Showing posts with label POLITIK INDONESIA. Show all posts
Showing posts with label POLITIK INDONESIA. Show all posts

Tuesday, September 29, 2015

STOP, JANGAN POLITISASI AGAMAKU DEMI BIRAHI KEKUASAANMU!

STOP, JANGAN POLITISASI AGAMAKU DEMI BIRAHI KEKUASAANMU!

(POLITISASI ISLAM & ISLAMISASI POLITISI)
Oleh: Muhammad Ramadhan Yusuf


Politisasi Islam

Politisasi Islam adalah sebuah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan tindakan yang dilakukan oleh sebagian orang yang menunggangi Islam untuk mencapai tujuan politik.

Adalah ironis ketika setiap hari kita mendengar sebahagian politisi di negeri ini berteriak “Islam adalah pegangan kita, Al-Quran adalah pedoman kita, syari’at adalah jalan kita”, sementara dalam kenyataannya kita terus saja berhadapan dengan realitas yang semakin hari semakin jauh dari tuntunan Al-Quran, bimbingan Islam dan aturan syari’at.

Dari mulut atau ucapannya serta pakaian maupun atribut yang disandangnya selalu dan senantiasa “membawa” nama Islam, sehingga “terkesan” dialah orang yang paling cinta kepada Islam dan senantiasa mengikuti Rasulullah SAW, sementara dalam setiap tindak tanduknya malah bertolak belakang dengan apa yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW, bahkan lebih menyerupai Musailamah Al-Kadzab (penipu) karena ingin berkuasa, dia bahkan membuat hadits palsu yang seakan-akan apa yang dia katakan benar layaknya yang pernah dikatakan Rasulullah SAW, atau ada juga yang lebih identik dengan Qarun (kaya dan Lobha) sehingga dalam kehidupannya ingin menguasai semua kekayaan dengan menghalalkan segala cara termasuk korupsi sekalipun, dengan mencari celah agar terkesan kekayaannya adalah halal, ada pula yang menyerupai Fir’aun (kuat dan angkuh) sehingga begitu senangnya memanfaatkan kekuasan untuk menindas orang lain, sehingga dia terlihat sebagai orang yang paling kuat dan kuasa dimuka bumi.

Bukankah ini yang dikatakan dengan “politisasi Islam?” yaitu ketika seseorang menunggangi Islam untuk kepentingan politik?

Mendadak mendatangi Ulama untuk meminta restu sehingga terskesan ia “telah direkom” oleh ulama tertentu untuk dipilih menjadi Gubernur, Bupati dan lain sebagainya, mendadak menghafal hadits dan ayat “guna” meng-islami pembicaraannya agar terkesan seorang yang jujur dan berbagai cara lainnya yang pada dasarnya hanya menunggangi “Islam” demi mewujudkan “kepentingan” politiknya.

Berbagai kasus dan “praktik” culas yang terjadi di sekeliling kita banyak yang melibatkan politisi-politisi yang telah mempolitisir (dengan menggunakan atribut) Islam untuk kepentingan politik mereka, padahal Islam telah dengan tegas menggariskan bahwa yang hak dan yang bathil itu jelas berbeda, misalnya Islam melarang penipuan, Islam melarang mengambil yang bukan haknya, Islam melarang ummatnya melakukan penindasan.

Islam itu melarang pengibulan.

Allah SWT dengan sangat jelas menerangkan dalam Al-Quran bahwa: “Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta” (QS Adz Dzaariyaat:10), ini menunjukkan bahwa praktek culas berupa Mark-Up yang sering terjadi disekeliling kita merupakan bentuk perbuatan yang sangat bertentangan dengan Islam itu sendiri, mark-up proyek pulan,mark-up proyek pulen, mark-up pengadaan Damkar misalnya, penyelewengan beasiswa, bansos dan lain sebagainya.

Sungguh ironis, di negeri yang dengan begitu “bergemuruh” menggaungkan syaria’at Islam yang dipimpin oleh orang yang mengaku sangat cinta kepada Islam malah terjadi tindakan-tindakan yang berlawanan dengan ajaran Islam itu sendiri.

Islam itu melarang korupsi 

Allah SWT berfirman “Dan janganlah kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (Surah Al-Baqarah: 188), bukankah dalam ayat ini Allah SWT dengan sangat jelas melarang setiap muslim untuk mengambil harta yang bukan haknya secara bathil semisal korupsi, bukankah korupsi itu sendiri merupakan perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam?

Ironisnya tindakan ini malah dilakukan oleh oknum-oknum yang dalam kesehariannya selalu “menggaungkan” Islam dalam setiap pembicaraannya, dalam setiap aktifitas politiknya senantiasa “membawa” atribut Islam, atau bahkan berasal dari partai yang berlabel Islam. Yang ketika mereka ingin meraih tujuan politiknya selalu berbicara dengan begitu Islami, sementara dalam tindakannya ternyata sangat jauh dari nilai-nilai Islam.

Islam melarang penindasan(kedhaliman).

Berkaitan dengan ini Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS. Asy Syuura: 40), bukankah dalam ayat ini Allah telah menjelaskan bahwa sangat membenci orang-orang yang berbuat kedhaliman, yang secara instruksional dapat dipahami bahwa Allah SWT melarang berbuat kedhaliman baik dalam bentuk penindasan dan ketidak adilan maupun berbagai bentuk kedhaliman lainnya.

Ironisnya dalam kehidupan sehari-hari kita melihat begitu banyak ketidak adilan yang dipertontonkan dihadapan kita yang dilakukan oleh orang-orang yang sebelumnya ketika “berjuang” selalu membawa nama Allah SWT dan Rasul SAW yang seakan akan mereka benar-benar akan menjadikan Al-Quran dan sunnah sebagai pedoman dalam menjalankan setiap kebijakan mereka. Begitu banyak hak rakyat yang tidak terpenuhi oleh pemimpin di negeri kita, misalnya kita setiap tahunnya membayar pajak, setiap bulannya membayar iuran listrik, air bersih dan lain sebagainya yang namun pelayanan yang seharusnya kita dapatkan tidak pernah terpenuhi secara maksimal, atau bahkan di abaikan sama sekali. Dalam konteks lain kita juga menemukan berbagai realitas yang menunjukkan betapa tidak adilnya pemerintah kita, misalnya ada daerah tertentu yang “kebetulan” daerah asal pemimpin terkait mendapatkan perhatian yang luar biasa, sementara daerah lainnya yang juga berada di bawah tanggung jawabnya malah tidak diperdulikan.

Bukankah pengibulan, korupsi, ketidak adilan dan berbagai kedhaliman lainnya merupakan perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam, namun ironisnya tindakan itu dilakukan oleh oknum-oknum yang “selalu” menggaungkan keagungan Islam. Hal ini menunjukkan bahwa mereka hanya mempolitisasi Islam atau dengan kata lain mereka hanya menunggangi Islam untuk mewujudkan “nafsu” politik mereka. 

Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa banyak (tidak sedikit) politisi yang ada di negeri kita ini yang sejatinya beragama Islam tapi sungguh belumlah Islami, mengapa dikatakan demikian? Karena korupsi masih saja terjadi di mana-mana, mark up di mana-mana, penindasan di mana-mana.

Islamisasi politisi

Islamisasi politisi adalah sebuah usaha yang dilakukan untuk meng-islami-kan para politisi. Dalam hal ini bukan dalam artian politisi di negeri kita bukan Islam, namun politisi Islam yang ada di negeri kita harus diupayakan agar dapat bertindak dan bersikap Islami. Artinya nilai-nilai Islam harus senantiasa diimplementasikan dalam berpolitik. Sehingga ajaran Islam “mewarnai” setiap sendi-sendi kehidupan berpolitik mereka, mulai dari proses suksesi politik, misalnya pemilihan kepala daerah, pemilihan caleg yang harus dilakukan dengan cara-cara yang Islami dengan penuh kejujuran (tranpasran) dan santun tanpa kekerasan, tidak diskriminatif atau mendhalimi hak orang lain, sampai ketika “politisi” itu menjabat sekalipun dapat menerapkan nilai-nilai Islam seperti Tranparansi, adil dan bijaksana dalam setiap tindak-tanduk maupun kebijakannya.

