Showing posts with label POLITIK ACEH. Show all posts
Showing posts with label POLITIK ACEH. Show all posts

Tuesday, July 26, 2016

APRESIASI ATAS KUNGKER DPR ACEH

TERIMA KASIH DPR ACEH

Alhamdulillah, setelah melakukan kungker ke luar negeri Wakil kita di DPRA telah belajar langsung dan berhasil menemukan solusi terhadap persoalan yang selama ini tidak terselesaikan di Aceh:
- Listrik akan segera beres, Persoalan Air Bersih segera tertuntaskan,
- Angka pengangguran dan kemiskinan akan segera bisa dipangkas seiring akan dibukanja lapangan kerja baru sehingga taraf perekonomian Rakyat Aceh akan menjadi yang terbaik di Indonesia bahkan di Asean,
- Indeks kesehatan rakyat Aceh akan segera bisa diperbaiki buah dari pembelajaran tentang pelayanan kesehatan di luar negeri
- Transportasi di Aceh akan menjadi yang pertama dan satu-satunja yang bebas hambatan bin kemacetan di Indonesia,
- Sistem pendidikan di Aceh akan segera menjadi yang terbaik senusantara jauh meninggalkan Papua, Djogja bahkan DKI
- Aceh akan menjadi Provinsi Percontohan dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia di mana Pemerintah Aceh akan menjadi Icon dan role model Pemerintahan yang transparan, dinamis, kreatif dan modern.

Tks Wakil kami di DPR Aceh yang telah berjuang mati-matian, siang malam bahkan rela meninggalkan keluarga tercinta untuk mencarikan jalan keluar atas persoalan kami

Untuk dan atas semua pengorbanan dan perjuangannja kami haturkan ribuan terima kasih, maafkan kami yang sangat berlebihan mengkritisi tuan-tuan.

Ttd. Rakyat Aceh
@[100005434561066:Muhammad Ramadhan Al-Faruq Aceh]

#khayalantingkattinggii

Thursday, May 26, 2016

KAUTSAR & ABU RAZAK LEBIH LAYAK DAMPINGI MUZAKKIR MANAF

SIAPA YANG AKAN DAMPINGI MUZAKKIR MANAF PADA PILKADA 2017 MENDATANG?

Ini jelas masih tanda tanja, beda halnja dengan penetapan Muzakkir Manaf sebagai Cagub Tunggal dari PA.

Banjak nama yang pernah disebut oleh berbagai pihak baik internal PA maupun dari luar, di antaranja ada Abu Razak (Kamaruddin Abu Bakar dari Pidie) yang merupakan kader asli PA dan GAM bukan pendatang setelah damai, dia juga Wakil Ketua KPA sekaligus wakil ketua PA Pusat.

Ada juga nama Teuku Al Khalid (dari Pijay) yang merupakan ketua DPD Gerindra Aceh yang dikenal dekat dengan Muzakkir Manaf yang juga menjabat Dewan Penasehat Gerindra Aceh selain sebagai ketua DPA PA, Ada juga nama Abdullah Saleh (dari Nagan Raya) yang sebelumnja di PPP kemudian setelah damai bergabung dengan PA yang terkenal blak-blakan dan sangat ambisius, ada juga Nama Muklis Basyah (Aceh Rayeuk) yang juga menjabat sebagai Sekjen PA Pusat serta sedang menjabat sebagai Bupati Aceh besar, KAUTSAR yang juga ketua Fraksi PA di DPRA yang dikenal muda dan energik serta punja kemampuan diatas rata-rata kader PA di DPRA, ada juga Nama Zaini Jalil yang juga merupakan ketua DPD Nasdem Aceh yang merupakan putra Bireun dan terakhir nama Nasir Djamil masuk bursa setelah PKS mendeklarisikan dukungannja secara resmi pada MUZAKKIR MANAF setidaknja itu di antara sekian nama yang mulai diapungkan dan masih menjadi teka teki sampai sekarang.

Nah terlepas dari berbagai pertimbangan yang diberikan oleh para pihak yang telah menyebutkan nama-nama tersebut diberbagai kesempatan dan berbagai media maupun tempat, kali ini saya mencoba menganalisa kemungkinan siapa yang menurut saya layak dan lebih layak menjadi pendamping Muzakkir Manaf sebagai pasangan Cagub dan Cawagub yang diusung oleh PA.

Di antara nama-nama tersebut ada yang terlihat begitu ambisius dan sudah terang-terangan mengiklankan diri bahwa sangat ingin mendampingi Muzakkir Manaf, berbagai manuverpun telah dan akan terus dimainkan.

Ada juga yang belum memperlihatkan keinginan secara langsung namun dilihat dari apa yang dilakonkan dan dikerjakan dia selama ini bahkan jauh sebelum Muzakkir Manaf mendeklarasikan diri sebagai Calon Gubernur dari PA dapat dibaca bahwa dia sangat dan sedang mengincar kursi disamping Muzakkir Manaf, bahkan kalau tidak berlebihan saya ingin katakan bahwa sebenarnja yang diinginkan bukan Muzakkir Manaf jadi Gubernur tapi kursi Wakil Gubernur harus bisa menjadi milik dia, sehingga langkah awalnya adalah memastikan Muzakkir Manaf maju sebagai Cagub dan kursi Cawagub bisa diperebutkan, dan ini tidak akan terjadi jika wacana rekonsiliasi yang pernah diwacanakan sebelumnja antara Irwandi dan Muzakkir Manaf berjalan mulus, karena jika rekonsiliasi terjadi dan Irwandi berpasangan dengan Muzakkir Manaf maka dia dipastikan tidak bisa memperebutkan kursi Wakil Gubernur Incaran dia, atau bahkan tidak tertutup kemungkinan ia akan kehilangan pengaruh di PA.

Whell...

Itu adalah ragam lakon yang saya lihat dari diri para kandidat cawagub pendamping cagub yang akan di usung PA.

Namun dari sekian nama dan ragam gaya, saya lebih tertarik atau menurut saya lebih cocok untuk menjadi pendamping Muzakkir Manaf adalah ABU RAZAK atau Kamaruddin Abu Bakar dan KAUTSAR

Kenapa Abu Razak Dan Kautsar?

Pertama:

Secara kalkulasi internal posisi Abu Razak yang menjabat sebagai Wakil ketua PA dan juga KPA dan terlihat sudah berpengalaman mendampingi Muzakkir Manaf selama ini atau bahkan semasa konflik sekalipun harus diakui memiliki nilai pluss untuk keakuran dan menghindari perpecahan saat menjabat sebagai Gub dan Wagub jika terpilih, setidaknya ini terbukti dan sudah teruji dalam mengomandoi PA dan KPA. Sementara Kautsar punja kelebihan tersendiri dan juga telah memperlihatkan kepiawaiannja dalam berkontribusi untuk PA sedari awal hingga sekarang sangat konsisten.

Ke dua:

Abu Razak adalah kader asli PA dari Pidie, yang merupakan basis suara terbesar PA setelah Pasee yang sudah diwakili Muzakkir Manaf, suara PA di Pidie dan Pidie Jaya bahkan lebih besar daripada Kawasan Barsela (Barat Selatan) yang diwakili Abdullah Saleh. Hal yang sama juga ada pada diri Kautsar, walaupun dia maju dari DAPIL BIREUN namun dia juga punja pengaruh di Pidie bahkan juga di Bireun dan Banda Aceh, selain itu Kautsar juga punja pengaruh dikalangan muda PA yang tidak dimiliki oleh kader lainnja.

