Monday, July 27, 2015

ACEH #MenungguJanjiKe22

GAGAL PENUHI JANJI, ZIKIR HARUS MINTA MAAF PADA RAKYAT ACEH.

Menyimak, menelisik, membaca Perkembangan jalannya pemerintah Aceh dibawah komando ZIKIR yang sudah memasuki tahun ke 4 yang bisa dikatakan belum maksimal kalaupun "terlalu berlebihan untuk" dikatakan belum menunjukkan tanda-tanda ke arah yang sesuai dengan yang dijanjikan semasa pilkada dulu, yang terjadi malah "saling hantam" di internal pemerintahan, kalau sesama mereka saja sudah tidak akur bagaimana kita berharap mereka dapat bekerja sama untuk mengurus kita?

Dari 21 janji Zaini Abdullah - Muzakir Manaf (ZIKIR) sebelum jadi gubernur dan wakil gubernur Aceh semasa pilkada sepertinya semakin jauh dari kata realistis untuk terpenuhi.

Sekedar menyegarkan ingatan kita berikut janji-janji yang pernah dilontarkan dalam kampanye ZIKIR yang tercatat oleh berbagai media:

1. Wewujudkan pemerintahan Aceh yang bermartabat dan amanah;realitasnya? Sepertinya sangat jauh dari kata amanah, konon lagi bermartabat, bahkan nilai tawar Aceh di mata pemerintah pusatpun semakin rendah hal ini bisa dilihat dalam komunikasi yang antara Pemerintah Aceh dengan Jakarta, dimana pemerintah Aceh seperti kehilangan nilai tawar di mata pusat.

2. Mengimplementasikan dan menyelesaikan turunan UUPA, terkait dengan hal ini memang ada yang masih terkendala karena bersangkutan dengan pemerintah pusat, ada yang sudah disahkan pemerintah pusat namun belum sesuai dengan harapan atau tidak sesuai dengan MoU,  selain itu ada juga qanun yang sudah disahkan namun tidak dijalankan sama sekali oleh pemerintah Aceh dibawah komando Zikir, semisal qanun KKR yang sudah disahkan.

3. Komit menjaga perdamaian Aceh sejalan dengan MoU Helsinki, untuk poin ini kita juga bisa melihat bahwa sepertinya itu hanya komitmen di atas kertas atau bahkan sebatas ungkapan lisan, kenapa dikatan demikian? Karena terkadang pemerintah Aceh "mengabaikan" berbagai kewajiban yang sejatinya sangat terkait dengan perdamaian dan MoU yang telah ditanda tangani, misalnya ada poin-poin tertentu dalam UUPA yang tidak sesuai dengan MoU namun pemerintah Aceh terkesan abai atau bahkan terkesan mengambil keuntungan secara politis dari "ketidak sesuaian" antara UUPA dengan MoU, cotohnya dalam masalah calon Independent yang bahkan kelompok penguasa (baca: ZIKIR) sendiri yang pernah bersikukuh untuk melanggar/mengangkangi poin MoU terkait hal tersebut.

4. Menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan Islam di semua sektor kehidupan masyarakat, realitasnya? Dalam sektor pemerintahan saja sangat jauh dari nilai-nilai keadilan dan keterbukaan/kejujuran yang sejatinya sangat diutamakan dalam Islam, belum lagi dalam tatanan sosial masyarakat yang lebih luas yang semakin hari semakin jauh dari kata Islami mulai dari kasus narkoba, penculikan, perzinaan yang terjadi di mana-mana, bahkan lebih parah lagi Aceh juga dibanjiri berbagai macam aliran sesat yang terus merongrong Agama Islam, Qanun Jinayah yang terkait dengan syariat Islam juga melempem.

5. Menyantuni anak yatim dan kaum duafa, realitasnya? Masih banyak anak yatim dan kaum dhuafa ysng tidak tersentuh oleh perhatian pemerintah Aceh.