Artinya politisi di negeri kita benar-benar dapat berperilaku yang Islami atau sesuai dengan nilai-nilai Islam. Yang pada akhirnya akan memberikan keadilan dan mewujudkan kemakmuran ditengah masyarakat dan negeri kita.

Tidak ada lagi korupsi, tidak ada lagi mark-up, tidak ada lagi ketidak adilan, sehingga ketika para Politisi telah berperilaku Islami maka Islam dan muslim yang “rahmatan lil’alamiin” benar-benar tercermin dalam kehidupan kita, sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW. Inilah yang penulis sebut dengan Islamisasi politisi.

Sehingga pada akhirnnya jangan sampai ada lagi pertanyaan seperti dibawah ini:

Nach Lo bawa-bawa nama Islam tapi kok malu-maluin sih?

Jangan-jangan elo hanya ingin mem-POLITISASI ISLAM?

Memang Islam itu sempurna, sementara muslim tidak sempurna,

tapi sebagai muslim kita mesti terus berusaha untuk menjadi sempurna

Agar Islam tidak tercela hanya gara-gara "keislaman" kita yang tidak sempurna.

Sumber:
masterramadhan.com

Monday, September 21, 2015

IRWANDI YUSUF MASIH TERATAS BERDASARKAN HASIL SURVEY ARC DI BARAT DAN JSI TIMUR ACEH

BANDA ACEH, 21 September 2017, Pilkada Aceh memang baru akan berlangsung tanun 2017, tapi belum juga memasuki tahun 2016 iklim perpolitikan Aceh sudah mulai menghangat, beberapa namu yang telah dan sempat dirilis media terus melakukan kerja-kerja konsolidasi, Perpecahan di internal kelompok maupun pergeseran kekuatanpun tak bisa dihindari, ini adalah sebuah dinamikan yang sangat menarik untuk di cermati, terlepas dari alasan yang melatari namun yang patus digaris bawahi bahwa Perpolitikan di Aceh semakin terbuka dan ini sangat positif untuk perkembangan demokrasi, terlepas dari bagaimana hasil yang akan diperoleh dari pilkda nantinya, apakah akan membuat Aceh semakin tenggelam dalam kehancuran atau aka nada sedikit cahaya terang menuju kebangkitan.

Tidak hanya konsolidasi internal kandidat dengan pendukung, yang menarik untuk dicermati, ada juga hasil survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga survey untuk emngetahui respon public atas nama-nama yang telah semakin terang menderang mengkampanyekan diri, ada Irwandi Yusuf yang pernah sukses memenagkan Pilkada Aceh 2006 silam dimana rakyat bisa melihat kinerjanya pakah pantas atau tidak untuk didukung ia merupakan Politisi PNA, ada Muzakkir Manaf yang sekarang masih menjabat sebagai Wagub Aceh mendampingi Zaini Abdullah ini juga sangat positif bagai rakyat untuk menilai kapasitas seorang Incumbent, selain itu ada nama Zakaria Saman yang dulunya satu kubu dengan Muzakkir Manaf pada pilkada 2012 silam yang kemdusian pecah kongsi dengan Rezim Zikir meski sama-sama dari Partai Aceh, ada juga Nama Nasir Djamil yang merupakan Politisi PKS yang sedang mewakili Aceh di senayan selain itu ada nama Tarmizi A Karim yang dikenal sebagai specialis PJ Gubernur penyukses pilkada yang sedang dipercaya di Kalimantan.
Diantara lembaga survey yang sudah menrilis hasil surveynya terkait pilkda Aceh di media adalah Jaringan Survey Inisiatif (JSI) mereka telah melakukan survei kandidat calon Gubernur Aceh periode 2017-2022 di tiga kabupaten yaitu Banda Aceh, Lhokseumawe dan Bireuen yang semuanya di lintas timur Aceh. Dari survei tersebut, Irwandi Yusuf menempati posisi teratas dengan poling mencapai 67,66%, kemudian diikuti oleh Muzakkir Manaf dengan 8,3%, Ahmad Farhan Hamid dengan 4%, Tgk. Nasruddin Bin Ahmad dengan 3,5%, Sulaiman Abda dengan 3,33%, Zaini Abdullah dengan 1,5% dan Zakaria Saman mendapat 1,33%.
Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Manager Riset dan Marketing Politik/Peneliti Jaringan Survey Inisiatif (JSI) Aryos Nivada dalam launching hasil survei respon publik di 3 in 1 Coffee Shop Banda Aceh, Selasa (5/5) lalu. Survei yang dilakukan di tiga kabupaten tersebut, katanya dilaksanakan sejak Maret sampai April 2015. Itu artinya dari survey JSI Pada tanggal 6 Mei 2015, Irwandi Yusuf menempati posisi pertama menurut Hasil Survei yg dilakukan oleh Jaringan Survey Inisiatif (JSI) di lintas Timur Aceh.

Berselang bebarapa bulan kemudian salah satu lembaga survey lainnya juga merilis hasil survey mereka, sebagaimana diberitakan harian Serambi Indonesia hari ini 19 September 2015, menurut laporan Hasil Survey yang dilakukan oleh lembaga Aceh Research dan Consulting (ARC), terhadap kandidat Gubernur Aceh periode 2017-2022. Hasilnya menurut ARC bahwa Irwandi Yusuf juga menempati posisi teratas.
1. Irwandi Yusuf: 46,17 persen
2. Muzakkir Manaf: 24,25 persen
3. Sisanya untuk sejumlah kandidat lainnya.
Dari survey yang dilakukan oleh ARC yang mengambil sample di lintas barat Aceh ternyata Irwandi Yusuf juga menempati posisi teratas mengungguli kandidat lain yang telah menyatakan diri maja meski belum secara resmi.

Dengan demikian, berdasarkan dua survey yang dilakukan oleh dua lembaga survey yang berbeda yaitu JSI yang melakukan survey di lintas Timur Aceh dan juga disusul oleh ARC yang melakukan survey dengan mengambil sample di lintas Barat Aceh menunjukkan bahwa Irwandi Yusuf masih unggul di Timur maupun di Barat Aceh itu artinya Irwandi Yusuf masih sangat diharapkan untuk kembali memimpin Aceh, meski terlalu dini untuk emngambil kesimpulan mengingat pilkada masih lama dan segala kemungkinan masih bisa terjadi mengingat kondisi demokrasi di Aceh yang semakin terbuka hasil survey ini kiranya akan sangat berpengaruh terhadap kepercayaan diri kandidat dan para pendukungnya serta akan membuat pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh survey ini akan mengupayakan adanya survey susulan oleh lembaga yang lebih credible.

TIDAK BISA DIKOMPARASIKAN ANTARA HASIL SURVEY JSI DENGAN ARC.
Membadingkan hasil survey Pra Pilkada antar yang dilakukan JSC dan ARC adalah sebuah tindakan bodoh atau setidaknja sagat tidak cerdas.
Betapi tidak?
Karena Survey tersebut mengambil sample yang berbeda, belum lagi berbicara masalah metodologi yang digunakan oleh masing-masing lembaga Survey yaitu JSI di wilayah pantai Timur (BNA, BIREUN dan LHOKSEUMAWE) sementar ARC mengambil sampel wilayah pantai barat yaitu Aceh Jaya, Aceh Barat dan sekitarnja.
Memang kedua survey itu masih memunculkan nama yang identik dan mengunggulkan nama-nama yang sama meski dengan persentase yang berbeda dan sama sekali tidak tepat untuk dijadikan acuan komparatif untuk membandingkan naik turunnja elektabilitas kandidat tertentu, karena faktor perbedaan sample seperti disebutkan di atas.