Ke tiga:

Abu Razak terlihat lebih dingin dan tidak seambisius kandidat lain yang terlihat begitu getol ingin maju, ini menjadi nilai plus tersendiri mengingat selama ini Jika Wagub dan Gub sama-sama ambisius sangat rawan dengan perpecahan jika terpilih. Hal yang sama juga ada pada diri Kautsar, bahkan dia lebih kompleks dengan kemampuan lobbinja yang dibekali oleh pengalaman dia sebagai mantan aktivis.

Ke Empat:

Abu Razak jika dipasang dengan Muzakkir Manaf maka dengan sendirinya akan membantah tuduhan bahwa selama ini PA telah diacak-acak oleh penyusup yang bergabung dengan PA pasca damai, karena Abu Razak murni kader PA dan Berasal dari Pidie yang diperkirakan akan dapat mengamankan suara PA dari Pidie dari persaingan dengan kandidat lain yang juga dari Pidie, sehingga dengan dua faktor satu dan dua plus kenyataan Abu Razak yang sudah berpengalaman mendampingi Muzakkir Manaf di PA maupun KPA sehingga lebih besar harapan untuk dapat saling mengisi, memahami dan sinergi, dilengkapi dengan sikap Abu Razak yang tidak ambisius dan tenang. SEMENTARA Kautsar posisinja tidak kalah strategis selain sebagai kader PA dari Pidie layaknja Abu Razah dia juga merupakan repeesentasi dari kalangan muda PA yang berasal dari golongan Non Combatan yang sudah direpresentasikan oleh Mualem sendiri.

SATU ALASAN ISTIMEWA kenapa Kautsar lebih layak, karena dia punja akses jaringan politik yang sangat luas tidak hanja di Aceh tapi juga hingga ke Jakarta yang merupakan kekurangan TERBESAR dari Muzakkir Manaf sendiri, sebagai mantan Aktivis Reformasi Kautsar dipastikan punja kineksi dengan aktivis muda yang sedang berada di lingkaran Jokowi di Jakarta.

Nah terlepas dari baik buruknja untuk Aceh, setidaknja untuk Internal PA dan KPA  saya kira dengan alasan di atas ABU RAZAK & KAUTSAR lebih layak daripada yang lain.

Namun pilihan tetap di tangan pengambil kebijakan di PA, saya hanja mencoba menganalisa dari berbagai isu dan perkembangan yang saya cermati dari luar.

Siapkah Abu Razak? Atau Kautsar yang lebih sigap?

Akankah PA memilih Abu Razak?

Ntahlah...

Friday, January 22, 2016

AYAM PETELOR BANSOS GHAIB, ACEH TERANCAM GAGAL SAINGI AUSTRALIA

Ayam Petelor Bansos pemerintah Aceh pada tahun 2013 diberitakan hilang, Aceh Gagal saingi Australian.

Diduga Bansos yang digadang-gadang akan membawa Aceh untuk menjadi pioner dalam pemberdayaan ekonomi ummat dan akan segera menggeser Australia dalam persaingan pengekspor telor di dunia terutama di kawasan Asia itu hilang dibaplung oleh Komplotan Pencuri Ayam yang bergentayangan di Aceh.

Diharapkan kepada Kelompok Peternak Ayam yang berada di kawasan Aceh Besar-Bireun dan Aceh Selatan untuk waspada agar Ayamnha tidak dibaplung oleh oknum oknum yang tidak bertanggung jawab.

Berikut nama-nama yang disebutkan sebagai penerima 100 ribu ekor Ayam hibah dari Pemerintah Aceh melalui APBA 2013

DARI ACEH BESAR: 

Jasman (ketua), A Hamid Bintang (Sekretaris) Sayed Usman Wajihan (Anggota), Fitriawan

DARI BIREUN:

Mahdar Muhammad, Zainuddin Ar, Nuruzzahri, Rusdi Elustrri, M Niyanusi, Ridwan Saputra, Nirwana, Syafruddin Yusuf, Munazir, Mutasir, Muhammad Abdul Muthaleb, Ismail M Nur, Faisar, M Isa, M Isa, Muhammad, Basri, Afrizal, Munizar, Muntasir, Turhamun Syafruddin, Zulkifli, Ikhlas H Mahmud, Muhammad Nurdin, Tarmizi, Erlina, Fauzan Abdullah, Ibrahim, Saiful

DARI ACEH SELATAN:

Sariman Arma A, Zul Fahmi, Ari Mukti Suharja, Masrafit, Dedi Sahputra, Rahmadi

DARI Banda Aceh:

Muhammad Reka Alfaraby, Heri Mulyadi, Willy Astoni, Amri Saldin, Syahwal Fitrijal, Robby Fairmansyah, Kukuh Bagus Radjwarto, Arif Zulhelmi

DARI ACEH UTARA:

Firdaus

DARI ACEH TAMIANG:

Lazuardi

DARI PIDIE JAYA:

Nur Asthma

Masing-masing kebagian 2000 Ekor (Sumber: Tabloid Modus Aceh Edisi: 18-24 JANUARI 2016)

#SaveManok

Tuesday, November 24, 2015

RAMADHAN: Jika memang tidak benar, Kautsar Cs harus laporkan Zaini Abdullah ke pihak berwajib.

Jika memang tidak benar Kautsar, Hendra Fadli, Muklis Abee Cs harus laporkan Zaini Abdullah ke pihak berwajib.

Sebagaimana dilaporkan berandaaceh.com, Gubernur Zaini Abdullah saat bertemu dengan puluhan eks Tripoli, menyatakan tidak akan pernah mengalokasikan kembali bantuan untuk peningkatan ekonomi anggota KPA dan PA.

Ini karena pada APBA 2013, ia telah mengalokasikan anggaran tersebut sebesar Rp 650 miliar. Tapi dana ini diselewengkan oleh para oknum, yang menurut Gubernur Zaini dipimpin Abu Razak, Ilyas Abed, Muklis Abee, Hendra Fadli, dan Kautsar.

Saya kira saudara Muklis Abee dan beberapa nama yang disebut dalam "tudingan" terkait dana Rp 650 M itu sudah seharusnja melaporkan "si penuding" jika memang merasa tidak melakukan hal yang ditudingkan, karena ini bisa digolongkan dalam kasus PENCEMARAN NAMA "BAIK".

Ini jelas sangat merugikan jika memang tidak benar "tudingan" tersebut.

Ini penting agar masyarakat Aceh tidak terus berspekulasi dan berburuk sangka kepada "elit" di Aceh, jika memang Gubernur yang salah karena telah menuding sesuatu yang tidak benar maka Saudara Kautsar yang sekarang berstatus sebagai salah satu Anggota DPRA dkk (yang namanja disebut) harus melaporkan persoalan ini ke pihak berwenang agar dapat mengembalikan kepercayaan rakyat Provinsi Aceh kepada para tertuding.

Sementara jika Gubernur Aceh merasa tudingannja yang sesuai fakta ini juga harus segera dilaporkan ke pihak berwajib, terkait penjelewengan dana 650 M Rp tersebut, ini juga sangat penting agar rakyat Aceh bisa "kembali" percaya kepada Gubernur dan Gubernur bisa terbebas dari "tudingan" pencemaran nama baik.