6. Mengupayakan jumlah penambahan kuota haji Aceh, dan

7. Pemberangkatan jamaah haji dengan kapal pesiar, 

8. Naik haji gratis bagi Anak Aceh yang sudah akil baliq, realitasnya?

Terkait dengan hal ini Yang sudah mendaftar dengan biaya sendiri saja harus mengantri puluhan tahun untuk mendapatkan giliran, belum terlihat upaya nyata dari pemerintah Aceh untuk mencarikan solusi atas persoalan ini, apa lagi menghajikan gratis bagi yang sudah baligh dengan kapal pesiar? Semakin jauh dari kata "mungkin" kalaupun tidak bisa dikatakan mustahil.

9. Menginventarisir kekayaan dan sumber daya alam Aceh, realitasnya?

10. Menata kembali sektor pertambangan di Aceh, realitasnya?

11. Menjadikan Aceh layaknya Brunei Darussalam dan Singapura, realitasnya? Aceh bahkan semakin dekat dengan somalia, kemiskinan, pengangguran, penculikan, perdagangan narkoba semakin mengerikan.

12. Mewujudkan pelayanan kesehatan gratis yang lebih bagus, alhasil? Pelayanan JKA yang sudah dirobah menjadi JKRA masih sangat-sangat jauh dari kata memuaskan.

13. Mendatangkan dokter spesialis dari luar negeri, realitasnya? Masih banyak pasien yang belum ditangani secara maksimal sehingga tidak mengherankan masih banyak warga Aceh yang memilih berobat keluar negeri, bahkan Malik Mahmud saja yang mendapatkan posisi yang sangat terhormat di Aceh masih harus ke Singapura untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

14. Pendidikan gratis dari SD sampai dengan perguruan tinggi, alhasil? Beasiswa dari pemerintah Aceh yang disalurkan melalui KBA/LPSDM sempat terhenti, meskipun kemudian dibuka lagi dan yang pasti tidak terealisasi pendidikan gratis yang dijanjikan, padahal pendidikan adalah modal utama untuk kemajuan sebuah bangsa.

15. Pemberian Rp. 1.000.000 (satu juta) per Kepala Keluarga per bulan dari hasil dana minyak dan gas (migas), realitasnya? Hingga 2015 belum juga terealisasi.

16. Mengangkat hononer PNS, yang terjadi malah "nepotisme" dalam pengangkatan PNS dengan berbagai macam cara dan manipulasi, ada Honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi diabaikan dan yang baru mengabdi malah di SK kan.

17. Meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh, realitasnya? Masih ada kasus gizi buruk di Aceh, bahkan masih ada korban lumpuh layu yang luput dari perhatian pemerintah yang sampai meninggal.

18. Membuka lapangan kerja baru,

19. Meningkatkan pemberdayaan ekonomi rakyat, dan

20. Memberantas kemiskinan dan menurunkan angka pengangguran; alhasil? Angka pengangguran dari tahun ketahun masih menunjukkan angka yang sangat menyedihkan. Angka kemiskinan di Aceh masih tinggi bahkan masih berada di rata-rata nasional.

21. Mengajak kandidat lain untuk bersama-sama membangun Aceh, realitasnya?

Hingga tahun ke 3 yang telah berlalu dan memasuki tahunke 4 belum ada tanda-tanda ingin melibatkan kandidat lain untuk sama-sama membangun Aceh, bahkan antar Gubernur dan Wakil Gubernur terjadi percekcokan, meski berulangkali dibantah namun publik bisa melihat dengan jelas bahwa keduanya tidak lagi sejalan dalam upaya membangun Aceh, masing-masing punya agenda sendiri.

Kesimpulannya dari 21 janji tersebut tak satupun janji terealisir sampai berakhirnja tahun ke 3 rezim ZIKIR berjalan, pantas saja rakyat merasa kecewa, bahkan dikhawatirkan Kalau "janji surga" ini terus digantung dan rakyat terus berharap maka yang akan terjadi adalah kekecewaan yang akan semakin besar dan bukan tidak mungkin akan memicu "konflik" baru antara pemerintah Aceh dengan rakyatnya, seperti kasus Din Minimi, perlawanan BPPA dan juga masih banyak rakyat lain yang kemungkinan masih punya batas toleransi yang cukup atau setidaknya lebih besar dari Din Minimi Cs.