Wednesday, September 16, 2015

Said Aqil Siraj: ORANG BERJENGGOT ITU HARUS SEPERTI NABI, HATINYA SUCI DAN AKHLAKNYA MULIA

Menanggapi reaksi sejumlah netizen yang memelintir pidato Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, MA seputar jenggot, Ketua Umum PBNU ini akhirnya memberikan klarifikasi dan penjelasan melalui sebuah video yang diunggah di Youtube. (Buka Vidionya di Penjelasan Said Aqil Siraj Terkait Jenggot)


Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh…
Memilihara jenggot adalah termasuk salah satu sunnah Rasullah SAW. Konsekuensinya orang yang memanjangkan jenggot harus mengikuti perilaku dan akhlak rasulullah. Karena misi yang paling subtansi dari rasulullah adalah membangun akhlakul karimah, bukan sekedar aksesoris yang menghiasi dirinya, tapi akhlaknya jauh dari perilaku akhlak mulia dan akhlak rasullah.
Masalah jenggot, menurut saya, orang yang memiliki jenggot itu mengurangi kecerdasanya. Karena syaraf yang sebenarnya mendukung untuk kecerdasan otak sehingga menjadi cerdas, (karena tumbuh jenggot) akan tertarik sampai habis. Sehingga jenggotnya menjadi panjang.
Nah, orang yang berjenggot panjang, walaupun kecerdasannya berkurang, dia akan turun ke hati. Artinya orang yang berjenggot panjang adalah simbol dari orang yang hatinya sudah arif, hatinya bersih, tidak lagi mencintai harta, mencintai dunia, apalagi jabatan. Kemudian menjadi orang yang ikhlas lillahita’ala.
Oleh karena itu, apabila kita melihat ulama-ulama sufi atau para wali, itu semuanya berjenggot. Artinya kecerdasannya sudah pindah dari otak menuju hati. Orang yang berjenggot seharusnya mengikuti beliau-beliau ini. Perpanjang jenggot itu silahkan, tapi hatinya harus mulia. Tidak ada rasa takabur, tidak ada hubbu al dunya (mencintai dunia), cinta kedudukan maupun jabatan. Karena jenggot menunjukan simbol kebersihan hatinya dan simbol karifan jiwanya.
Bagi yang belum mencapai maqom tersebut, menurut saya, seyogyanya tidak memenghiasi dirinya penampilan jenggot panjang, bergamis, dan malah menjadikannya sombong akhirnya dengan penampinnya tersebut. Dia merasa paling benar, paling mengikuti sunnah rasul. Silahkan berjenggot panjang, tapi hatinya harus mulia, harus bersih dengan berakhlakul karimah.
Sumber: www.arrahmah.co.id
Ntahlah Media ni negeri ini selalu berupaya untuk memberi makan kepada tuannya!

Friday, July 31, 2015

KOMUNIS ATAU KAPITALIS MUSUH UTAMA KITA?

Salah Menentukan Musuh Utama: Antara Hiu-hiu Lapar di Sekeliling Perahu (Kapitalis) dan Ular di Bawah Karang (Komunis).



SETIAP sudut pandang yang digunakan untuk menyikapi sebuah perkara akan menghasilkan konsekunsi-konsekuensi tertentu. Jika sudut pandang yang dikemukakan saling berseberangan, sesuai latar belakang, selera, dan kepentingan pengamatnya, niscaya menghasilkan ketegangan di antara mereka yang memberi perhatian terhadap perkara tersebut. Di tengah perselisihan itu, lantas lahir koreksi. Namun koreksi bukan puncak diskursus karena ia bisa saja malah membuat perselisihan terus berlanjut bahkan semakin lebar. Meski demikian, seharusnya tak perlu sungkan menganjurkan wacana atau sudut pandang alternatif yang dirasa manjur-korektif.

Dari sudut pandangnya orang-orang memutuskan situasi seperti apa yang harus dicegah-dilawan dan didukung-dilestarikan. Termasuk dengannya mereka mengidentifikasi dan menentukan siapa yang menjadi musuh dan teman. Posisi pemikiran menentukan posisi tindakan. Dan tidak mungkin setiap pihak bisa menghindar dari keharusan menentukan sikap seperti ini karena didukung dan diancam adalah dua ketentuan di dalam hidup para makhluk. Setiap orang akan punya musuh! Dan kenyataannya bahkan lebih rumit lagi: ternyata kita tidak hanya dimusuhi dan bermusuhan dengan satu pihak saja.

Tidak ada komune yang memiliki musuh tunggal. Hidup sekelompok kecil manusia yang tinggal di hutan pedalaman berada di tengah ancaman hewan buas dan situasi lingkungan yang keras. Sementara itu, dari arah sebelah, mereka juga diancam oleh komune lain yang hendak memperluas wilayah kekuasaannya. Pada saat yang sama, komune-komune tradisional yang saling mengancam itu terancam oleh tekanan industrialisasi. Akan datang para hartawan yang ingin mengalirkan modal barunya (modal yang diambil dari profit bisnis sebelumnya) ke ladang investasi baru setelah mereka mendapatkan lisensi dari pemerintah untuk membabat hutan, mencaplok tanah adat, dan menggusur perkampungan penduduk.

Ketika para pengancam datang dari berbagai sisi, cukup penting menentukan mana yang paling mengancam dan susah dikalahkan. Musuh utama harus dikenali sesegera mungkin karena ancaman yang hendak diperlihatkannya sudah semakin dekat, atau bahkan tengah berlangsung. Musuh utama adalah yang sedang menebar kerusakan nyata.

Salah menentukan musuh, terlebih musuh utama, bisa membahayakan hidup. Kesalahan ini diawali dari kesalahan dalam memilih dan menggunakan sudut pandang untuk menyikapi perkara yang dimaksud. Pengoreksian terhadap cara berpikir yang keliru bisa menyelamatkan hidup banyak orang yang telah diperdaya sehingga merasa tiada yang salah dengan kemelaratan  dan kerusakan di sekitar mereka.

Propaganda Antikomunisme

Baru-baru ini beberapa tokoh agama cukup sibuk menyuarakan jargon “Awas Bahaya Laten Komunisme!” yang disampaikan lewat beberapa media. Mereka menempatkan komunisme sebagai musuh nomor satu bagi semua orang saat ini, yang akan mengancam masyarakat, negara, dan eksistensi agama. Untuk meyakinkan khalayak bahwa saat ini komunisme sedang dibangkitkan secara diam-diam, dikemukakanlah beberapa kasus yang mereka anggap sebagai gejalanya. Setidaknya ada lima kasus mutakhir dijadikan dasar keyakinan mereka.

Pertama, seperti dikatakan seorang ustaz, “saat ini akan diadakan pendidikan Marxis 2015 dengan materi Das kapital dan Manifesto Komunis yang akan dilaksanakan di Bogor”. Kedua, dimasukkannya Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagai prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2015. Selama ini tuntutan pengesahan RUU tersebut paling getol disuarakan oleh para aktivis kemanusiaan bersama mereka yang mengalami penyiksaan sadis di era kekuasaan Soeharto karena dituduh berhubungan dengan PKI. Ketiga, isu penghapusan kolom identitas agama di kartu tanda penduduk. Keempat, perampasan tanah penduduk di beberapa daerah. Kelima, dan ini cukup konyol, beredarnya foto Putri Indonesia 2015 Anindya Kusuma Putri yang memakai baju bergambar palu-arit.