Rakyat Aceh pasti berharap ada kepastian dan kejelasan terkait persoalan ini karena melibatkan oknum-oknum di Eksekutif dan Legeslatif yang dibiayai oleh rakyat untuk mengurus rakyat Aceh, bukan malah melukai perasaan rakyat Aceh dengan berbagai "polemik" (politik ala komik) yang terus dimainkan Pemerintah Aceh.

Kita lihat saja nanti!

Tuesday, September 29, 2015

STOP, JANGAN POLITISASI AGAMAKU DEMI BIRAHI KEKUASAANMU!

STOP, JANGAN POLITISASI AGAMAKU DEMI BIRAHI KEKUASAANMU!

(POLITISASI ISLAM & ISLAMISASI POLITISI)
Oleh: Muhammad Ramadhan Yusuf


Politisasi Islam

Politisasi Islam adalah sebuah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan tindakan yang dilakukan oleh sebagian orang yang menunggangi Islam untuk mencapai tujuan politik.

Adalah ironis ketika setiap hari kita mendengar sebahagian politisi di negeri ini berteriak “Islam adalah pegangan kita, Al-Quran adalah pedoman kita, syari’at adalah jalan kita”, sementara dalam kenyataannya kita terus saja berhadapan dengan realitas yang semakin hari semakin jauh dari tuntunan Al-Quran, bimbingan Islam dan aturan syari’at.

Dari mulut atau ucapannya serta pakaian maupun atribut yang disandangnya selalu dan senantiasa “membawa” nama Islam, sehingga “terkesan” dialah orang yang paling cinta kepada Islam dan senantiasa mengikuti Rasulullah SAW, sementara dalam setiap tindak tanduknya malah bertolak belakang dengan apa yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW, bahkan lebih menyerupai Musailamah Al-Kadzab (penipu) karena ingin berkuasa, dia bahkan membuat hadits palsu yang seakan-akan apa yang dia katakan benar layaknya yang pernah dikatakan Rasulullah SAW, atau ada juga yang lebih identik dengan Qarun (kaya dan Lobha) sehingga dalam kehidupannya ingin menguasai semua kekayaan dengan menghalalkan segala cara termasuk korupsi sekalipun, dengan mencari celah agar terkesan kekayaannya adalah halal, ada pula yang menyerupai Fir’aun (kuat dan angkuh) sehingga begitu senangnya memanfaatkan kekuasan untuk menindas orang lain, sehingga dia terlihat sebagai orang yang paling kuat dan kuasa dimuka bumi.

Bukankah ini yang dikatakan dengan “politisasi Islam?” yaitu ketika seseorang menunggangi Islam untuk kepentingan politik?

Mendadak mendatangi Ulama untuk meminta restu sehingga terskesan ia “telah direkom” oleh ulama tertentu untuk dipilih menjadi Gubernur, Bupati dan lain sebagainya, mendadak menghafal hadits dan ayat “guna” meng-islami pembicaraannya agar terkesan seorang yang jujur dan berbagai cara lainnya yang pada dasarnya hanya menunggangi “Islam” demi mewujudkan “kepentingan” politiknya.

Berbagai kasus dan “praktik” culas yang terjadi di sekeliling kita banyak yang melibatkan politisi-politisi yang telah mempolitisir (dengan menggunakan atribut) Islam untuk kepentingan politik mereka, padahal Islam telah dengan tegas menggariskan bahwa yang hak dan yang bathil itu jelas berbeda, misalnya Islam melarang penipuan, Islam melarang mengambil yang bukan haknya, Islam melarang ummatnya melakukan penindasan.

Islam itu melarang pengibulan.

Allah SWT dengan sangat jelas menerangkan dalam Al-Quran bahwa: “Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta” (QS Adz Dzaariyaat:10), ini menunjukkan bahwa praktek culas berupa Mark-Up yang sering terjadi disekeliling kita merupakan bentuk perbuatan yang sangat bertentangan dengan Islam itu sendiri, mark-up proyek pulan,mark-up proyek pulen, mark-up pengadaan Damkar misalnya, penyelewengan beasiswa, bansos dan lain sebagainya.

Sungguh ironis, di negeri yang dengan begitu “bergemuruh” menggaungkan syaria’at Islam yang dipimpin oleh orang yang mengaku sangat cinta kepada Islam malah terjadi tindakan-tindakan yang berlawanan dengan ajaran Islam itu sendiri.

Islam itu melarang korupsi 

Allah SWT berfirman “Dan janganlah kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (Surah Al-Baqarah: 188), bukankah dalam ayat ini Allah SWT dengan sangat jelas melarang setiap muslim untuk mengambil harta yang bukan haknya secara bathil semisal korupsi, bukankah korupsi itu sendiri merupakan perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam?

Ironisnya tindakan ini malah dilakukan oleh oknum-oknum yang dalam kesehariannya selalu “menggaungkan” Islam dalam setiap pembicaraannya, dalam setiap aktifitas politiknya senantiasa “membawa” atribut Islam, atau bahkan berasal dari partai yang berlabel Islam. Yang ketika mereka ingin meraih tujuan politiknya selalu berbicara dengan begitu Islami, sementara dalam tindakannya ternyata sangat jauh dari nilai-nilai Islam.

Islam melarang penindasan(kedhaliman).

Berkaitan dengan ini Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS. Asy Syuura: 40), bukankah dalam ayat ini Allah telah menjelaskan bahwa sangat membenci orang-orang yang berbuat kedhaliman, yang secara instruksional dapat dipahami bahwa Allah SWT melarang berbuat kedhaliman baik dalam bentuk penindasan dan ketidak adilan maupun berbagai bentuk kedhaliman lainnya.

Ironisnya dalam kehidupan sehari-hari kita melihat begitu banyak ketidak adilan yang dipertontonkan dihadapan kita yang dilakukan oleh orang-orang yang sebelumnya ketika “berjuang” selalu membawa nama Allah SWT dan Rasul SAW yang seakan akan mereka benar-benar akan menjadikan Al-Quran dan sunnah sebagai pedoman dalam menjalankan setiap kebijakan mereka. Begitu banyak hak rakyat yang tidak terpenuhi oleh pemimpin di negeri kita, misalnya kita setiap tahunnya membayar pajak, setiap bulannya membayar iuran listrik, air bersih dan lain sebagainya yang namun pelayanan yang seharusnya kita dapatkan tidak pernah terpenuhi secara maksimal, atau bahkan di abaikan sama sekali. Dalam konteks lain kita juga menemukan berbagai realitas yang menunjukkan betapa tidak adilnya pemerintah kita, misalnya ada daerah tertentu yang “kebetulan” daerah asal pemimpin terkait mendapatkan perhatian yang luar biasa, sementara daerah lainnya yang juga berada di bawah tanggung jawabnya malah tidak diperdulikan.

Bukankah pengibulan, korupsi, ketidak adilan dan berbagai kedhaliman lainnya merupakan perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam, namun ironisnya tindakan itu dilakukan oleh oknum-oknum yang “selalu” menggaungkan keagungan Islam. Hal ini menunjukkan bahwa mereka hanya mempolitisasi Islam atau dengan kata lain mereka hanya menunggangi Islam untuk mewujudkan “nafsu” politik mereka. 

Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa banyak (tidak sedikit) politisi yang ada di negeri kita ini yang sejatinya beragama Islam tapi sungguh belumlah Islami, mengapa dikatakan demikian? Karena korupsi masih saja terjadi di mana-mana, mark up di mana-mana, penindasan di mana-mana.