Alangkah lebih bijak jika saja pemerintahan ZIKIR berani berterus terang kepada rakyatnya untuk meminta maaf atas kelemahan mereka dalam memenuhi janjinya untuk mensejaterkan rakyat Aceh, setidaknya meskipun mereka harus menerima "hukuman sosial" di dunia karena kelemahan atau pengkhianatan mereka namun insya Allah jika rakyat memaafkan mereka akan terbebas di akhirat kelak.

Secara manusiawi wajar saja rakyat berusaha menagih janjinya untuk bisa diperhatikan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan oleh pemimpinnya, begitupun sangat manusiawi juga setiap orang punya kelemahan dan kekhilafan baik yang disengaja maupun tidak sehingga sangat wajar dan bijak ketika pemerintah Aceh dalam hal ini berbesar hati untuk berani minta maaf secara terbuka dan sungguh-sungguh kepada rakyat Aceh atas semua kekhilafan ini. Sehingga pada akhirnya persoalan ini tidak terus membesar.

Namun jikapun nantinya ada yang tidak mau memaafkan setidaknya pemerintah Aceh (ZIKIR) telah berupaya untuk memperbaiki kesalahannya dan yang pasti itu jauh lebih baik daripada harus terus terbebani oleh kesalahan masa lalu tersebut.

Di sisi lain sudah saatnya dan sudah seharusnya rakyat Aceh sudah harus sadar bahwa mereka tidak perlu menggantungkan harapan terlalu tinggi pada pemerintahan ZIKIR, rakyat Aceh harus berlapang dada untuk move on dari rasa "sakit" hati akibat dikhianati oleh Pemimpinnya.

Kenapa demikian?Bukankah janji itu hutang?Benar bahwa janji adalah hutang, namun ketika yang dijanjikan semakin jauh dari kenyataan maka terus berharap untuk dapat terpenuhi janji tersebut adalah pekerjaan sia-sia, buang-buang waktu, buang-buang energi kalau terus berharap pada sesuatu yang secara "logika" tak mungkin terpenuhi.

Sudahlah maafkan saja dausa orang tua atau pemimpin kita itu, anggap saja mereka khilaf telah menjanjikan sesuatu yang tidak realistis kepada kita, meskipun nantinya ada yang menawarkan kita janji yang ke 22, semoga saja kita kedepan harus bisa lebih cerdas dalam membaca dan menilai setiap janji yang ditawarkan oleh Calon pemimpin kita agar kita tidak lagi terperosok dalam lubang yang sama untuk kesekian kalinya.

Pilkada 2017 sudah semakin dekat, para bakal kandidatpun sudah tidak malu-malu lagi mengutarakan keinginannya untuk berkompetisi, sangat mungkin nantinya kita akan kembali disuguhkan dengan berbagai janji baru (janji ke22) berbau surga dari para kandidat/calon pemimpin kita, sudah seharusnya pengkhianatan-demi pengkhianatan yang pernah kita terima dapat membuat kita lebih selektif dan lebih cerdas serta lebih rasional dalam menentukan pilihan siapa yang akan kita percayakan untuk memimpin kita, apakah mereka punya kapasitas yang memadai untuk menjadi pemimpin? 

Apakah mereka punya visi yang cukup bagus untuk membawa kita ke kehidupan yang lebih baik?

Apakah mereka punya kemampuan yang cukup untuk memberikan berbagai terobosan untuk memperbaiki keadaan negeri yang sangat semeraut ini?

Apakah mereka punya program yang cukup realistis untuk dapat memajukan bangsa dan tanah air ini?

Atau mereka hanya bisa menjanjikan surga untuk kita sementara kemampuan dan mental mereka hanya cukup menggiring kita ke pintu neraka kesengsaraan?

Semoga saja kita semua dapat belajar dari pengalaman pahit yang telah berulang kali kita alami dan kita juga berharap para kadidat pemimpin kita kedepan juga tidak lagi berencana untuk kembali mengkhianati kita.

Aceh #MenungguJanjiKe22

No comments:

Post a Comment