Sekarang marilah kita membahas dan membantah alasan konyol tersebut satu per satu: (i) Masalah pendidikan Marxisme di Bogor, tidak disebutkan siapa penyelenggaranya.  Lagian pendidikan Marxisme sudah ada sejak beberapa tahun belakangan setelah Soeharto berhasil ditumbangkan. Yang digagas tahun ini bukanlah yang pertama kali di Indonesia. Sejak lebih dari satu dasawarsa terakhir sudah banyak forum-forum resmi (termasuk Sekolah Marxisme) yang mendiskusikan pemikiran Marx. Dan tak terhitung sudah berapa banyak diskusi-diskusi informal, misalnya di kantin kampus atau sekretariat organisasi, yang membedah Marxisme sambil minum serbat. Sejak diskusi-diskusi Marxis berjamuran di era Reformasi dan buku-buku Kiri diterjemahkan lalu dicetak dalam jumlah yang cukup banyak, komunisme masih belum menguasai Indonesia, belum berhasil merebut kekuasaan negara dari kendali kelas pemodal; (ii) Sama halnya dengan buku-buku Marxisme, baju-baju bergambar wajah Karl Marx, tokoh-tokoh Kiri lainnya, kutipan dari pernyataan mereka, hingga lambang palu-arit pun sudah banyak dijual dan dipakai selama ini. Lagian, dengan memakai baju seperti itu apakah seseorang dapat begitu saja dianggap sudah memahami dan menganut Marxisme? Sama halnya dengan pemakai serban yang tidak serta-merta bisa dianggap seorang agamawan karena bisa saja ia ternyata penjahat yang sedang menyamar. Atau anggap saja Anindya paham dengan lambang di bajunya itu dan pernah membaca dan mendiskusikan komunisme. Namun apakah dia seorang tokoh Kiri ternama yang memiliki pengaruh kuat untuk menggerakkan massa (kelas pekerja) dalam sebuah revolusi komunis?; (iii) Tujuan komunisme, berdasarkan manifestonya, adalah menghapus penindasan oleh kelas pemodal yang tamak dan menciptakan sistem produksi yang adil. Strategi perjuangannya disusun untuk mengupayakan keadilan bagi kaum papa. Komunisme digagas bukan untuk memperjuangkan hal remeh-temeh seperti penghapusan kolom agama di kartu identitas warga negara. Itu tak ada kaitannya dengan penyejahteraan; (iv) Perampasan tanah orang-orang miskin justru merupakan praktik di dalam sistem ekonomi kapitalisme. Komunisme memang tidak menghendaki adanya kepemilikan pribadi. Ttanah-tanah para juragan harus dirampas lalu dikuasai oleh negara. Namun kasus yang diungkit oleh tokoh agama tersebut adalah perampasan tanah oleh kapitalis, bukan negara. Penguasaan oleh negara baru bisa diwujudkan setelah negara komunis berdiri, bukan sebelumnya. Jadi ketika kasus perampasan lahan penduduk dijadikan salah satu pertanda kebangkitan komunisme, itu sama sekali tidak tepat; (v) Dan tuduhan sebagai pembangkit komunisme terhadap orang-orang yang mendesak pengesahan RUU KKR sama sekali tak manusiawi. Ini tuduhan yang zalim. Tokoh-tokoh agama itu patut dicurigai sebagai alat kelas pemodal dan pelaku pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu yang terusik dan merasa akan terancam posisi serta nama baiknya jika RUU tersebut disahkan. Agama bisa diperalat penjahat untuk melindungi dirinya.

Para ideolog telah berulang kali meluruskan pandangan keliru orang-orang terhadap komunisme. Saya tak perlu mengulangnya di sini. Pandangan keliru tersebut biasanya memosisikan komunisme bukan sebagai ideologi ekonomi tetapi paham yang menentang agama dan hendak menghapusnya dari kehidupan manusia. Bagi mereka, term “komunisme” adalah sinonim dari “ateisme”.

Di samping itu, tetap ada agamawan yang mengkritik komunisme secara objektif. Mereka mampu mengulas ketidaksetujuannya secara jernih. Komunisme dikritik berdasarkan kelemahan teoretisnya. Karena objektif, mereka mengakui ada poin-poin tertentu di dalam Islam yang bersesuaian dengan komunisme, lainnya bertentangan. Kritikus objektif ini biasanya lebih suka berbicara tentang kelemahan sistemis komunisme ketimbang hasutan-hasutan terhadapnya yang tidak berdasar. Oleh karena mau melihat ketegangan antarideologi secara jernih, maka ketidaksetujuan mereka terhadap komunisme bukan berarti kesediaan untuk menerima kesimpulan bahwa saat ini komunisme adalah musuh utama semua orang Indonesia.

Jika umat Islam tak ingin terperdaya, maka kampanye antikomunisme yang belakangan aktif digalakkan harus diwaspadai. Namun cukup perlu diperjelas juga bahwa tidak semua yang menentang propaganda antikomunisme adalah pembela komunisme. Dan tidak harus pula menjadi pembela atau penganut komunisme untuk menolak propaganda tersebut. Kita tidak sedang berbicara tentang melindungi nama baik komunisme, tetapi menghindari perlawanan yang salah sasaran.

Sekelompok pelancong sedang berada di atas sebuah perahu yang sudah terkatung-katung di tengah lautan selama beberapa hari. Beberapa ekor hiu lapar sedang mengitari perahu mereka dan sudah menerkam sejumlah orang. Namun tiba-tiba terdengar teriakan dari beberapa penumpang bahwa seekor ular yang sedang bergerak-gerak di bawah batu karanglah yang paling mengancam mereka di saat itu. Penumpang kapal yang sudah lemas dan irasional diajak menyelam untuk menangkap dan membunuh ularnya. Apa yang kemudian terjadi dapat Anda bayangkan.

Suara lantang para propagandis berserban itu dipekikkan di tengah-tengah situasi di mana kapitalisme semakin mencengkeram negara. Mereka lebih suka berspekulasi dengan “bahaya laten komunisme” ketimbang melihat dan melawan bahaya yang sudah tampak di depan matanya. Padahal kapitalisme terbukti telah menebar kehancuran di mana-mana. Pemodal-pemodal tamak adalah musuh utama bagi orang-orang yang ingin mempertahankan kedaulatan negara dan kelestarian alam. Dan para pemodal itu tidak sedang menebar bahaya laten karena mereka bertindak secara terang-terangan. Mereka adalah hiu-hiu kelaparan yang mengharamkan dirinya kenyang. Kepada penerusnya, setiap kapitalis akan berkata: “Haram bagi kita untuk merasa cukup”.

Musuh besar di depan mata

Tokoh Muslim yang mau melihat persoalan secara jernih mungkin tetap akan memosisikan komunisme sebagai musuh, tetapi bukan musuh utama. Dan mereka juga memandang pembalikan keadaan, dari kapitalisme ke komunisme, sulit diwujudkan. Dengan demikian, cara berpikir tokoh kolot yang menempatkan kapitalisme sebagai musuh nomor dua dan komunisme nomor satu akan dianggap keliru.

Termakan propaganda murahan tersebut bisa membahayakan umat. Kesalahan menentukan musuh utama akan membuat khalayak terkelabui. Pranata ekonomi yang eksploitatif akan semakin terkonsolidasi karena tak tersentuh kritik dan perlawanan umat beragama. Para pemodal bisa leluasa melakukan praktik-praktik ekonomi yang bertentangan dengan ajaran agama dan merugikan umatnya. Perhatikan ilustrasi berikut:

Di sebuah tempat:

Kapitalis A: Di masa mendatang harus ada tokoh dari persekutuan kita jadi presiden.
Kapitalis B: Siapa kira-kira?
Kapitalis C: Si Fulan saja.
Kapitalis A dan B: Setuju dengan usulanmu!

Di tempat lain:

Tokoh Muslim A: Kita harus membuat sebuah gerakan penentangan.
Tokoh Muslim B: Gerakan menentang siapa?
Tokoh Muslim C: Gerakan ganyang komunis.
Tokoh Muslim A dan B: Setuju dengan usulanmu!

Persekongkolan antara pemodal dengan tokoh agama dibangun untuk mencegah umat memiliki kesadaran kritis yang tepat sasaran. Propaganda antikomunisme ini adalah proyek penyesatan pandangan umum. Bahkan ada media Islam yang menyiarkan berita bahaya laten komunisme dengan menggunakan pendapat Tommy Soeharto, seorang kapitalis muda yang juga anak “jenderal jagal besar”. Dan belakangan ini dia mulai dikabarkan akan menjadi salah satu calon presiden di Pemilu 2019 nanti. Inilah salah satu ancaman nyata kita.

Dengan dalih agama sedang terancam, kita diminta fokus pada komunisme. Kapitalisme adalah musuh besar komunisme. Dan kebanyakan tokoh-tokoh agama memandang komunisme adalah musuh Islam. Namun sebagian dari mereka berkata kepada para kapitalis, “Musuh dari musuhku bisa menjadi temanku”. Lalu bertemanlah pemodal dan tokoh agama. Setelah berhasil mencemari agama, kekuasaan pemodal pun semakin kuat karena sebelumnya telah berhasil membangun persekongkolan dengan elite politik. Sementara mereka bertiga sedang berunding sambil mengisap cerutu di ruang rapat, massa yang sudah terperdaya pun sibuk meneriakkan “komunisme haram hukumnya” di bawah terik matahari.

Umat Muslim akan terus lemah jika tidak menyuarakan perlawanan terhadap kapitalisme. Kesadaran seperti inilah yang harus dimiliki. Jika tidak mewaspadai dan melawan propaganda konyol tersebut, Islam akan dihancurkan. Lagian, salah menentukan musuh bisa berujung pada tindakan yang menghancurkan teman sendiri.