Islamisasi politisi

Islamisasi politisi adalah sebuah usaha yang dilakukan untuk meng-islami-kan para politisi. Dalam hal ini bukan dalam artian politisi di negeri kita bukan Islam, namun politisi Islam yang ada di negeri kita harus diupayakan agar dapat bertindak dan bersikap Islami. Artinya nilai-nilai Islam harus senantiasa diimplementasikan dalam berpolitik. Sehingga ajaran Islam “mewarnai” setiap sendi-sendi kehidupan berpolitik mereka, mulai dari proses suksesi politik, misalnya pemilihan kepala daerah, pemilihan caleg yang harus dilakukan dengan cara-cara yang Islami dengan penuh kejujuran (tranpasran) dan santun tanpa kekerasan, tidak diskriminatif atau mendhalimi hak orang lain, sampai ketika “politisi” itu menjabat sekalipun dapat menerapkan nilai-nilai Islam seperti Tranparansi, adil dan bijaksana dalam setiap tindak-tanduk maupun kebijakannya.

Artinya politisi di negeri kita benar-benar dapat berperilaku yang Islami atau sesuai dengan nilai-nilai Islam. Yang pada akhirnya akan memberikan keadilan dan mewujudkan kemakmuran ditengah masyarakat dan negeri kita.

Tidak ada lagi korupsi, tidak ada lagi mark-up, tidak ada lagi ketidak adilan, sehingga ketika para Politisi telah berperilaku Islami maka Islam dan muslim yang “rahmatan lil’alamiin” benar-benar tercermin dalam kehidupan kita, sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW. Inilah yang penulis sebut dengan Islamisasi politisi.

Sehingga pada akhirnnya jangan sampai ada lagi pertanyaan seperti dibawah ini:

Nach Lo bawa-bawa nama Islam tapi kok malu-maluin sih?

Jangan-jangan elo hanya ingin mem-POLITISASI ISLAM?

Memang Islam itu sempurna, sementara muslim tidak sempurna,

tapi sebagai muslim kita mesti terus berusaha untuk menjadi sempurna

Agar Islam tidak tercela hanya gara-gara "keislaman" kita yang tidak sempurna.

Sumber:
masterramadhan.com

Monday, September 21, 2015

KAMU CERDAS, TAPI KOK CULAS SIH?

IRWANDI YUSUF MASIH TERATAS BERDASARKAN HASIL SURVEY ARC DI BARAT DAN JSI TIMUR ACEH

BANDA ACEH, 21 September 2017, Pilkada Aceh memang baru akan berlangsung tanun 2017, tapi belum juga memasuki tahun 2016 iklim perpolitikan Aceh sudah mulai menghangat, beberapa namu yang telah dan sempat dirilis media terus melakukan kerja-kerja konsolidasi, Perpecahan di internal kelompok maupun pergeseran kekuatanpun tak bisa dihindari, ini adalah sebuah dinamikan yang sangat menarik untuk di cermati, terlepas dari alasan yang melatari namun yang patus digaris bawahi bahwa Perpolitikan di Aceh semakin terbuka dan ini sangat positif untuk perkembangan demokrasi, terlepas dari bagaimana hasil yang akan diperoleh dari pilkda nantinya, apakah akan membuat Aceh semakin tenggelam dalam kehancuran atau aka nada sedikit cahaya terang menuju kebangkitan.

Tidak hanya konsolidasi internal kandidat dengan pendukung, yang menarik untuk dicermati, ada juga hasil survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga survey untuk emngetahui respon public atas nama-nama yang telah semakin terang menderang mengkampanyekan diri, ada Irwandi Yusuf yang pernah sukses memenagkan Pilkada Aceh 2006 silam dimana rakyat bisa melihat kinerjanya pakah pantas atau tidak untuk didukung ia merupakan Politisi PNA, ada Muzakkir Manaf yang sekarang masih menjabat sebagai Wagub Aceh mendampingi Zaini Abdullah ini juga sangat positif bagai rakyat untuk menilai kapasitas seorang Incumbent, selain itu ada nama Zakaria Saman yang dulunya satu kubu dengan Muzakkir Manaf pada pilkada 2012 silam yang kemdusian pecah kongsi dengan Rezim Zikir meski sama-sama dari Partai Aceh, ada juga Nama Nasir Djamil yang merupakan Politisi PKS yang sedang mewakili Aceh di senayan selain itu ada nama Tarmizi A Karim yang dikenal sebagai specialis PJ Gubernur penyukses pilkada yang sedang dipercaya di Kalimantan.
Diantara lembaga survey yang sudah menrilis hasil surveynya terkait pilkda Aceh di media adalah Jaringan Survey Inisiatif (JSI) mereka telah melakukan survei kandidat calon Gubernur Aceh periode 2017-2022 di tiga kabupaten yaitu Banda Aceh, Lhokseumawe dan Bireuen yang semuanya di lintas timur Aceh. Dari survei tersebut, Irwandi Yusuf menempati posisi teratas dengan poling mencapai 67,66%, kemudian diikuti oleh Muzakkir Manaf dengan 8,3%, Ahmad Farhan Hamid dengan 4%, Tgk. Nasruddin Bin Ahmad dengan 3,5%, Sulaiman Abda dengan 3,33%, Zaini Abdullah dengan 1,5% dan Zakaria Saman mendapat 1,33%.
Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Manager Riset dan Marketing Politik/Peneliti Jaringan Survey Inisiatif (JSI) Aryos Nivada dalam launching hasil survei respon publik di 3 in 1 Coffee Shop Banda Aceh, Selasa (5/5) lalu. Survei yang dilakukan di tiga kabupaten tersebut, katanya dilaksanakan sejak Maret sampai April 2015. Itu artinya dari survey JSI Pada tanggal 6 Mei 2015, Irwandi Yusuf menempati posisi pertama menurut Hasil Survei yg dilakukan oleh Jaringan Survey Inisiatif (JSI) di lintas Timur Aceh.

Berselang bebarapa bulan kemudian salah satu lembaga survey lainnya juga merilis hasil survey mereka, sebagaimana diberitakan harian Serambi Indonesia hari ini 19 September 2015, menurut laporan Hasil Survey yang dilakukan oleh lembaga Aceh Research dan Consulting (ARC), terhadap kandidat Gubernur Aceh periode 2017-2022. Hasilnya menurut ARC bahwa Irwandi Yusuf juga menempati posisi teratas.
1. Irwandi Yusuf: 46,17 persen
2. Muzakkir Manaf: 24,25 persen
3. Sisanya untuk sejumlah kandidat lainnya.
Dari survey yang dilakukan oleh ARC yang mengambil sample di lintas barat Aceh ternyata Irwandi Yusuf juga menempati posisi teratas mengungguli kandidat lain yang telah menyatakan diri maja meski belum secara resmi.

Dengan demikian, berdasarkan dua survey yang dilakukan oleh dua lembaga survey yang berbeda yaitu JSI yang melakukan survey di lintas Timur Aceh dan juga disusul oleh ARC yang melakukan survey dengan mengambil sample di lintas Barat Aceh menunjukkan bahwa Irwandi Yusuf masih unggul di Timur maupun di Barat Aceh itu artinya Irwandi Yusuf masih sangat diharapkan untuk kembali memimpin Aceh, meski terlalu dini untuk emngambil kesimpulan mengingat pilkada masih lama dan segala kemungkinan masih bisa terjadi mengingat kondisi demokrasi di Aceh yang semakin terbuka hasil survey ini kiranya akan sangat berpengaruh terhadap kepercayaan diri kandidat dan para pendukungnya serta akan membuat pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh survey ini akan mengupayakan adanya survey susulan oleh lembaga yang lebih credible.

