyi_bantu_akhiri_kekerasan_di_myanmar/
http://indonesian.irib.ir/wacana/-/asset_publisher/mkD7/content/id/4973259
Suber  Globalriview.com

Thursday, March 12, 2015

JENAZAH WN MALAYSIA AKAN DIPULANGKAN HARI INI

ACEH, Inna lillahi wainna ilaihi raaji'uun. Telah berpulang kerahmatullah salah seorang saudara kita WN Malaysia dalam kecelakaan Bus Damri dengan nomor polisi BL 7305 AA, yang terbalik di kawasan Desa Beungkeh, Kecamatan Geumpang, Kabupaten pidie.

Dikabarkan Jenazah Muhammad Izzamir Nabihar 23 tahun, asal Penang Malaysia itu akan dipulangkan ke kampung halamannya. Saat ini jenazah sedang dalam perjalan menuju Banda Aceh dengan menggunakan mobil Ambulance. Jasad korban rencananya akan diterbangkan ke Kuala Lumpur, lewat bandara Sultan Iskandar Muda Blang Bintang Aceh Besar, Petang nanti.

Kapolres Pidie, AKBP Muhajir menyebutkan, jenazah korban sebelumnya sempat disemayamkan di ruang jenazah rumah Sakit Umum Daerah Sigli. Kini mobil jenazah sedang dalam perjalanan menuju Banda Aceh.Kapolres menyebutkan, 24 warga Malaysia yang mengalami kecelakaan Bus di Kecamatan Geumpang Pidie itu sebelumnya hendak kembali menuju Banda Aceh dari tambang emas tradisional di kawasan Geumpang.

Bus yang mereka tumpangi terbalik karena diduga rem mobil tidak berfungsi dengan baik.Rombongan Mahasiswa dan Dosen asal Univeristas Sains Malaysia jurusan Energi dan Mineral tersebut telah berada di Aceh sejak 8 Maret 2015, untuk melakukan penelitian ke sejumlah lokasi penambangan tradisional. Rombongan itu ditemani oleh satu dosen dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Saya Mummad Ramadhan mewakili sadara kami dari Aceh ikut berduka cita atas musibah yang menimpa saudara kami Muhammad Izzamir Nabihar 23 tahun, asal Penang Malaysia, asal Malaysia, semoga amalannya diterima disisi Allah SWT serta keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan.

Sumber: Aceh Vidio

Saturday, February 21, 2015

BIKIN BLUNDER LAGI, ABBOT SEMAKIN DIBENCI

Perdana Menteri Tony Abbott sedang jadi bulan-bulanan sepekan terakhir.

Bukan hanya warga Indonesia yang tersinggung atas usahanya membatalkan eksekusi mati Bali Nine. Publik Negeri Kanguru pun kerap mengkritik pemimpin Partai Liberal itu lantaran berkali-kali ucapannya bikin blunder.

Di forum-forum dunia maya, Abbott sering jadi bahan meme bernada menghina.Media lokal seperti The Age atau The Australian rajin menyerang Abbott atas tindak-tanduknya yang tak patut sebagai kepala negara. Itu belum termasuk janji-janji kampanye yang dianggap belum berjalan.

Survei Newspoll pada awal bulan ini menyatakan Abbott dianggap belum memenuhi ekspektasi rakyat soal penciptaan lapangan kerja, tambahan hak cuti melahirkan, serta mengurangi jumlah imigran asing.

Tak heran, politikus 57 tahun itu bikin gerah anak buahnya di internal partai. Pada 8 Februari 2015 lalu, Abbott nyaris dilengserkan. Rencana menggulingkan Abbott diusulkan pertama kali oleh anggota parlemen Australia barat Luke Simpkins. Politikus kawakan Partai Liberal lainnya, Don Randall, turut mendukung mosi tidak percaya.

Nasib pemimpin konservatif ini beruntung, karena 61 anggota partai menolak rencana tersebut. Cuma 39 orang mendukung penggulingan Abbott, sedangkan 1 politikus Partai Liberal abstain.

Apa saja memang blunder ucapan Abbott yang bikin warga Australia ikut marah atau menanggung malu.

Sumber: Merdeka.com

Friday, February 20, 2015

WANITA AUSTRALIA INI MINTA DUO BALI NINE SEGERA DI EKSEKUSI.

Melbourne - Seorang ibu di Melbourne, Australia mendukung pelaksanaan eksekusi mati terhadap duo terpidana mati 'Bali Nine', Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Dukungan itu ia lontarkan lantaran putrinya tewas karena mengalami overdosis narkoba jenis heroin.Beverly Neal, nama wanita itu, berdoa agar gembong narkoba 'Bali Nine' tersebut jadi dieksekusi mati. Dia juga berharap warga Australia lainnya saudara bahwa mereka bersalah."Mereka adalah penjahat yang seolah-olah dijadikan pahlawan," ujar Neal, seperti dimuat News.com.au, Sabtu (21/2/2015).