PENULIS: Bisma Yadhi Putra Seorang penulis sekaligus analis politik muda berbakat di Aceh.

Wednesday, July 29, 2015

ABU RAZAK LEBIH LAYAK DAMPINGI MUZAKKIR MANAF UNTUK MAJU DARI PA

SIAPA YANG LEBIH LAYAK MENDAMPINGI MUZAKKIR MANAF?



Ini jelas masih tanda tanja, beda halnja dengan penetapan Muzakkir Manaf sebagai Cagub Tunggal dari PA.
Banjak nama yang pernah disebut oleh berbagai pihak baik internal PA maupun dari luar, di antaranja ada Abu Razak (Kamaruddin Abu Bakar dari Pidie) yang merupakan kader asli PA dan GAM bukan pendatang setelah damai, dia juga Wakil Ketua KPA sekaligus wakil ketua PA Pusat.
Ada juga nama Teuku Al Khalid (dari Pijay) yang merupakan ketua DPD Gerindra Aceh yang dikenal dekat dengan Muzakkir Manaf yang juga menjabat Dewan Penasehat Gerindra Aceh selain sebagai ketua DPA PA, Ada juga nama Abdullah Saleh (dari Nagan Raya) yang sebelumnja di PPP kemudian setelah damai bergabung dengan PA yang terkenal blak blakan dan sangat ambisius, ada juga Nama Muklis Basyah (Aceh Rayeuk) yang juga menjabat sebagai Sekjen PA Pusat serta sedang menjabat sebagai Bupati Aceh besar, ada juga Nama Zaini Jalil yang juga merupakan ketua DPD Nasdem Aceh yang merupakan putra Bireun, setidaknja itu di antara sekian nama yang mulai diapungkan dan masih menjadi teka teki sampai sekarang.

Nah terlepas dari berbagai pertimbangan yang diberikan oleh para pihak yang telah menyebutkan nama-nama tersebut diberbagai kesempatan dan berbagai media maupun tempat, kali ini saya mencoba menganalisa kemungkinan siapa yang menurut saya layak dan lebih layak menjadi pendamping Muzakkir Manaf sebagai pasangan Cagub dan Cawagub yang diusung oleh PA.

Di antara nama-nama tersebut ada yang terlihat begitu ambisius dan sudah terang-terangan mengiklankan diri bahwa sangat ingin mendampingi Muzakkir Manaf, berbagai manuverpun telah dan akan terus dimainkan, ada juga yang belum memperlihatkan keinginan secara langsung namun dilihat dari apa yang dilakonkan dan dikerjakan dia selama ini bahkan jauh sebelum Muzakkir Manaf mendeklarasikan diri sebagai Calon Gubernur dari PA dapat dibaca bahwa dia sangat dan sedang mengincar kursi disamping Muzakkir Manaf, bahkan kalau tidak berlebihan saya ingin katakan bahwa sebenarnja yang diinginkan bukan Muzakkir Manaf jadi Gubernur tapi kursi Wakil Gubernur harus bisa menjadi milik dia, sehingga langkah awalnya adalah memastikan Muzakkir Manaf maju sebagai Cagub dan kursi Cawagub bisa diperebutkan, dan ini tidak akan terjadi jika wacana rekonsiliasi yang pernah diwacanakan sebelumnja antara Irwandi dan Muzakkir Manaf berjalan mulus, karena jika rekonsiliasi terjadi dan Irwandi berpasangan dengan Muzakkir Manaf maka dia dipastikan tidak bisa memperebutkan kursi Wakil Gubernur Incaran dia, atau bahkan tidak tertutup kemungkinan ia akan kehilangan pengaruh di PA.

Whell...
Itu adalah ragam lakon yang saya lihat dari diri para kandidat wagub pendamping cagub yang akan di usung PA.

Namun dari sekian nama dan ragam gaya, saya lebih tertarik atau menurut saya lebih cocok untuk menjadi pendamping Muzakkir Manaf adalah ABU RAZAK atau Kamaruddin Abu Bakar.

Kenapa Abu Razak?
Pertama:
Secara kalkulasi internal posisi Abu Razak yang menjabat sebagai Wakil ketua PA dan juga KPA dan terlihat sudah berpengalaman mendampingi Muzakkir Manaf selama ini atau bahkan semasa konflik sekalipun harus diakui memiliki nilai pluss untuk keakuran dan menghindari perpecahan saat menjabat sebagai Gub dan Wagub jika terpilih, setidaknya ini terbukti dan sudah teruji dalam mengomandoi PA dan KPA.
Ke dua:
Abu Razak adalah kader asli PA dari Pidie, yang merupakan basis suara terbesar PA setelah Pasee yang sudah diwakili Muzakkir Manaf, suara PA di Pidie dan Pidie Jaya bahkan lebih besar daripada Kawasan Barsela (Barat Selatan) yang diwakili Abdullah Saleh.
Ke tiga:
Abu Razak terlihat lebih dingin dan tidak seambisius kandidat lain yang terlihat begitu getol ingin maju, ini menjadi nilai plus tersendiri mengingat selama ini Jika Wagub dan Gub sama-sama ambisius sangat rawan dengan perpecahan jika terpilih.
Ke Empat:
Abu Razak jika dipasang dengan Muzakkir Manaf maka dengan sendirinya akan membantah tuduhan bahwa selama ini PA telah diacak-acak oleh penyusup yang bergabung dengan PA pasca damai, karena Abu Razak murni kader PA dan Berasal dari Pidie yang diperkirakan akan dapat mengamankan suara PA dari Pidie dari persaingan dengan kandidat lain yang juga dari Pidie, sehingga dengan dua faktor satu dan dua plus kenyataan Abu Razak yang sudah berpengalaman mendampingi Muzakkir Manaf di PA maupun KPA sehingga lebih besar harapan untuk dapat saling mengisi, memahami dan sinergi, dilengkapi dengan sikap Abu Razak yang tidak ambisius dan tenang.

Nama lain sebetulnya ada juga seperti Kautsar Muhammad Yus namun sepertinya dia lebih tertarik untuk maju di BNA 1 sebagai Calon Walikota Banda Aceh.

Nah terlepas dari baik buruknja untuk Aceh, setidaknja untuk Internal PA dan KPA  saya kira dengan alasan di atas ABU RAZAK lebih layak daripada yang lain.

Namun pilihan tetap di tangan pengambil kebijakan di PA, saya hanja mencoba menganalisa dari berbagai isu dan perkembangan yang saya cermati dari luar.

Siapkah Abu Razak?
Akankah PA memilih Abu Razak?

Ntahlah...
Penulis: Muhammad Ramadhan

Wednesday, July 22, 2015

IRWANDI YUSUF, MUZAKKIR MANAF, ZAKARIA SAMAN, RAMADHAN MAJU DI PILKADA 2017 NANTI, KENAPA TIDAK?

