Thursday, May 28, 2015

WHELL ADA "PERMAINAN" DIBALIK OPINI WTP, SIAPA YANG BERMAIN?


INDONESIA–  Dalam beberapa hari terakhir kita melihat halaman media cetak baik local maupun nasional dipenuhi dengan ucapan selamat yang dialamatkan kepada beberapa pemerintah daerah yang berhasil meraih OPINI WTP dari BPK RI terkait pengelolaan anggaran daerah, namun hal itu masih terkesan sebagai sensasi belaka, betapa tidak? OPINI WTP tersebut belum memberikan dampak kepada kemakmuran rakyat, jika memang pengelolaan anggaran telah sesuai dengan aturan makan sudah seharusnya berdampak pada perbaikan kondisi dan kesejahteraan rakyat, berbagai opinipun bermunculan terkait dengan pemberian OPINI WTP oleh BPK RI tersebut bermunculan, misalnya APF Dalam rilisnya mempertanyakan korelasi OPINI WTP dengan kesejahteraan rakyat (Baca: OPINI WTP APA GUNANYA UNTUK RAKYAT?).

Whell ternyata bukan hanya APF yang mempertanyakan OPINI WTP tersebut, lebih parah lagi berbagai pihak menduga ada permainan alias kong kalikong dalam pemberian OPINI WTP tersebut oleh BPK RI, salah satunya yaitu menteri ESDM yang mengkritisi pemberian OPINI WTP tersebut.

MENTERI ESDM KRITISI OPINI WTP
Sebagaimana diberitakan oleh liputan6.com Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengkritisi pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) "Beberapa terakhir ada tren memajang foto mendapatkan WTP, seolah WTP adalah hadiah tertinggi, secara performa betul," kata Sudirman, seperti yang dikutip Minggu (14/12/2014).
Lebih lanjut Sudirman mengakui, untuk mendapatkan opini WTP, laporan keuangan sebuah instansi harus terhindar dari kesalahan fatal dan penyimpangan. "Kalau ada permasalahan tidak cukup berat dikasih WTP (wajar dengan pengecualian, kalau diyakini auditor nggak beres dikasih opini tidak wajar. Kalau auditor tidak bisa lihat apapun saking gelapnya artinya  disclaimer  auditor menolak memberikan pendapat," paparnya.
Sudirman yang juga pernah menjadi auditor mengungkapkan, saat ini opini tersebut bisa diragukan. Lantaran dengan dimasukinya lembaga negara urusan mengaudit tersebut oleh politisi muncul dugaan opini WTP bisa dijual belikan.
"Belakangan ini ada tren dipajang pejabat BPK iklan segala macam. Maaf BPK kita dimasuki politisi, peran profesional adjustment dimainkan politik akhirnya sering terjadi jual beli opini," pungkas Menteri ESDM Sudirman Said. 
KETUA BPK DIDUGA LAKUKAN JUAL BELI OPINI WTP
Sementara itu ekses dari pemberian OPINI WTP tersebut Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil dicecar pertanyaan adanya tuduhan jual beli opini terhadap laporan keuangan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga dalam fit and proper test calon anggota BPK di Dewan Perwakilan Daerah DPD. 
Sebagaimana dilansir oleh situs katadata.co.id Pertanyaan itu diajukan oleh anggota DPD dari Yogyakarta, Cholid Mahmud sesudah Rizal Djalil menyampaikan visi dan misinya dalam uji kelayakan itu. Menanggapi pertanyaan tuduhan praktik jual beli opini, Rizal menjawab selama ini BPK memberikan opini laporan keuangan sesuai dengan Undang Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK. Ia mengakui saat ini status opini 'wajar tanpa pengecualian' (WTP) sudah menjadi komoditi. Walikota, bupati atau gubernur jika daerahnya mendapatkan opini WTP dianggap memiliki reputasi yang baik. Namun jika laporan keuangan daerah mendapatkan opini disclaimer, maka hal itu dianggap bisa merusak reputasi.
"Saya katakan opini WTP jangan menjadi komoditi," ujar Rizal di DPD, Jakarta, 19 Agustus 2014.
Rizal juga menanggapi pertanyaan terkait auditor BPK yang meminta uang saat melaksanakan tugas. Dia mengatakan jika ada auditor BPK yang melakukan praktik tercela itu, akan segera ditindak dan di nonaktifkan dari pekerjaannya. "Jika ada hal seperti itu langsung laporkan ke kami," tuturnya.
Pertanyaan tuduhan jual beli opini itu dikutip Cholid dari laporan Majalah Tempo. Majalah edisi 2-8 Juni 2014 itu menulis Rizal Djalil dilaporkan mengintervensi hasil pemeriksaan auditor. Rizal membantah adanya praktik tersebut dan menilai tuduhan jual beli opini yang menerpanya salah sasaran. Sebab, auditor di bawahnya paling sedikit memberikan opini WTP. Kecurigaan seharusnya diarahkan ke pimpinan BPK yang paling banyak menerbitkan opini WTP. “Saya bisa membuka semua orang yang menjual WTP,” ujarnya seperti yang dikutip dari Majalah Tempo.
Dalam fit and proper test tersebut, Rizal juga memberikan penjelasan audit BPK juga memiliki kelemahan. Contohnya ketika ia menjabat sebagai auditor VI BPK yang melakukan audit terhadap Kementerian Pendidikan yang selama empat tahun berturut-turut memperoleh status disclaimer. Alasannya audit Kementerian Pendidikan membutuhkan waktu yang lama karena besarnya jaringan Dinas Pendidikan hingga Perguruan Tinggi. Empat tahun berselang baru BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP). "Jadi saya katakan tetap ada kelemahan BPK, dan itu yang akan saya perbaiki," katanya.

Whell…
OPINI WTP PRESTASI ATAU SENSASI?

No comments:

Post a Comment