TIDAK BISA DIKOMPARASIKAN ANTARA HASIL SURVEY JSI DENGAN ARC.
Membadingkan hasil survey Pra Pilkada antar yang dilakukan JSC dan ARC adalah sebuah tindakan bodoh atau setidaknja sagat tidak cerdas.
Betapi tidak?
Karena Survey tersebut mengambil sample yang berbeda, belum lagi berbicara masalah metodologi yang digunakan oleh masing-masing lembaga Survey yaitu JSI di wilayah pantai Timur (BNA, BIREUN dan LHOKSEUMAWE) sementar ARC mengambil sampel wilayah pantai barat yaitu Aceh Jaya, Aceh Barat dan sekitarnja.
Memang kedua survey itu masih memunculkan nama yang identik dan mengunggulkan nama-nama yang sama meski dengan persentase yang berbeda dan sama sekali tidak tepat untuk dijadikan acuan komparatif untuk membandingkan naik turunnja elektabilitas kandidat tertentu, karena faktor perbedaan sample seperti disebutkan di atas.


Wednesday, September 9, 2015

EKS KOMBATAN GAM: KOMANDO HANYA ADA DI MASA PERANG.

EKS KOMBATAN GAM: KOMANDO HANYA ADA DI MASA PERANG.

Setelah kita cermati dan kita amati persoalan status Aceh pasca MoU terkait isi dan isu politik yang berkembang dan terus dikembangkan, kita bisa "menyimpulkan" ada ketidak sepahaman atas Nota Kesepahaman yang telah ditanda tangani oleh RI dan GAM, Perbedaan pemahaman tersebut bukan hanja antar Para pihak yang dulunya berseberangan, namun juga di internal para pihak.

Salah satu pemahaman terhadap Nota Kesepahaman (MoU) yang berkembang dan kemungkinan sulit terbantahkan adalah pemahaman Eks Kombatan yang bernama Bang Prossa, yang juga dikenal dengan Fadli Petrus.

Dalam sebuah kesempatan melalui coretannya di media sosial terkait perdebatan soal komando eks Kombatan pasca MoU, ia menyatakan sekaligus menanjakan bahwa:

"Yang ku teupu perjuangan untuk sebuah kemerdekaan ka usai pasca MOU Helsinki...nyan geupeugah le gubernur dan wakil gubernur, Aceh hana le tuntut merdeka...makna harfiah komando itu ada dalam sebuah peperangan bro...setelah damai mantan kombatan GAM berintegrasi kembali dengan siapapun, salah satu integrasi itu adalah mencari rejeki untuk menafkahi keluarganya memberi pendidikan untuk anak anaknya...man cie peutrang siat le gata pu memang mantoeng na gerakan untuk peu merdeka aceh,meunyoe na so pimpinan jih?"

Adakah rakan dan sahabat yang lain yang sepaham dengan Bang Prossa?

Thursday, September 3, 2015

JAMAICA: KALAU TIDAK MAMPU LEBIH BAIK GUBERNUR DAN SEMUA BUPATI SERTA WALI KOTA MUNDUR SAJA

Adalah Ironis ditengah banjir uang Aceh masih terus berkutat dengan persoalan kemiskinan dan pengangguran.

Salah satu mantan juru bicara GAM Syardani M Syarif atau yang dikenal dengan nama tgk Jamaica menilai bahwa sekarang saat yang tepat bagi Aceh untuk bangkit, dengan limpahan dana yang mengalir ke Aceh setiap tahunnya seharusnya Pemerintah bisa fokus mengembangkan sektor pertanian, perikanan dan peternakan, ia menilai hal ini sangat potensial selain merupakan kebutuhan pokok, pengembangan ke tiga sektor ini akan membuka lapangan kerja yang pada akhirnya akan mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.

Dalam sebuah diskusi di media sosial Jamaica mengatakan sejak lama, Saya selalu bermimpi bagaimana supaya bisa mensejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Aceh, siapapun Gubernurnya, Bupati/Walikota.

Seharusnya Bupati/Walikota atau Gubernur di Aceh harus berpikir dan fokus untuk membuat Program Pertanian dan Peternakan Modern Terpadu, juga Perikanan modern di Aceh.

Ia melanjutkan lagi, Ini merupakan program yg Saya yakini akan dapat mensejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Aceh hingga jangka panjang. Kenapa program Perkebunan tidak Saya masukkan, karena Perkebunan sudah cukup banyak di Aceh, tinggal teknologi pengolahan hasil saja yg masih kurang.

Jadi, tidak mesti Saya harus menjadi seorang Bupati/Walikota, Gubernur, atau DPRK/DPRA, DPD/DPR RI sehingga baru bisa diaplikasikan Program Pertanian dan Peternakan Modern Terpadu di Aceh.

Ketika teknologi modern dilibatkan dalam bidang Pertanian, Peternakan dan Perikanan, maka akan dapat menciptakan lapangan kerja massal, jadi tidak ada lagi yang namanya Kemiskinan dan Pengangguran di Aceh, karena semua orang akan punya pekerjaan, tidak ada yang nganggur kecuali orang-orang malas.

Kebutuhan pangan rakyat sangat bergantung pada hasil produksi Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Perikanan. Kalau tiga hal saja (Pertanian, Peternakan dan Perikanan) mau dikelola secara modern oleh Pemerintah Aceh, Insya Allah akan dapat mensejahterakan dan memakmurkan kehidupan semua rakyat Aceh.

Saat ini adalah kesempatan membangun Aceh yg lebih maju, karena sedang ada Dana Otsus Migas yg melimpah setiap tahun dari Jakarta.

Uang sudah ada, Gubernur/Bupati/Walikota adalah pemegang kekuasaan sah terhadap penggunaan dana tersebut, tinggal mereka hanya membuat kebijakan saja. Kalau itupun tidak bisa, lebih baik mereka mundur saja. Demikian pungkas Jamaica.

Wednesday, July 29, 2015

ABU RAZAK LEBIH LAYAK DAMPINGI MUZAKKIR MANAF UNTUK MAJU DARI PA

SIAPA YANG LEBIH LAYAK MENDAMPINGI MUZAKKIR MANAF?



Ini jelas masih tanda tanja, beda halnja dengan penetapan Muzakkir Manaf sebagai Cagub Tunggal dari PA.
Banjak nama yang pernah disebut oleh berbagai pihak baik internal PA maupun dari luar, di antaranja ada Abu Razak (Kamaruddin Abu Bakar dari Pidie) yang merupakan kader asli PA dan GAM bukan pendatang setelah damai, dia juga Wakil Ketua KPA sekaligus wakil ketua PA Pusat.
Ada juga nama Teuku Al Khalid (dari Pijay) yang merupakan ketua DPD Gerindra Aceh yang dikenal dekat dengan Muzakkir Manaf yang juga menjabat Dewan Penasehat Gerindra Aceh selain sebagai ketua DPA PA, Ada juga nama Abdullah Saleh (dari Nagan Raya) yang sebelumnja di PPP kemudian setelah damai bergabung dengan PA yang terkenal blak blakan dan sangat ambisius, ada juga Nama Muklis Basyah (Aceh Rayeuk) yang juga menjabat sebagai Sekjen PA Pusat serta sedang menjabat sebagai Bupati Aceh besar, ada juga Nama Zaini Jalil yang juga merupakan ketua DPD Nasdem Aceh yang merupakan putra Bireun, setidaknja itu di antara sekian nama yang mulai diapungkan dan masih menjadi teka teki sampai sekarang.