IRWANDI YUSUF, MUZAKKIR MANAF, ZAKARIA SAMAN, ZAINI ABDULLAH, RAMADHAN MAJU DI PILKADA 2017 NANTI, KENAPA TIDAK?
IRWANDI YUSUF, MUZAKKIR MANAF, ZAKARIA SAMAN, ZAINI ABDULLAH, RAMADHAN menegaskan diri (dengan kata insya Allah) untuk maju di pilkada 2017 mendatang, Itu hak konstitusi semua  Warga Negara Indonesia, dan itu dijamin oleh UURI.
Tak ada seorang pun yang berhak menolak atau melarang apalagi berusaha menggagalkan pencalonan tersebut, adalah kesalahan besar ketika ada orang yang "menolak" majunja Seorang IRWANDI YUSUF (Bireun), MUZAKKIR MANAF (Aceh Utara), ZAKARIA SAMAN dan ZAINI ABDULLAH (Pidie) atau RAMADHAN  (Aceh Besar) di Pilkada 2017, baik saya maupun anda, sebagai seorang Tuha Peut di partai yang berkuasa di Aceh misalnja adalah sangat Wajar ZAKARYA SAMAN  atau ZAINI ABDULLAH bertekad untuk maju sebagai salah satu kandidat Gubernur Aceh, apa lagi MUZAKKIR MANAF telah duluan menjatakan diri untuk maju.
Atau bahkan orang di luar Partai Aceh ingin maju semisal IRWANDI YUSUF yang sudah pernah berbuat untuk Aceh ketika menjabat sebagai Gubernur  Aceh atau  bahkan RAMADHAN yang memiliki track record alias catatan masa lalu yang masih putih dan tidak pernah terlibat skandal politik di Aceh maupun di Indonesia meskipun sama sekali belum berpengalaman namun ingin berkompetisi untuk maju di pilkada 2017 nanti itu merupakan hal yang sangat wajar dan legal di depan hukum, karena semua warga negara berhak untuk maju, dipilih dan memilih atau tidak, toh selain jalur Partai juga masih terbuka jalur Independent bagi setiap warga negara yang berniat mencalonkan diri.
Pada hakikatnya hak mereka sama seperti hak anda juga, anda juga berhak untuk maju seperti haknja dia.
INI pertanda bagus untuk pertumbuhan iklim demokrasi di Aceh yang selama ini terlihat begitu menakutkan, rakyat Aceh memiliki semakin banyak pilihan, tidak hanya pada sosok-sosok tertentu saja yang seakan-akan terlihat tidak ada pilihan lain dan sangat kaku.
Namun pilihan dan kedaulatan untuk dipilih atau tidak itu tetap ditangan pemilih.
Ayooe siapa lagi?

Thursday, June 11, 2015

"GILAA" ANGGOTA DEWAN YANG SATU INI MENOLAK DANA ASPIRASI, ADA LAWAN?


JAKARTA –  Gilaaa...Mantan aktifis yang sekarang bergabung dengan PDI P Budiman Sudjatmiko dengan tegas menolak usulan Banggar DPR terkait dana aspirasi, sebagaimana diberitakan oleh situs okezone.com Usulan Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk memberikan dana aspirasi kepada anggota dewan sebesar Rp20 miliar per tahun masih menuai polemik. Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi II DPR RI, Budiman Sudjatmiko yang juga mantan kader PRD menyatakan menolak usulan itu.
Penolakan pertama, kata dia, anggaran Rp20 miliar sebagai dana aspirasi yang dialokasikan melalui anggota DPR RI dan ditujukan untuk pembangunan daerah pemilihan itu tidak memiliki alasan yang kuat.
"Sebab, fungsi DPR yakni legislasi adalah pengawasan. Mengenai anggaran, tidak perlu menjangkau sejauh itu, di mana anggota DPR menjadi semacam saluran anggaran di daerah pemilihan. Sementara di sisi lain, penggunaan anggaran yang selama ini ada (tunjangan reses dan sebagainya) belum dapat dimaksimalkan untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan," ujar Budiman dalam keterangan resmi yang diterimaOkezone, di Jakarta, Kamis (11/6/2015).
Alasan kedua, ungkap Budiman, jika dana aspirasi itu direalisasikan berarti kerja angggota DPR akan diukur dari bagaimana dana aspirasi tersebut disalurkan. Sebab, seorang anggota DPR hanya fokus bagaimana dana aspirasi ini tersalurkan. Karena itu, akan ada faktor-faktor subjektif di dalamnya, yakni menyangkut basis pemilihan dan lain sebagainya.
"Sementara sejatinya ketika sudah menjadi anggota DPR, semestinya anggota yang bersangkutan sudah terlepas dari sekat-sekat subjektif tersebut dan bekerja untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas," jelasnya.
Kemudian yang ketiga, politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menyatakan masih percaya bahwa masih banyak anggota DPR yang memiliki integritas. Bekerja untuk menghasilkan undang-undang yang baik bagi masyarakat tanpa harus dibekali alokasi anggaran sebesar Rp20 miliar.
"Saya percaya bahwa masih banyak anggota DPR yang bekerja dengan kesungguhan hati untuk kepentingan masyarakat. Sebab itu, anggota DPR jangan dikecilkan dengan urusan Rp20 miliar semata. Namun lebih dari itu, adalah bagaimana menghasilkan UU yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat secara luas demi kelangsungan bangsa dan negara," ungkapnya.
Keempat, jelas Budiman, dengan adanya dan alokasi Rp20 miliar maka anggota DPR terkesan mengambil kerja-kerja eksekutif. Jika kemudian alasannya adalah untuk kepentingan daerah pemilihan, ia menegaskan, bukankah di daerah pemilihan sudah terdapat pemerintah daerah yang bekerja untuk mengembangkan wilayah masing-masing.
"Belum lagi dikarenakan daerah pemilihan yang beragam. Di beberapa daerah, ada yang dua kabupaten/kota. Bahkan ada yang sampai belasan kabupaten/kota dengan beragam persoalan dan kesulitan sendiri-sendiri," katanya.
Melalui keempat alasan itu, ungkap Budiman, cukup untuk menegaskan bahwa dana Rp20 miliar tersebut sudah melecehkan nurani dan akal sehat. Baik untuk anggota DPR maupun untuk rakyat.

"Ini akan melecehkan rakyat, karena kan kebutuhan rakyat yang beragam itu bukanlah disahuti dengan Rp20 miliar, tetapi dengan kerja-kerja yang baik dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat dalam jangka panjang," pungkasnya. (fal)
Whell...
Adakah politisi atau mantan aktivis di aceh yang se gila ploitisi yang satu ini?

Tuesday, June 2, 2015

JEJAK PERLAWANAN HASAN TIRO

Mengupas Jejak Perjuangan Hasan Tiro

“...Saya akan merasa gagal jika tidak mampu mewujudkan hal ini, harta dan kekuasaan bukanlah tujuan hidup saya dan bukan pula tujuan perjuangan ini. Saya hanya ingin rakyat Aceh makmur sejahtera dan bisa mengatur dirinya sendiri...” - The Price of Freedom: The Unifinished of Diary -

Buku setebal 266 halaman itu ditulis Hasan Tiro selama enam tahun bergerilya di rimba Aceh. Pertama kali ia pulang ke Aceh pada Sabtu, 30 Oktober 1976. Hari itu ia tiba di Kuala Tari, Pasi Lhok, Sebuah desa nelayan, Kabupaten Pidie sekitar pukul 08.30 pagi, setelah 25 tahun menetap di Amerika.

Dari tempat itu dia melanjutkan perjalanan ke arah timur.Sekitar pukul 6.00 sore Hasan Tiro tiba di Kuala Tari. Sekelompok laki-laki yang dipimpin M. Daud Husin telah menunggu kehadirannya. Malam itu juga mereka berangkat menuju Gunung Halimon, Pidie.“Itu adalah malam pertama di tanah airku setelah selama 25 tahun aku tinggal di pengasingan di Amerika Serikat,” tulis Hasan Tiro dalam bukunya The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Tengku Hasan Di Tiro yang diterbitkan tahun 1984.

Itu adalah kunjungan rahasia dengan misi tunggal, yakni “Memerdekakan Aceh”.“Tak ada seorang pun di negeri ini yang mengetahui kedatanganku,” tulis Hasan Tiro."Hanya orang gila dan dungu yang percaya bahwa aku tak akan kembali lagi". Itulah sebuah penegasan Hasan Tiro pada 28 Maret 1979 silam dalam The Prince of Freedom: The Unfinished Diary.

Satu bulan berada di hutan, Hasan Tiro mulai menyusun segala strategi gerilya. Puncaknya pada tanggal 4 Desember 1976, saat ia mendeklarasikan Gerakan Aceh Merdeka di Gunung Halimon, Pidie.Hasan Tiro punya alasan dalam memilih tanggal 4 Desember sebagai hari deklarasi.

Menurutnya, tanggal tersebut punya landasan historis dan simbolis. Pada tanggal 3 Desember 1911 Tengku Chik Maat di Tiro sebagai pemimpin pejuang Aceh melawan Belanda syahid dalam peperangan dengan Belanda di Alue Bhot, Tangse, Pidie.Dengan terbunuhnya Maat di Tiro, Belanda mengklaim Aceh telah kalah dan menetapkan tanggal 4 Desember sebagai hari runtuhnya Aceh.