"Siapa yang tahu, ada berapa banyak nyawa yang akan terenggut jika mereka (gembong narkoba Bali Nine) tidak tertangkap di Bali," imbuh dia.

Neil juga mengaku masih belum bisa melupakan sosok anaknya, Jeniffer Neal, yang tewas overdosis pada usia yang masih belia, yakni 17 tahun. Bayang-bayang anaknya masih membekas di pikirannya."Putriku anak yang cerdas dan cantik. Dia baru masuk kuliah jurusan bisnis, kala itu. Saat tewas, itu adalah overdosis yang keempat kalinya."

Selain itu, Neil juga memberi nasihat kepada orangtua Andrew Chan dan Myuran Sukumaran untuk merelakan kepergian anaknya. Sebab bagi dia, orangtua kedua gembong narkoba itu masih lebih beruntung daripada dirinya."Mereka masih bisa mengucapkan ucapan selamat tinggal, sedangkan aku tidak," tandas Neil.

Sikap Neil berbeda dengan sebagian besar warga dan pemerintah Australia yang belakangan ini menggemborkan protes kepada Indonesia atas rencana eksekusi mati terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Di media sosial, warga negeri kangguru bahkan menyerukan untuk memboikot Bali jika eksekusi jadi dilakukan. Jennifer Neil tewas overdosis pada usia 17 tahun (News.com.au) PM Abbott juga sempat menyinggung bantuan kemanusiaan dari pihaknya senilai A$ 1 miliar atau sekitar Rp 10 triliun kepada Indonesia saat Aceh dilanda bencana tsunami pada 2004 silam.

Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI) baru-baru ini memutuskan untuk menunda pelaksanaan eksekusi mati tersebut.Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony Tribagus mengatakan, penundaan tersebut sebagai, "Wujud respons terhadap permintaan Australia dan keluarganya untuk meminta waktu panjang untuk bertemu (2 terpidana mati)".

Kapuspenkum juga menyatakan rencana pemindahan narapidana di 5 lokasi di Tanah Air ke Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada pekan ini juga ditunda. Kelima lokasi itu adalah Grobokan (Bali), Madiun (Jawa Timur), Yogyakarta, Tangerang (Banten), dan Palembang.

Sedianya Kejagung akan mengeksekusi 11 terpidana mati yang sudah ditolak permohonan grasinya. 11 Terpidana mati itu adalah:1. Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI) kasus pembunuhan berencana2. Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina) kasus narkoba3. Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia) kasus narkoba4. Harun bin Ajis (WNI) kasus pembunuhan berencana5. Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI) kasus pembunuhan berencana6. Serge Areski Atlaoui (WN Prancis) kasus narkoba7. Martin Anderson alias Belo (WN Ghana) kasus narkoba8. Zainal Abidin (WNI) kasus narkoba9. Raheem Agbaje Salami (WN Cordova) kasus narkoba10. Rodrigo Gularte (WN Brazil) kasus narkoba11. Andrew Chan (WN Australia) kasus narkoba.

Sumber: Detik.com

Thursday, February 19, 2015

DAMIEN KINGSBURY SEBUT ABBOT BODOH UNGKIT BANTUAN TSUNAMI

Mr. Damien Kingsbury "Helmy, what Abbot said was stupid.".

Aceh, Seperti ramai diberitakan di media dalam beberapa hari terakhir bahwa Perdana Mentri Australia Toni Abbot meminta lndonesia membatalkan hukuman mati atas dua warganya yang terkait dengan kasus narkotika yang populer dengan "Bali Nine", Abbot meminta pemerintah Indonesia membatalkan hukuman tersebut sebagai balas budi atas bantuan Australia saat tsunami terjadi di Aceh 2004 silam.