Nah terlepas dari berbagai pertimbangan yang diberikan oleh para pihak yang telah menyebutkan nama-nama tersebut diberbagai kesempatan dan berbagai media maupun tempat, kali ini saya mencoba menganalisa kemungkinan siapa yang menurut saya layak dan lebih layak menjadi pendamping Muzakkir Manaf sebagai pasangan Cagub dan Cawagub yang diusung oleh PA.

Di antara nama-nama tersebut ada yang terlihat begitu ambisius dan sudah terang-terangan mengiklankan diri bahwa sangat ingin mendampingi Muzakkir Manaf, berbagai manuverpun telah dan akan terus dimainkan, ada juga yang belum memperlihatkan keinginan secara langsung namun dilihat dari apa yang dilakonkan dan dikerjakan dia selama ini bahkan jauh sebelum Muzakkir Manaf mendeklarasikan diri sebagai Calon Gubernur dari PA dapat dibaca bahwa dia sangat dan sedang mengincar kursi disamping Muzakkir Manaf, bahkan kalau tidak berlebihan saya ingin katakan bahwa sebenarnja yang diinginkan bukan Muzakkir Manaf jadi Gubernur tapi kursi Wakil Gubernur harus bisa menjadi milik dia, sehingga langkah awalnya adalah memastikan Muzakkir Manaf maju sebagai Cagub dan kursi Cawagub bisa diperebutkan, dan ini tidak akan terjadi jika wacana rekonsiliasi yang pernah diwacanakan sebelumnja antara Irwandi dan Muzakkir Manaf berjalan mulus, karena jika rekonsiliasi terjadi dan Irwandi berpasangan dengan Muzakkir Manaf maka dia dipastikan tidak bisa memperebutkan kursi Wakil Gubernur Incaran dia, atau bahkan tidak tertutup kemungkinan ia akan kehilangan pengaruh di PA.

Whell...
Itu adalah ragam lakon yang saya lihat dari diri para kandidat wagub pendamping cagub yang akan di usung PA.

Namun dari sekian nama dan ragam gaya, saya lebih tertarik atau menurut saya lebih cocok untuk menjadi pendamping Muzakkir Manaf adalah ABU RAZAK atau Kamaruddin Abu Bakar.

Kenapa Abu Razak?
Pertama:
Secara kalkulasi internal posisi Abu Razak yang menjabat sebagai Wakil ketua PA dan juga KPA dan terlihat sudah berpengalaman mendampingi Muzakkir Manaf selama ini atau bahkan semasa konflik sekalipun harus diakui memiliki nilai pluss untuk keakuran dan menghindari perpecahan saat menjabat sebagai Gub dan Wagub jika terpilih, setidaknya ini terbukti dan sudah teruji dalam mengomandoi PA dan KPA.
Ke dua:
Abu Razak adalah kader asli PA dari Pidie, yang merupakan basis suara terbesar PA setelah Pasee yang sudah diwakili Muzakkir Manaf, suara PA di Pidie dan Pidie Jaya bahkan lebih besar daripada Kawasan Barsela (Barat Selatan) yang diwakili Abdullah Saleh.
Ke tiga:
Abu Razak terlihat lebih dingin dan tidak seambisius kandidat lain yang terlihat begitu getol ingin maju, ini menjadi nilai plus tersendiri mengingat selama ini Jika Wagub dan Gub sama-sama ambisius sangat rawan dengan perpecahan jika terpilih.
Ke Empat:
Abu Razak jika dipasang dengan Muzakkir Manaf maka dengan sendirinya akan membantah tuduhan bahwa selama ini PA telah diacak-acak oleh penyusup yang bergabung dengan PA pasca damai, karena Abu Razak murni kader PA dan Berasal dari Pidie yang diperkirakan akan dapat mengamankan suara PA dari Pidie dari persaingan dengan kandidat lain yang juga dari Pidie, sehingga dengan dua faktor satu dan dua plus kenyataan Abu Razak yang sudah berpengalaman mendampingi Muzakkir Manaf di PA maupun KPA sehingga lebih besar harapan untuk dapat saling mengisi, memahami dan sinergi, dilengkapi dengan sikap Abu Razak yang tidak ambisius dan tenang.

Nama lain sebetulnya ada juga seperti Kautsar Muhammad Yus namun sepertinya dia lebih tertarik untuk maju di BNA 1 sebagai Calon Walikota Banda Aceh.

Nah terlepas dari baik buruknja untuk Aceh, setidaknja untuk Internal PA dan KPA  saya kira dengan alasan di atas ABU RAZAK lebih layak daripada yang lain.

Namun pilihan tetap di tangan pengambil kebijakan di PA, saya hanja mencoba menganalisa dari berbagai isu dan perkembangan yang saya cermati dari luar.

Siapkah Abu Razak?
Akankah PA memilih Abu Razak?

Ntahlah...
Penulis: Muhammad Ramadhan

Monday, July 27, 2015

ACEH #MenungguJanjiKe22

GAGAL PENUHI JANJI, ZIKIR HARUS MINTA MAAF PADA RAKYAT ACEH.

Menyimak, menelisik, membaca Perkembangan jalannya pemerintah Aceh dibawah komando ZIKIR yang sudah memasuki tahun ke 4 yang bisa dikatakan belum maksimal kalaupun "terlalu berlebihan untuk" dikatakan belum menunjukkan tanda-tanda ke arah yang sesuai dengan yang dijanjikan semasa pilkada dulu, yang terjadi malah "saling hantam" di internal pemerintahan, kalau sesama mereka saja sudah tidak akur bagaimana kita berharap mereka dapat bekerja sama untuk mengurus kita?

Dari 21 janji Zaini Abdullah - Muzakir Manaf (ZIKIR) sebelum jadi gubernur dan wakil gubernur Aceh semasa pilkada sepertinya semakin jauh dari kata realistis untuk terpenuhi.

Sekedar menyegarkan ingatan kita berikut janji-janji yang pernah dilontarkan dalam kampanye ZIKIR yang tercatat oleh berbagai media:

1. Wewujudkan pemerintahan Aceh yang bermartabat dan amanah;realitasnya? Sepertinya sangat jauh dari kata amanah, konon lagi bermartabat, bahkan nilai tawar Aceh di mata pemerintah pusatpun semakin rendah hal ini bisa dilihat dalam komunikasi yang antara Pemerintah Aceh dengan Jakarta, dimana pemerintah Aceh seperti kehilangan nilai tawar di mata pusat.

2. Mengimplementasikan dan menyelesaikan turunan UUPA, terkait dengan hal ini memang ada yang masih terkendala karena bersangkutan dengan pemerintah pusat, ada yang sudah disahkan pemerintah pusat namun belum sesuai dengan harapan atau tidak sesuai dengan MoU,  selain itu ada juga qanun yang sudah disahkan namun tidak dijalankan sama sekali oleh pemerintah Aceh dibawah komando Zikir, semisal qanun KKR yang sudah disahkan.