Tiro membantah anggapan itu. Dia mengatakan, perjuangan Maat di Tiro diteruskan kembali oleh orang-orang yang selamat dalam pertempuran di Alue Bhot. Tengku Chik Maat di Tiro adalah paman Hasan Tiro. “Saya sudah lama memutuskan bahwa Deklarasi Kemerdekaan Aceh Sumatera harus dilakukan pada tanggal 4 Desember dengan alasan simbolis dan historis.
Itu adalah hari dimana Belanda menembak dan membunuh Kepala Negara Aceh Sumatera, Tengku Cik Mat di Tiro dalam pertempuran di Alue Bhot, tanggal 3 Desember 1911. Belanda karenanya mencatat bahwa 4 Desember 1911 adalah hari akhir Aceh sebagai entitas yang berdaulat, dan hari kemenangan Belanda atas Kerajaan Aceh Sumatera.” The Price of Freedom: The Unifinished of Diary

Maka begitulah, di Bukit Cokan dia menuliskan Deklarasi Kemerdekaan Aceh, melanjutkan perjuangan Tengku Cik di Tiro dan para leluhurnya.Tahun pertama GAM, pengikut-pengikut Hasan Tiro kebanyakan dari keluarga Tiro sendiri dan beberapa mantan pengikut Teungku Daud Beureueh. Angkatan pertama seperti Teungku M Daud Husin (Daud Paneuk), Teungku Taleb, Usman Lampoh Awe, Zaini Abdullah dan Ilyas Leubee. Dari bekas pengikut Daud Beureueh, ada Malik Mahmud Al-Haytar, anak dari pengikut setia Abu Daud Bereueh, Mahmud Al-Haytar. Malik mau bergabung dengan Aceh Merdeka karena punya ikatan sejarah dan emosional.

Hasan Tiro pernah memberikan ceramah kepada pengikutnya pada tanggal 11 Februari 1977. Di hadapan pengikut GAM di sebuah bukit, Hasan Tiro membakar semangat para pejuang dengan ceramahnya tentang tanah Aceh. Ia menyebut Aceh sebagai warisan leluhur yang harus dipertahankan, tanpa mengakui nama lain. 

Dan tanggal 4 Desember 1976 deklarasi kemerdekaan itu pun dibacakan..“Kami, rakyat Aceh, Sumatera, menggunakan hak kami untuk menentukan nasib sendiri dan melindungi hak sejarah kami akan tanahair kami, dengan ini menyatakan bahwa kami merdeka dan independen dari kontrol politik rejim asing Jakarta dan orang asing dari Pulau Jawa. Tanah Air kami, Aceh, Sumatra, selalu merdeka dan independen sebagai Negara yang Berdaulat sejak dunia diciptakan…” The Price of Freedom: The Unifinished of Diary.

Catatan: Teks di atas merupakan paragraph pertama dari Deklarasi Kemerdekaan Aceh yang di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari buku The Price of Freedom: TheUnfinished Diary of Tengku Hasan Di Tiro. Teks asli adalah sebagai berikut:“We, the people of Acheh, Sumatra, exercising our right of 
self-determination, and protecting our historic right of eminent 
domain to our fatherland, do hereby declare ourselves free and 
independent from all political control of the foreign regime of 
Jakarta and the alien people of the island of Java. Our 
fatherland, Acheh, Sumatra, had always been a free and independent 
Sovereign State since the world begun…” The Price of Freedom: The Unifinished of Diary.

Siapakah Hasan Tiro?
Anak kedua pasangan Tengku Muhammad Hasan dan Pocut Fatimah ini lahir di desa tanjong Bungong, Tiro 25 September 1925. Pada tahun 1945 ia kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Ia Mendapat beasiswa melanjutkan kuliah pada fakultas hukum, Universitas Columbia.Sambil kuliah bekerja pada Dinas Penerangan Delegasi Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dia memperoleh gelar doktor di bidang hukum internasional dari Colombia University.  Di masa-masa itu pula Hasan Tiro pernah bekerja di KBRI dan membangun jaringan bisnis di bidang petrokimia, pengapalan, penerbangan, dan manufaktur hingga ke Eropa dan Afrika.
Hasan Tiro juga menjelaskan hal ini dalam bukunya The Price of Freedom.

Dan pada tahun 1973, Dia diangkat oleh Raja Feisal dari Arab Saudi sebagai penasehat agung Muktamar Islam se-Dunia.Pada tanggal 1 September 1954 ia mengirim surat terbuka kepada Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamidjojo memprotes tindakan militer pemerintah pusat menangani pemberontakan DI/TII di Aceh dan sejumlah provinsi lain di Indonesia, Dan Memprotes tragedi pembunuhan massal di Pulot-Cot Jeumpa Februari 1955. Bulan Maret 1955 dia Mengirim surat kepada 12 negara Islam di dunia meminta untuk memboikot Konferensi Asia Afrika (KAA) yang akan dilaksanakan di Bandung pada April 1955. 

Pengalaman Organisasi
-Pernah aktif dalam Pemuda Republik Indonesia (PRI)Pernah menjabat Ketua Muda PRI di Pidie pada 1945
-Staf Wakil Perdana Menteri II dijabat Syafruddin Prawiranegara
-Staf penerangan Kedutaan Besar Indonesia di PBB
-Presiden National Liberation Front of Aceh Sumatra
-Dinas Penerangan Delegasi Indonesia di PBB,AS, 1950-1954
-Ketua Mutabakh, Lembaga Nonstruktural Departemen Dalam Negeri Libya
-Dianugerahi gelar Doktor Ilmu Hukum University of Plano,Texas Lulusan University Columbia dan Fordam University di New York

Karya-karya
-Mendirikan "Institut Aceh" di AS
-Dirut dari Doral International Ltd di New York
-Punya andil di Eropa, Arab dan Afrika dalam bisnis pelayaran dan penerbangan
-Artikel berjudul The Legal Status of Acheh Sumatra under International Law 1980
-The Price of Freedom: The Unfinished Diary
-Atjeh Bak Mata Donya (Aceh di Mata Dunia)
-Terlibat sebuah "federasi" 10 daerah di Sulawesi, Sumatra, dan Maluku melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Soekarno.

Pandangan Politik Hasan Tiro
Jika dilihat dari riwayat pendidikannya, Hasan Tiro awalnya adalah seorang yang aktif dan sangat Nasionalis pro-Indonesia. Namun, pandangan politik Hasan mulai berbalik 180 derajat ketika pemerintah Indonesia di masa Perdana Menteri Ali Sastroamidjo (1953-1955) mengejar dan membunuh massal pasukan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) hingga ke pedalaman Aceh.

Hasan Tiro memprotes tindakan itu. Bulan September 1954 dia mengirimkan sepucuk surat kepada sang perdana menteri.Kecewa dengan sikap pemerintah Indonesia, Hasan Tiro kemudian meninggalkan KBRI. Dia bergabung dengan DI/TII Aceh yang dideklarasikan mantan Gubernur Militer Aceh (1948-1951) Daud Beureuh tanggal 20 September 1953 sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) yang dideklrasikan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Tasikmalaya, 7 Agustus 1949.

Di DI/TII Aceh Hasan Tiro menjabat sebagai menteri luar negeri, dan karena jaringannya yang dianggap luas di Amerika Serikat dia pun mendapat tugas tambahan sebagai “dutabesar” di PBB.

Penyebab perlawanan DI/TII
Setidaknya ada beberapa sebab praktis yang ikut mendorong pemberontakan DI/TII yang secara bersamaan terjadi di tiga propinsi, Aceh, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.

Pertama berkaitan dengan rasionalisasi tentara. Banyak tentara dan laskar rakyat yang ikut berjuang dalam perang revolusi tidak dapat diakomodasi sebagai tentara reguler. Kedua, pemberontakan ini juga merupakan ekspresi kekecewaan terhadap hubungan pemerintahan Sukarno yang ketika itu semakin dekat dengan kubu komunis.
Di tahun 1961 Daud Beureuh mengubah Aceh menjadi Republik Islam Aceh (RIA). Tetapi di saat bersamaan, gerakannya mulai melemah setelah SM Kartosoewirjo dilumpuhkah. Adapun Kahar Muzakar dinyatakan tewas dalam sebuah pertempuran di belantara Sulawesi tahun 1965.