Terkait dengan issu tersebut Helmy N Hakim salah satu aktifis yang terkenal fokal menuliskan di status Fb nya: "Baru tau kalau kanguru memiliki sifat galau. Mr. Damien Kingsbury Please tell to your Prime Minister, Mr. Tony Abbot to send his staff to take back all Australian People aid in Aceh. Go to hell with your aid,"

Dalam perdebatan seru tersebut Mr Damien menjebut " Helmy, what Abbot said was stupid. However, as I have said elsewhere, I do NOT agree with the death penalty for any crime, not in in Auustralia, not in Indonesia, not in the US - nowhere. The death penalty does not reflect on the crime (in China it can be for corruption) but, sadly, on the government that imposes it. Jokowi must do this for political reasons, but it has nothing to do with justice. And Indonesia also objects to the death penalty for its own citisens in other countries, just the same as Australia does, e.g. for drug trafficking in Malaysia"

Yang juga menarik adalah status netizens lainnya Muhammad Ramadhan Al-Faruq Aceh yang menulis "Mr. Damien Kingsbury said " what Abbot said was stupid"...
Oepoe..." yang terkesan olok-olok dengan hanya menangkap pernyataan Mr. Damien bahwa sikap Abbot yang mengungkit masalah sunami tersebut adalah hal bodoh "what Abbot said was stupid".

Meskipun Mr Damien sendiri tidak sepakat dengan hukuman mati di Indonesia, karena menurut dia hukuman mati itu tidak memberikan keadilan, yang ada di Cina itupun berkaitan dengan Korupsi, hanya Jokowi menurut dia melaksanakan hukuman mati itu karena unsur politik, dia juga melanjutkan bahwa Indonesia juga tidak sepakat ketika warganja terancam hukuman mati di luar.

Terlepas dari itu semua, yang menarik adalalah dia tetap tidak sepakat dengan cara Abbot mengungkit bantuan tsunami untuk meminta Indonesia membatalkan hukuman mati atas warganya, karena menurut dia ini hal bodoh.

Untuk diketahui Damien Kingsbury adalah seorang professor di Deakin University. Ia pernah menjadi salah satu penasihat politik bagi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) saat berunding dengan Pemerintah Indonesia di Helsinki.

Perdebatan panas itu akhirnya menjadi pembicaraan hangat dan menjita perhatian para netizens, bahkan serambinews mengutip perdebatan tersebut menjadi salah satu topik yang diberitakan dengan judul "Helmy N Hakim sebut Australia galau, ini kata Damien Kingsbury" Patut ditunggu kelanjutan perdebatan ini, akankah sampai ketelinga Mr. Abbot? Sehingga hubungan Indonesia semakin panas menjelang Eksekusi Mafia Bali Nine?


POLITIKUS CANTIK INI TERSANDUNG "SKANDAL" SUBSIDI BERAS

Bangkok - Jaksa Agung Thailand mengajukan dakwaan pidana terkait skandal subsidi beras terhadap mantan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra. Yingluck terancam hukuman 10 tahun penjara jika dinyatakan bersalah.

Yingluck dijerat dakwaan kelalaian atas keterlibatannya dalam skema subsidi yang memberikan harga di atas pasar bagi beras petani setempat, hingga menghabiskan anggaran negara hingga miliaran dollar AS. Yingluck sendiri sudah membantah ada kelalaian dan pelanggaran hukum dalam skema subsidi beras tersebut. Demikian seperti dilansir Reuters, Kamis (19/2/2015).

Mahkamah Agung Thailand akan memutuskan pada 19 Maret, apakah kasus ini akan dilanjutkan ke persidangan atau tidak. Jaksa menjeratkan dua dakwaan kelalaian dan satu dakwaan di bawah undang-undang antikorupsi terhadap Yingluck.

Oposisi menyebut skema subsidi tersebut merupakan upaya sesat Yingluck untuk meniru kebijakan ekonomi kakaknya, mantan PM Thaksin Shinawatra yang saat itu meraup dukungan besar dari kalangan warga pedesaan di Thailand.

Sedangkan para pendukung Yingluck menyebut dakwaan tersebut sengaja dirancang untuk membatasi pengaruh Thaksin, yang dilengserkan kudeta tahun 2006 lalu, dalam pemerintahan Thailand.Beberapa tahun terakhir menjadi tahun yang penuh ujian bagi Yingluck yang mencetak sejarah sebagai perdana menteri wanita pertama di Thailand.

Yingluck dilengserkan beberapa hari sebelum kudeta militer terjadi pada Mei 2014 lalu, yang diikuti oleh unjuk rasa berbulan-bulan dan pendudukan gedung pemerintah.Yingluck diperintahkan pengadilan untuk turun dari jabatannya sebagai PM Thailand, setelah pengadilan konstitusi menyatakan dia bersalah atas dakwaan penyalahgunaan wewenang dalam penggantian Kepala Keamanan Nasional Thawil Pliensri pada tahun 2011 lalu, yang dianggap disengaja untuk menguntungkan partainya.

Tidak hanya itu, Yingluck dilarang terjun ke dunia politik selama 5 tahun setelah Januari lalu, lembaga legislatif yang dikuasai militer di Thailand menyatakan dia telah melalaikan tugas sebagai PM Thailand dalam subsidi beras.