3. Komit menjaga perdamaian Aceh sejalan dengan MoU Helsinki, untuk poin ini kita juga bisa melihat bahwa sepertinya itu hanya komitmen di atas kertas atau bahkan sebatas ungkapan lisan, kenapa dikatan demikian? Karena terkadang pemerintah Aceh "mengabaikan" berbagai kewajiban yang sejatinya sangat terkait dengan perdamaian dan MoU yang telah ditanda tangani, misalnya ada poin-poin tertentu dalam UUPA yang tidak sesuai dengan MoU namun pemerintah Aceh terkesan abai atau bahkan terkesan mengambil keuntungan secara politis dari "ketidak sesuaian" antara UUPA dengan MoU, cotohnya dalam masalah calon Independent yang bahkan kelompok penguasa (baca: ZIKIR) sendiri yang pernah bersikukuh untuk melanggar/mengangkangi poin MoU terkait hal tersebut.

4. Menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan Islam di semua sektor kehidupan masyarakat, realitasnya? Dalam sektor pemerintahan saja sangat jauh dari nilai-nilai keadilan dan keterbukaan/kejujuran yang sejatinya sangat diutamakan dalam Islam, belum lagi dalam tatanan sosial masyarakat yang lebih luas yang semakin hari semakin jauh dari kata Islami mulai dari kasus narkoba, penculikan, perzinaan yang terjadi di mana-mana, bahkan lebih parah lagi Aceh juga dibanjiri berbagai macam aliran sesat yang terus merongrong Agama Islam, Qanun Jinayah yang terkait dengan syariat Islam juga melempem.

5. Menyantuni anak yatim dan kaum duafa, realitasnya? Masih banyak anak yatim dan kaum dhuafa ysng tidak tersentuh oleh perhatian pemerintah Aceh.

6. Mengupayakan jumlah penambahan kuota haji Aceh, dan

7. Pemberangkatan jamaah haji dengan kapal pesiar, 

8. Naik haji gratis bagi Anak Aceh yang sudah akil baliq, realitasnya?

Terkait dengan hal ini Yang sudah mendaftar dengan biaya sendiri saja harus mengantri puluhan tahun untuk mendapatkan giliran, belum terlihat upaya nyata dari pemerintah Aceh untuk mencarikan solusi atas persoalan ini, apa lagi menghajikan gratis bagi yang sudah baligh dengan kapal pesiar? Semakin jauh dari kata "mungkin" kalaupun tidak bisa dikatakan mustahil.

9. Menginventarisir kekayaan dan sumber daya alam Aceh, realitasnya?

10. Menata kembali sektor pertambangan di Aceh, realitasnya?

11. Menjadikan Aceh layaknya Brunei Darussalam dan Singapura, realitasnya? Aceh bahkan semakin dekat dengan somalia, kemiskinan, pengangguran, penculikan, perdagangan narkoba semakin mengerikan.

12. Mewujudkan pelayanan kesehatan gratis yang lebih bagus, alhasil? Pelayanan JKA yang sudah dirobah menjadi JKRA masih sangat-sangat jauh dari kata memuaskan.

13. Mendatangkan dokter spesialis dari luar negeri, realitasnya? Masih banyak pasien yang belum ditangani secara maksimal sehingga tidak mengherankan masih banyak warga Aceh yang memilih berobat keluar negeri, bahkan Malik Mahmud saja yang mendapatkan posisi yang sangat terhormat di Aceh masih harus ke Singapura untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

14. Pendidikan gratis dari SD sampai dengan perguruan tinggi, alhasil? Beasiswa dari pemerintah Aceh yang disalurkan melalui KBA/LPSDM sempat terhenti, meskipun kemudian dibuka lagi dan yang pasti tidak terealisasi pendidikan gratis yang dijanjikan, padahal pendidikan adalah modal utama untuk kemajuan sebuah bangsa.

15. Pemberian Rp. 1.000.000 (satu juta) per Kepala Keluarga per bulan dari hasil dana minyak dan gas (migas), realitasnya? Hingga 2015 belum juga terealisasi.

16. Mengangkat hononer PNS, yang terjadi malah "nepotisme" dalam pengangkatan PNS dengan berbagai macam cara dan manipulasi, ada Honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi diabaikan dan yang baru mengabdi malah di SK kan.

17. Meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh, realitasnya? Masih ada kasus gizi buruk di Aceh, bahkan masih ada korban lumpuh layu yang luput dari perhatian pemerintah yang sampai meninggal.

18. Membuka lapangan kerja baru,

19. Meningkatkan pemberdayaan ekonomi rakyat, dan

20. Memberantas kemiskinan dan menurunkan angka pengangguran; alhasil? Angka pengangguran dari tahun ketahun masih menunjukkan angka yang sangat menyedihkan. Angka kemiskinan di Aceh masih tinggi bahkan masih berada di rata-rata nasional.

21. Mengajak kandidat lain untuk bersama-sama membangun Aceh, realitasnya?

Hingga tahun ke 3 yang telah berlalu dan memasuki tahunke 4 belum ada tanda-tanda ingin melibatkan kandidat lain untuk sama-sama membangun Aceh, bahkan antar Gubernur dan Wakil Gubernur terjadi percekcokan, meski berulangkali dibantah namun publik bisa melihat dengan jelas bahwa keduanya tidak lagi sejalan dalam upaya membangun Aceh, masing-masing punya agenda sendiri.

Kesimpulannya dari 21 janji tersebut tak satupun janji terealisir sampai berakhirnja tahun ke 3 rezim ZIKIR berjalan, pantas saja rakyat merasa kecewa, bahkan dikhawatirkan Kalau "janji surga" ini terus digantung dan rakyat terus berharap maka yang akan terjadi adalah kekecewaan yang akan semakin besar dan bukan tidak mungkin akan memicu "konflik" baru antara pemerintah Aceh dengan rakyatnya, seperti kasus Din Minimi, perlawanan BPPA dan juga masih banyak rakyat lain yang kemungkinan masih punya batas toleransi yang cukup atau setidaknya lebih besar dari Din Minimi Cs.

Alangkah lebih bijak jika saja pemerintahan ZIKIR berani berterus terang kepada rakyatnya untuk meminta maaf atas kelemahan mereka dalam memenuhi janjinya untuk mensejaterkan rakyat Aceh, setidaknya meskipun mereka harus menerima "hukuman sosial" di dunia karena kelemahan atau pengkhianatan mereka namun insya Allah jika rakyat memaafkan mereka akan terbebas di akhirat kelak.

Secara manusiawi wajar saja rakyat berusaha menagih janjinya untuk bisa diperhatikan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan oleh pemimpinnya, begitupun sangat manusiawi juga setiap orang punya kelemahan dan kekhilafan baik yang disengaja maupun tidak sehingga sangat wajar dan bijak ketika pemerintah Aceh dalam hal ini berbesar hati untuk berani minta maaf secara terbuka dan sungguh-sungguh kepada rakyat Aceh atas semua kekhilafan ini. Sehingga pada akhirnya persoalan ini tidak terus membesar.

Namun jikapun nantinya ada yang tidak mau memaafkan setidaknya pemerintah Aceh (ZIKIR) telah berupaya untuk memperbaiki kesalahannya dan yang pasti itu jauh lebih baik daripada harus terus terbebani oleh kesalahan masa lalu tersebut.