Adalah Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M. Jassin, yang berhasil meyakinkan Daud Beureuh untuk kembali bergabung dengan Republik Indonesia. Tanggal 9 Mei 1962 Daud Beureuh ditemani antara lain komandan pasukannya yang setia, Tengku Ilyas Leube, pun turun gunung.

Bulan Desember perdamaian dirumuskan dalam Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh.

Menurut Serambi Indonesia (25/9) setelah pemberontakan DI/TII melemah, Hasan Tiro ikut melunak. Pertengahan 1974 dia kembali ke Aceh. Dalam pertemuan dengan gubernur Aceh saat itu, Muzakir Walad, Hasan Tiro meminta agar perusahaannya bisa menjadi kontraktor pembangunan tambang gas di Arun.Tapi Muzakkir Walad tak dapat memenuhi permintaan ini. Bechtel Inc., sebuah perusahaan dari California, Amerika Serikat, telah ditunjuk pemerintahan Orde Baru Soeharto sebagai kontraktor pembangunan pabrik gas Arun.

Hasan Tiro kembali kecewa. Baginya, ini adalah bukti bahwa janji otonomi daerah dan hak daerah mengelola sumber alam hanya bohong belaka. Kekecewaannya pun semakin memuncak setelah Syariat Islam yang dibicarakan dalam konsep “Prinsipil Bijaksana” antara Daud Beureueh dan pemerintah pusat tak kunjung dilaksanakan.Hasan Tiro kembali menggalang kekuatan, mengambil alih posisi puncak dari tangan Daud Beureuh yang saat itu sudah turun dari panggung politik Aceh. Dia menghubungi tokoh penting mantan anggota DI/TII seperti Teungku Ilyas Leube, yang dikenal sebagai salah satu pengikut setia Daud Beureueh. Juga Daud Paneuk.

Tak lama manuver Hasan Tiro tercium oleh tentara. Operasi militer disiapkan untuk menangkapnya. Tetapi Tiro berhasil melarikan diri, pulang ke Amerika Serikat.Sebelum meninggalkan Aceh dia berjanji akan kembali datang untuk menyusun kekuatan yang jauh lebih besar. Dan begitulah, akhirnya kaki Hasan Tiro kembali menginjak Aceh, 11 Oktober 2008 silam. Allah (swt) mengabulkan doanya menghembuskan nafas yang terakhir di tanah kelahirannya sendiri.Selamat jalan Wali

sumber: http://www.atjehcyber.net/2012/08/membongkar-jejak-perjuangan-hasan-tiro.html

Thursday, May 28, 2015

WHELL ADA "PERMAINAN" DIBALIK OPINI WTP, SIAPA YANG BERMAIN?


INDONESIA–  Dalam beberapa hari terakhir kita melihat halaman media cetak baik local maupun nasional dipenuhi dengan ucapan selamat yang dialamatkan kepada beberapa pemerintah daerah yang berhasil meraih OPINI WTP dari BPK RI terkait pengelolaan anggaran daerah, namun hal itu masih terkesan sebagai sensasi belaka, betapa tidak? OPINI WTP tersebut belum memberikan dampak kepada kemakmuran rakyat, jika memang pengelolaan anggaran telah sesuai dengan aturan makan sudah seharusnya berdampak pada perbaikan kondisi dan kesejahteraan rakyat, berbagai opinipun bermunculan terkait dengan pemberian OPINI WTP oleh BPK RI tersebut bermunculan, misalnya APF Dalam rilisnya mempertanyakan korelasi OPINI WTP dengan kesejahteraan rakyat (Baca: OPINI WTP APA GUNANYA UNTUK RAKYAT?).

Whell ternyata bukan hanya APF yang mempertanyakan OPINI WTP tersebut, lebih parah lagi berbagai pihak menduga ada permainan alias kong kalikong dalam pemberian OPINI WTP tersebut oleh BPK RI, salah satunya yaitu menteri ESDM yang mengkritisi pemberian OPINI WTP tersebut.

MENTERI ESDM KRITISI OPINI WTP
Sebagaimana diberitakan oleh liputan6.com Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengkritisi pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) "Beberapa terakhir ada tren memajang foto mendapatkan WTP, seolah WTP adalah hadiah tertinggi, secara performa betul," kata Sudirman, seperti yang dikutip Minggu (14/12/2014).
Lebih lanjut Sudirman mengakui, untuk mendapatkan opini WTP, laporan keuangan sebuah instansi harus terhindar dari kesalahan fatal dan penyimpangan. "Kalau ada permasalahan tidak cukup berat dikasih WTP (wajar dengan pengecualian, kalau diyakini auditor nggak beres dikasih opini tidak wajar. Kalau auditor tidak bisa lihat apapun saking gelapnya artinya  disclaimer  auditor menolak memberikan pendapat," paparnya.
Sudirman yang juga pernah menjadi auditor mengungkapkan, saat ini opini tersebut bisa diragukan. Lantaran dengan dimasukinya lembaga negara urusan mengaudit tersebut oleh politisi muncul dugaan opini WTP bisa dijual belikan.
"Belakangan ini ada tren dipajang pejabat BPK iklan segala macam. Maaf BPK kita dimasuki politisi, peran profesional adjustment dimainkan politik akhirnya sering terjadi jual beli opini," pungkas Menteri ESDM Sudirman Said. 
KETUA BPK DIDUGA LAKUKAN JUAL BELI OPINI WTP
Sementara itu ekses dari pemberian OPINI WTP tersebut Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil dicecar pertanyaan adanya tuduhan jual beli opini terhadap laporan keuangan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga dalam fit and proper test calon anggota BPK di Dewan Perwakilan Daerah DPD. 
Sebagaimana dilansir oleh situs katadata.co.id Pertanyaan itu diajukan oleh anggota DPD dari Yogyakarta, Cholid Mahmud sesudah Rizal Djalil menyampaikan visi dan misinya dalam uji kelayakan itu. Menanggapi pertanyaan tuduhan praktik jual beli opini, Rizal menjawab selama ini BPK memberikan opini laporan keuangan sesuai dengan Undang Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK. Ia mengakui saat ini status opini 'wajar tanpa pengecualian' (WTP) sudah menjadi komoditi. Walikota, bupati atau gubernur jika daerahnya mendapatkan opini WTP dianggap memiliki reputasi yang baik. Namun jika laporan keuangan daerah mendapatkan opini disclaimer, maka hal itu dianggap bisa merusak reputasi.
"Saya katakan opini WTP jangan menjadi komoditi," ujar Rizal di DPD, Jakarta, 19 Agustus 2014.
Rizal juga menanggapi pertanyaan terkait auditor BPK yang meminta uang saat melaksanakan tugas. Dia mengatakan jika ada auditor BPK yang melakukan praktik tercela itu, akan segera ditindak dan di nonaktifkan dari pekerjaannya. "Jika ada hal seperti itu langsung laporkan ke kami," tuturnya.
Pertanyaan tuduhan jual beli opini itu dikutip Cholid dari laporan Majalah Tempo. Majalah edisi 2-8 Juni 2014 itu menulis Rizal Djalil dilaporkan mengintervensi hasil pemeriksaan auditor. Rizal membantah adanya praktik tersebut dan menilai tuduhan jual beli opini yang menerpanya salah sasaran. Sebab, auditor di bawahnya paling sedikit memberikan opini WTP. Kecurigaan seharusnya diarahkan ke pimpinan BPK yang paling banyak menerbitkan opini WTP. “Saya bisa membuka semua orang yang menjual WTP,” ujarnya seperti yang dikutip dari Majalah Tempo.
Dalam fit and proper test tersebut, Rizal juga memberikan penjelasan audit BPK juga memiliki kelemahan. Contohnya ketika ia menjabat sebagai auditor VI BPK yang melakukan audit terhadap Kementerian Pendidikan yang selama empat tahun berturut-turut memperoleh status disclaimer. Alasannya audit Kementerian Pendidikan membutuhkan waktu yang lama karena besarnya jaringan Dinas Pendidikan hingga Perguruan Tinggi. Empat tahun berselang baru BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP). "Jadi saya katakan tetap ada kelemahan BPK, dan itu yang akan saya perbaiki," katanya.

Whell…
OPINI WTP PRESTASI ATAU SENSASI?