Di sisi lain sudah saatnya dan sudah seharusnya rakyat Aceh sudah harus sadar bahwa mereka tidak perlu menggantungkan harapan terlalu tinggi pada pemerintahan ZIKIR, rakyat Aceh harus berlapang dada untuk move on dari rasa "sakit" hati akibat dikhianati oleh Pemimpinnya.

Kenapa demikian?Bukankah janji itu hutang?Benar bahwa janji adalah hutang, namun ketika yang dijanjikan semakin jauh dari kenyataan maka terus berharap untuk dapat terpenuhi janji tersebut adalah pekerjaan sia-sia, buang-buang waktu, buang-buang energi kalau terus berharap pada sesuatu yang secara "logika" tak mungkin terpenuhi.

Sudahlah maafkan saja dausa orang tua atau pemimpin kita itu, anggap saja mereka khilaf telah menjanjikan sesuatu yang tidak realistis kepada kita, meskipun nantinya ada yang menawarkan kita janji yang ke 22, semoga saja kita kedepan harus bisa lebih cerdas dalam membaca dan menilai setiap janji yang ditawarkan oleh Calon pemimpin kita agar kita tidak lagi terperosok dalam lubang yang sama untuk kesekian kalinya.

Pilkada 2017 sudah semakin dekat, para bakal kandidatpun sudah tidak malu-malu lagi mengutarakan keinginannya untuk berkompetisi, sangat mungkin nantinya kita akan kembali disuguhkan dengan berbagai janji baru (janji ke22) berbau surga dari para kandidat/calon pemimpin kita, sudah seharusnya pengkhianatan-demi pengkhianatan yang pernah kita terima dapat membuat kita lebih selektif dan lebih cerdas serta lebih rasional dalam menentukan pilihan siapa yang akan kita percayakan untuk memimpin kita, apakah mereka punya kapasitas yang memadai untuk menjadi pemimpin? 

Apakah mereka punya visi yang cukup bagus untuk membawa kita ke kehidupan yang lebih baik?

Apakah mereka punya kemampuan yang cukup untuk memberikan berbagai terobosan untuk memperbaiki keadaan negeri yang sangat semeraut ini?

Apakah mereka punya program yang cukup realistis untuk dapat memajukan bangsa dan tanah air ini?

Atau mereka hanya bisa menjanjikan surga untuk kita sementara kemampuan dan mental mereka hanya cukup menggiring kita ke pintu neraka kesengsaraan?

Semoga saja kita semua dapat belajar dari pengalaman pahit yang telah berulang kali kita alami dan kita juga berharap para kadidat pemimpin kita kedepan juga tidak lagi berencana untuk kembali mengkhianati kita.

Aceh #MenungguJanjiKe22

Wednesday, July 22, 2015

IRWANDI YUSUF, MUZAKKIR MANAF, ZAKARIA SAMAN, RAMADHAN MAJU DI PILKADA 2017 NANTI, KENAPA TIDAK?

IRWANDI YUSUF, MUZAKKIR MANAF, ZAKARIA SAMAN, ZAINI ABDULLAH, RAMADHAN MAJU DI PILKADA 2017 NANTI, KENAPA TIDAK?
IRWANDI YUSUF, MUZAKKIR MANAF, ZAKARIA SAMAN, ZAINI ABDULLAH, RAMADHAN menegaskan diri (dengan kata insya Allah) untuk maju di pilkada 2017 mendatang, Itu hak konstitusi semua  Warga Negara Indonesia, dan itu dijamin oleh UURI.
Tak ada seorang pun yang berhak menolak atau melarang apalagi berusaha menggagalkan pencalonan tersebut, adalah kesalahan besar ketika ada orang yang "menolak" majunja Seorang IRWANDI YUSUF (Bireun), MUZAKKIR MANAF (Aceh Utara), ZAKARIA SAMAN dan ZAINI ABDULLAH (Pidie) atau RAMADHAN  (Aceh Besar) di Pilkada 2017, baik saya maupun anda, sebagai seorang Tuha Peut di partai yang berkuasa di Aceh misalnja adalah sangat Wajar ZAKARYA SAMAN  atau ZAINI ABDULLAH bertekad untuk maju sebagai salah satu kandidat Gubernur Aceh, apa lagi MUZAKKIR MANAF telah duluan menjatakan diri untuk maju.
Atau bahkan orang di luar Partai Aceh ingin maju semisal IRWANDI YUSUF yang sudah pernah berbuat untuk Aceh ketika menjabat sebagai Gubernur  Aceh atau  bahkan RAMADHAN yang memiliki track record alias catatan masa lalu yang masih putih dan tidak pernah terlibat skandal politik di Aceh maupun di Indonesia meskipun sama sekali belum berpengalaman namun ingin berkompetisi untuk maju di pilkada 2017 nanti itu merupakan hal yang sangat wajar dan legal di depan hukum, karena semua warga negara berhak untuk maju, dipilih dan memilih atau tidak, toh selain jalur Partai juga masih terbuka jalur Independent bagi setiap warga negara yang berniat mencalonkan diri.
Pada hakikatnya hak mereka sama seperti hak anda juga, anda juga berhak untuk maju seperti haknja dia.
INI pertanda bagus untuk pertumbuhan iklim demokrasi di Aceh yang selama ini terlihat begitu menakutkan, rakyat Aceh memiliki semakin banyak pilihan, tidak hanya pada sosok-sosok tertentu saja yang seakan-akan terlihat tidak ada pilihan lain dan sangat kaku.
Namun pilihan dan kedaulatan untuk dipilih atau tidak itu tetap ditangan pemilih.
Ayooe siapa lagi?

Friday, July 17, 2015

MUZAKKIR MANAF TIDAK SHALAT IED BERSAMA JOKOWI, INI TANGGAPAN NETIZENS ACEH!

BANDA ACEH, Sebagaiamana diberitakan SERAMBINEWS.COM, Ada beberapa hal berbeda dalam pelaksanaan Shalat Idul Fitri di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Jumat (17/7/2015). Kehadiran Presiden Joko Widodo, pemeriksaan jamaah di gerbang masjid yang dilakukan mengingat kondisi di Aceh yang susah ditebak, Irwandi saja yang mantan Gubernur Aceh bisa mengalami tindak kekarasan di Aceh, apa lagi Jokowi sehingga ada yang melihat pengamanan ini wajar meski tidak sedikit yang menganggapnya berlebihan, dan ada juga yang lebih perhatian ke "perihal" Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, yang juga bakal Calon Gubrnur Aceh 2017 yang tidak melaksanakan Shalat Ied bersama Jokowi tapi di ruas jalan Mohd Jam, antara Masjid Raya dengan lokasi eks Hotel Aceh (kawasan Taman Sari).

Pemberitaan terkait hal tersebut mendapat tanggapan beragam dari netizens di Aceh, ada yang melihatnya sebagai bentuk "kedewasaan" Muzakkir Manaf yang sudah menegaskan diri untuk maju sebagai Cagub Aceh di pilkada 2017 nanti dalam berpolitik yang lebih memilih berbaur dengan rakyat namun tidak sedikit yang melihat ini sebagai upaya pencitraan, setidaknya ini lebih baik daripada harus berkampanye dengan cara-cara yang anarkis, pencitraan adalah sebuah keniscayaan dalam berpolitik dewasa ini dan yang pasti itu jauh lebih baik daripada penjegalan dan pembusukan apa lagi pembunuhan!